Warung sembako Pak Ucok kian hari sepi. Pekerja yang selalu mengangkut barang-barang sudah 3 hari belakangan tidak kelihatan batang hidungnya. Anak-anak tidak berkunjung untuk menyentuh gorengan. Ibu-ibu sudah berhenti untuk singgah membeli sembako. Pasang surut untung rugi melanda warung sembako Pak Ucok.
"Ucok......."
Tidak ada suara yang menyahut panggilan dari seorang laki-laki yang berpakaian lusuh itu. Hanya seorang wanita yang terlihat singgah bukan untuk memberikan secercah harapan. Ia menumpang untuk istrahat di depan warung yang sejak dini hari belum diduduki pembeli. Pak Ucok mendekati wanita yang kelihatan lelah. Ia menyodorkan sebotol air mineral untuk meringankan sesaknya udara panas. Pak Ucok kembali memanggil nama yang sama.
"Ucok...."
Hal serupa terjadi lagi. Wanita yang menerima sebotol air mineral mengucapkan terima kasih sembari membungkukkan badan. Ia pun pergi berlalu.
Kepergian wanita tersebut menjadi wujud dari kegelisahan abadi Pak Ucok.
Ucok pergi ke luar desa, ia mendapatkan panggilan menjadi tenaga kerja yang dibutuhkan oleh salah satu perusahaan swasta. Ayahnya yang berjaya menahan keinginan Ucok. Ia merasa cukup dengan penghasilan warung sembako miliknya untuk membiayai kehidupan mereka. Namun, Ucok tidak ingin bergantung pada usaha sembako ayahnya. Ia sangat teguh pada pendiriannya sekalipun itu akan melukai satu-satunya orang yang paling merindukannya.Â
"Aku akan hidup dengan keputusan yang telah kubuat ayah. Usaha sembako ayah cukup untuk ayah dan orang-orang yang ayah inginkan saja tetapi saya harap itu bukan saya!" tegas Ucok dihadapan pekerja juga ayahnya di warung. Kejadian terakhir Ucok dikabarkan pergi tanpa restu dari ayahnya. Ia ingin melakukan usaha maksimal yang ia bisa tanpa bantuan bahkan kata setuju dari ayahnya.Â
Pekerja yang ada di warung Pak Ucok selama ini menarik pujian yang nyata dihadapan Ucok. Ayah Ucok selalu saja memarahi Ucok dan membanding-bandingkan Ucok dengan pekerjanya.Â
Ucok yang berlelah-lelah untuk belajar setiap hari menahan kepedihan karena melihat ayahnya yang membanting tulang untuk mendapatkan keuntungan setiap hari.Â
Ucok yang memutuskan untuk tidak mendengarkan puji-pujian tersebut lebih lanjut memilih untuk menjauh dan berjuang dengan keras di daratan yang berbeda. Pekerja warung sembako menyadari bahwa kepergian Ucok akan menyebabkan ruginya usaha sembako.Â