Mohon tunggu...
Hellobondy
Hellobondy Mohon Tunggu... Pengacara - Lawyer, Blogger, and Announcer

A perpetual learner from other perspectives. Find me on IG : nindy.hellobondy Blog : Hellobondy.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Harapanku untuk Bumi yang Terluka

27 April 2020   22:25 Diperbarui: 27 April 2020   22:44 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Corona cepatlah berlalu, kami rindu untuk bertemu". 

Hari demi hari berlalu, hingga bulan ikut berganti. Tanpa terasa Ramadhan menghampiri. Tidak seperti Ramadhan lalu. Ramadahan kini sungguh berbeda. "Eh, kapan yuk bukber kita?", "Guys, ngabuburit bareng yok...". Pesan-pesan di grup yang dulu seperti angin lalu, kini menjadi seperti candu ingin segera bertemu.

Bukan, bukan aku saja yang rindu. Kita semua di belahan dunia sedang berduka. Bukan karena astronut yang masih berjuang menjelajah luar angkasa, namun karena virus yang merajelela. Ya, kita semua terluka, kita semua bersedih. Bumi sedang menyeimbangkan diri.

Bumi, masih terus berputar. Waktu ternyata tidak terhenti. Namun, ruang gerak kita harus dibatasi. Bukan, bukan karena angkuh diri dan merasa tubuh ini kebal sendiri. Tetapi, virus ini tak nampak seperti teman yang bermuka dua. Ia halus, sehalus plankton di bikini buttom. Tapi, jelas tidak bisa kita saksikan tampilanya di televisi.

27 April 2020, tepat aku menulis kembali. Dan tidak lupa kita mengingat Ibu Kartini 6 hari yang lalu. Bisa kau bayangkan kan, perjuangan perempuan pada masa Kartini agar kita para perempuan bisa sekolah. Musuh  nyata kolonialisme, dan kau tau siapa musuhmu. Berbeda, dengan perjuangan perempuan saat ini. Semakin sulit karena covid.

Perjuangan perempuan semakin bertambah bebanya, tidak hanya sebagai garis pertahanan terakhir untuk korban covid, namun perjuangan melawan pandemic ini dengan situasi yang tentu beragam. Angka kekerasan rumah tangga ikut meningkat, masyarakat kecil semakin terhimpit, UMKM nyaris gulung tikar, dan rasa khawatir, takut, menghantui pikiran  kita.

Mungkin tubuh kita seperti "terkurung" namun aku berharap jiwa dan kreativitas kita tetap bebas. Walaupun masih harap-harap cemas ketika berkomentar "kebablasan". Aku teringat para perempuan di Lapas. Penjara mengurung tubuh mereka, namun pikiran dan ketrampilan mereka seperti berada di alam bebas.

Kita mungkin salah satu mahluk beruntung, memiliki gadget yang cukup mumpuni, bisa memenuhi paket data, menggunakan semua yang ada untuk "bertahan", tapi bagaimana dengan mereka?. Yang tidak tahu apa itu Corona, tiba-tiba dagangan mereka sepi, orang menggunakan masker, berburu hand sanitiser. Sedangkan bagi mereka, asal pulang membawa beras hati bisa lebih bahagia.

Rumah, apa itu rumah ? Katanya, sebuah tempat yang aman. Sebuah tempat yang menciptakan kebahagiaan. Tapi, apakah kita semua memilikinya?. Jangankan rumah, kadang kontrakan saja sering menjadi korban pengusiran. Jangankan rasa aman, pulang ke rumah saja rasanya kaki berat untuk melangkah. Kabar buruknya, kamu tahu siapa pelaku kekerasan rumah tangga? yaa biasanya mereka di rumah. Tidak lain tidak bukan salah satu atau salah semua keluarga itu, sedangkan  rumah menjadi sarang kekerasan itu sendiri.

Aku pun sedih,  di sisi lain, ketika teman-teman UMKM berteriak dapur mereka tidak mengepul seperti biasa, ada pun suaminnya yang di PHK, belum lagi pasangan-pasangan yang menahan rindu namun tidak bisa bertemu. Sulit, ketika pun di bulan suci ini. Perasaan ingin bertemu dengan keluarga, menikmati masakan rumah, kini harus tertunda dahulu.

Aku pun sedih, ketika melihat angka-angka di berita yang semakin lama semakin meninggi. Aku kehabisan kata-kata sungguh. Dari Corona ini aku melihat manusia dengan sejelas-jelasnya. Ada yang berjuang sungguh-sungguh, ada pula yang tetap picik mengambil keuntungan kondisi seperti ini, ada pun yang terus melangengkan aturan-aturan yang diskrimintif. Oh, Negeriku! Sembuhlah orangnya, Sembuhlah jiwanya.

Jika kau bertanya apa harapanku untuk Ramadhan ini?, Iya akupun sama. Ingin semua ini cepat berlalu. Namun, ada beberapa hal yang seringkali menghantuiku. Aku, aku berharap bahwa kita sadar, perlakuan kita terhadap bumi, ya lingkungan kita sudah semakin menjadi-jadi. Penggunaan plastic, minyak sawit, konsumtif yang berlebihan ternyata berdampak pada bumi kita.

Bisa kamu bayangkan jika kabut asap kebakaran itu seperti Corona, yaa udaranya kita hisap namun bedanya dampaknya bukan sehari-dua hari tapi bisa diakumulasi dan berdampak pada kesehatan kita di kemudian hari. Siapa yang bisa kena? Yaa kita semua!. Plastik? Udah tau kan terurainya lama, dibuanglah ke lautan. Di makan sama ikan-ikan, lalu ikan kita konsumsi, siapa yang kena dampaknya? Yaa kita semua.

Kerusakan alam adalah tanggung jawab kita, karena siapapun kamu, entah jabatan apa, dsb. Kamu berpotensi menjadi korban. Yaa kita semua, bedanya kamu punya duit yang bisa beli semua. Iya kan?. Pesanku, agar manusia tidak serakah. Mengambil isi bumi lalu menelantarkanya.

Hope. Kata ajaib! Kata yang paling ampuh sebagai senjata ketika kita telah berjuang. Harapanku, agar semua manusia tidak hanya terlahir kembali setelah bulan suci ini, namun benar-benar berbenah diri dan bersiaga diri. Bahwa, setelah ini berlalu, berjanjilah untuk mengabari keluarga dan temanmu, cek tetanggamu. Lihat siapa sekelilingmu mungkin saat ini tengah kelaparan dan putus asa.

"Harapan, ahhh udahlaah banyak pemberi harapan palsu". Ia aku paham semakin kamu berharap, berate kamu bersiap akan kekecewaan. Tapi, bagaimana kita bisa merasa kecewa jika kita tidak tahu apa itu berharap. Tidak, tidak ada yang salah dengan harapan. Terkadang, waktu saja yang tidak tepat.

Harapanku yang paling dalam untuk Ramadhan ini. Sembuhlah negeriku, Sembuhlah jiwanya. Aku merindukan ketika kita semua saling bertoleransi dan berhenti mencaci, dewasalah warganya untuk menerima perbedaan dan bersatulah untuk kita semua, untuk esok dan nanti. Terima kasih

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun