Dalam mengkaji sebuah poster film erat kaitannya dengan kajian semiotika. Kajian ini mempelajari suatu tanda untuk mengetahui bagaimana tanda tersebut berfungsi dan menghasilkan suatu makna. Teori semiotika yang paling sering digunakan adalah teori Ferdinand de Saussure dan Roland Barthes. Teori semiotika yang dikemukakan oleh Roland Barthes akan berfokus pada makna denotasi, konotasi, dan mitos. Poster film menjadi salah satu bentuk media promosi untuk menyebarluaskan film yang sedang atau akan tayang. Poster juga biasanya memiliki daya tarik tersendiri karena memuat hal-hal yang akan ditayangkan dalam filmnya. Dalam poster sebuah film pasti ditemukan simbol dan makna tersembunyi yang berkaitan dengan film tersebut.
Film Budi Pekerti merupakan salah satu film karya anak bangsa yang sangat layak untuk diapresiasi. Terbukti bahwa film Budi Pekerti ini juga menjadi salah satu film yang membawa nominasi terbanyak dalam Festival Film Indonesia (FFI) pada tahun 2023. Tokoh utama dalam film ini berisikan satu keluarga sebanyak empat orang. Bu Prani (Sha Ine Febriyanti) adalah seorang guru BK SMP di kampungnya yang mempunyai suami bernama Pak Didit (Dwi Sasono) yang sedang mempunyai penyakit gangguan mental, serta kedua anaknya Tita (Prilly Latuconsina) dan adiknya yang bernama Muklas (Angga Yunanda). Konsep film yang diambil sangat erat kaitannya dengan media sosial masa kini yang mana terkadang netizen melihatnya hanya dari satu sudut pandang saja, dalam film ini memperlihatkan penontonnya dari perspektif yang lain.Â
Secara garis besar, film ini menceritakan seorang guru BK (Bu Prani) yang mempunyai kesalahpahaman antara pengunjung dan penjual kue putu di pasar. Hal ini menjadi masalah yang sangat besar karena tersebarnya video Bu Prani menggunakan nada tinggi kepada pengunjung dan penjual kue putu di pasar. Niat Bu Prani baik untuk menegur pengunjung lain yang menyerobot antrian. Tetapi seperti halnya yang terjadi di media sosial Indonesia yang mudah sekali tersulut dengan potongan video sepersekian detik membuat Bu Prani dan keluarganya mempunyai masalah besar. Masalah besar inilah yang menjadi alur utama dalam film Budi Pekerti.
Dengan alur film yang sebegitu kompleksnya, dalam posternya pun sudah tergambar beberapa poin masalah yang kemudian dikembangkan dan dijelaskan di dalam filmnya. Beberapa simbol yang hadir dalam posternya akan dijelaskan dalam poin poin berikut;
 1. Dominasi Warna Biru dan Kuning
Dominasi warna biru dalam poster Budi Pekerti menunjukan rasa sedih dan pilu, kemudian didorong dengan ekspresi pemain yang tidak menunjukan senyum mereka semakin bisa dimaknai dengan perasaan yang tidak bahagia. Warna dominasi biru dan kuning dalam poster film Budi Pekerti ini juga berkaitan dengan warna buku paket mata pelajaran PMP (sekarang PKN) pada jaman dahulu.
2. Ringlight
Dalam poster Budi Pekerti juga terdapat ringlight yang identik dengan content creator atau orang orang yang bekerja di depan kamera. Hal ini menjelaskan bahwa salah satu tokoh utama dari film Budi Pekerti ini merupakan seorang content creator, yakni Muklas, anak bungsu dari keluarga Pak Didit dan Bu Prani. Selain itu juga penempatan ringlight di dalam poster menunjukan bahwa banyak sekali adegan-adegan yang menggunakan ringlight untuk membuat video klarifikasi atas semua yang dilakukan oleh Bu Prani dan keluarganya.
3. Setelan Pakaian yang Dikenakan
Hal yang dapat disoroti kembali dalam poster film Budi Pekerti adalah mengenai pakaian yang dikenakan oleh para tokohnya. Setelan pakaian yang dikenakan oleh Bu Prani sangat identik dengan setelan guru hari ini. Hal ini sangat erat kaitannya dengan profesi yang sedang dijalaninya yakni sebagai guru SMP. Selanjutnya, setelan baju yang dikenakan oleh Tita adalah outfit masa kini yang identik dengan komunitas tertentu, dalam hal ini adalah Tita mempunyai band indie bersama teman temannya yang memiliki tujuan yang sama. Tokoh Muklas juga mengekspresikan dirinya lewat setelan pakaian yang dikenakannya, dalam hal ini adalah seorang content creator yang masih terbilang baru dan belum mempunyai modal yang cukup. Sehingga pakaian yang dikenakan Muklas terlihat sangat sederhana dan tidak terlalu mencolok. Terakhir, tokoh Pak Didit juga berkekspresi lewat setelannya, yakni sebagai figure seorang Ayah yang nyaris menjadi inferior karena sedang mengalami penyakit bipolar.Â