Mohon tunggu...
Hella NovitaZami
Hella NovitaZami Mohon Tunggu... Guru - be yourself

Hella Novita Zami

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Perilaku Para Selebriti yang Suka Pamer Kekayaan

19 April 2021   15:00 Diperbarui: 19 April 2021   15:05 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di masa pandemic ini, banyak sekali diantara kita yang menyibukkan diri dengan membuat konten di media social seperti youtube, Instagram, Tiktok, Facebook dan masih banyak lagi lainnya. Konten yang dibuat pun dimulai dari, cover lagu, memasak, hingga berbelanja menjelang ramadhan. Sejatinya media social memang konten pribadi yang dikonsumsi oleh public. Apapun yang kita posting bisa dilihat seluruh pengguna social media, tak hanya dilihat bahkan kita bias mengirimkan tanggapan seperti komentar dan juga like atau dislike. Konten yang akan dianalisis pada esai ini yaitu masyarakat Indonesia yang di anggap pesohor ternyata tidak sedikit yang membuat konten seperti menunjukkan kepunyaan mereka. Misalnya seperti berbelanja menghabiskan duit hingga ratusan juta, kemewahan rumah, hingga makan di restoran termewah hingga puluhan bahkan ratusan juta. Dalam essay ini penulis akan menjabarkan analisis pendapat  penulis mengenai para pesohor yang suka memposting kemewahan hidupnya di media social.

            Apa sih penyebab para artis dan tokoh pesohor lainnya suka buat konten pamer kemewahan?. Ada tiga jenis orang mengapa mereka mempublish kemewahan mereka. Yang pertama orang yang menganggap dengan memposting apa yang mereka punya merupakan kepuasan dan kebahagiaan tersendiri bagi sebagian orang tersebut. Seperti yang kita ketahui setiap orang memiliki caranya masing masing untuk bahagia. Kita tidak boleh mengeneralkan bahagia itu harus seperti apa. Setiap orang berhak bahagia dengan cara nya sendiri.jenis yang kedua yaitu ada sebagian orang yang memang sudah lama mendambakan dan mengusahakan untuk memperoleh sesuatu dan saat ini bisa tercapai, jadi tak salah jika mereka membagikan kebahagiaan mereka atas pencapaian nya. Standarisasi kesuksesaan setiap orang itu berbeda beda. Ada yang baru bisa dikatakan sukses apabila orang tersebut mampu memiliki rumah sendiri, atau mobil sendiri maka mereka membagikan momen pencapaiannya di media social. Yang ketiga  ada sebagian orang yang sengaja membagikan hasil dari kerja kerasnya hingga bisa membeli rumah mewah, mobil mewah, perhiasan dan lain sebagainya untuk memotivasi orang lain supaya lebih semangat untuk bekerja keras.

Setiap orang pasti memiliki media social. Terlepas dari fungsi media social itu sendiri, setiap orang memiliki hak masing masing atas media social yang mereka miliki. Digunakan untuk apa dan bagaimana mereka menggunakan nya itu adalah hak pemilik social media itu sendiri. Ada yang mengisi social media nya dengan membuat konten memasak dengan alat dan bahan yang mahal, konten make up dengan harga puluhan juta, hingga berbelanja barang barang yang mewah. Apapun bentuk konten nya itu adalah milik mereka tidak ada yang berhak mengatur kita harus mempublish seperti ini atau publish seperti itu. Bahkan ada sebagian orang yang menggunakan media social untuk tempat mencurahkan kegalauannya. Kembali lagi pada hak masing masing. Kita hanya bisa melihat, mencontoh apa yang baik dan tidak mencampuri apa yang buruk.

Di setiap konten yang berisi kemewahan kehidupan seseorang pasti banyak sekali timbul komentar komentar netizen seperti Kenapa sih mereka buat konten pamer kemewahan? Belanja sampe ratusan juta dijadiin konten biar apa? Artis sekarang pada suka pamer kekayaan ya? Dan masih banyak komentar lainnya. Tak jarang juga netizen yang memberikan komentar positif atas postingan pencapaian sekedar untuk dijadikan motivasi bagi diri sendiri. Memang pamer atau riya itu memang prilaku yang tercela, apalagi didalam agama islam kita dilarang untuk bersikap Riya. Namun siapa yang tahu? Bisa saja orang yang memposting pencapaian tidak berniat untuk pamer. Disamping itu jika dilihat di era kehidupan saat ini, standar kebahagiaan sesorang diukur oleh materi dan postingan yang di share ke everybody. Untuk menanggapi case yang seperti ini penulis hanya mengembalikan hak pribadi masing masing. Kita sebagai penonton kehidupan orang lain tidak boleh mencampuri urusan mereka. "jika surge belum tentu jadi tempatku, untuk apa nerakamu menjadi urusanku?." Sebuah kutipan fil Ave Maryam menjadi alarm diri sendiri agar tidak mencampuri urusan orang lain.

Setiap orang memiliki standarisasi pencapaian nya masing masing. Untuk bahagia pun setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda. Pintarlah menggunakan media social ambil sisi baiknya dan buang sisi buruknya. Tak perlu menjatuhkan satu sama lain. Islam mengajarkan kita untuk saling toleransi. Hargai apapun yang di usahakan dan dimiliki orang lain. Maka hidup pun akan tenang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun