Pada persimpangan kelas-kelas dibutuhkan beberapa hal untuk mengembalikan hak dan kewajiban belajar kepada para tukang belajar, antara lain:
- Akses sumber belajar
Sediakan waktu di kelas untuk siswa melakukan eksplorasi pembelajaran dari berbagai referensi yang ada seperti riset jurnal, membaca artikel, mendiskusikan buku, menonton video, atau mengkritisi lagu atau podcast, mendengarkan berita, dan melakukan adu argumen antara siswa dengan siswa atau siswa dengan guru. Maksud dari aktivitas ini adalah menyatakan bahwa siswa memiliki akses yang banyak terhadap sumber informasi yang ada, tetapi perlu membangun diskusi yang hidup antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru. Pertanyaan dan argumen yang dibangun di dalam kelas menjadi sumber belajar yang paling efektif untuk pengalaman nyata belajar siswa.
- Dua arah lebih baik
Menyampaikan informasi di depan kelas dengan metode ceramah (satu arah) tidak akan menimbulkan proses belajar yang aktif. Pendidikan bukan soal seberapa paham pengajar terhadap teori atau bahan pengajarannya, tetapi urgensi tukang belajar terhadap keingintahuannya. Oleh karena itu, tidak berhenti pada aktivitas bertukar ide atau menyalurkan ide saja. Penting juga untuk tukang belajar (murid) berinteraksi dengan tukang belajar lainnya.
- Dokumen hidup
Sistem belajar yang kaku tidak efektif bagi manusia. Rancangan pembelajaran tidak dibuat untuk mengatur keberlangsungan kelas yang ada. Pada akhirnya rancangan pembelajaran yang dibuat dan diterapkan di dalam kelas adalah pemaksaan. Pembuatan rancangan pembelajaran digunakan sebagai pedoman yang mengarahkan sehingga keberadaannya bisa berubah, dirombak, atau diperbarui sesuai dengan konteks penerapan terhadap kelas yang ada. Rancangan pembelajaran yang sempurna tidak akan pernah berlaku bagi kelas yang berisi manusia di dalamnya.
Hal-hal di atas menguraikan beberapa praktik pendidikan yang mengembalikan hak dan kewajiban para tukang belajar melalui pengajar yang tidak tersistem saja tetapi dapat mengalami pembaruan sesuai dengan kebutuhan manusia.Â
Penegasan bahwa merdeka belajar tidak berhenti pada gedung sekolah yang berbataskan pagar dengan logo instansi yang tampaknya "akademis". Merdeka belajar juga membawa narasi kontribusi yang sama antara pengajar dan orang tua dalam memberikan hak dan kewajiban belajar bagi tukang belajar. Merdeka belajar bukan saja sistem yang ada di sekolah tetapi siklus yang diterapkan juga di dalam rumah tukang belajar. Pada akhirnya, merdeka belajar adalah kesempatan bagi semua manusia dalam membebaskan akal sehatnya demi menjalani kehidupan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H