Mohon tunggu...
Helen Tuhumury
Helen Tuhumury Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Pattimura

Quiet but an easy going person

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Memperjuangkan Kembali Konsumsi Pangan Lokal Maluku di Tengah Kenaikan Harga Beras: Suatu Kebutuhan Mendesak

26 Februari 2024   14:13 Diperbarui: 27 Februari 2024   05:11 1074
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beragam jenis umbi-umbian yang masih menjadi bagian dari sumber pangan lokal di Kampung Nelayan Siwalima, Kecamatan Pulau-pulau Aru, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku (KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA)

Beberapa hari belakangan ini, di Indonesia telah terjadi lonjakan harga beras yang signifikan di pasar-pasar. Menurut laporan dari berbagai sumber berita, harga beras telah melonjak tajam dalam beberapa hari terakhir ini, menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat terkait kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari . 

Sebuah artikel terbaru menyoroti bahwa kenaikan harga beras tersebut telah menimbulkan tekanan ekonomi yang besar bagi banyak keluarga, terutama yang berasal dari lapisan ekonomi menengah ke bawah. Dalam konteks ini, menjadi semakin penting untuk mempertimbangkan kembali konsumsi pangan lokal sebagai alternatif yang layak di tengah kenaikan harga beras yang sedang terjadi.

Konsumsi beras: tantangan dan dampaknya

Beras telah lama menjadi makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Namun, kenaikan harga beras yang signifikan telah memberikan tekanan besar pada banyak keluarga. Harga beras di pulau Jawa saja sudah melonjak tajam, bagaimana dengan di Maluku yang konsumsi berasnya masih tergantung pasokan dari luar seperti dari pulau Jawa, sudah tentu harganya makin melambung.

Pertumbuhan ekonomi yang tidak merata, kebijakan perdagangan yang kompleks, dan perubahan iklim adalah beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kenaikan harga ini. Tidak dipungkiri juga fenomena kenaikan harga beras yang dimanfaatkan sebagai komoditas politik terutama terhadap proses pemilihan umum yang baru dilakukan. 

Kenaikan harga beras memberikan dampak langsung pada daya beli masyarakat. Keluarga dari lapisan ekonomi menengah ke bawah terpaksa mengalokasikan sebagian besar pendapatan mereka untuk membeli beras, menyisakan sedikit ruang untuk kebutuhan lainnya, termasuk pendidikan dan kesehatan. 

Meskipun Indonesia adalah produsen beras terbesar keempat di dunia, kita masih mengimpor beras dari negara-negara seperti Vietnam dan Thailand.

Ketergantungan ini meningkatkan kerentanan terhadap fluktuasi harga global dan ketidakpastian pasokan. Produksi beras dalam skala besar sering kali memerlukan penggunaan pestisida dan pupuk kimia yang dapat merusak lingkungan dan kesehatan manusia. Selain itu, tanaman padi membutuhkan air yang cukup banyak, menyebabkan tekanan terhadap sumber daya air di daerah produksi.

Mengapa Pangan Lokal Maluku?

Di tengah tantangan yang dihadapi konsumsi beras, pangan lokal Maluku menawarkan alternatif yang menarik dan berkelanjutan. Maluku kaya akan sumber daya alam, termasuk beragam jenis pangan lokal seperti sagu, umbi-umbian, sukun, dan lainnya. Konsumsi pangan lokal dapat membantu menjaga keanekaragaman genetik dan menurunkan risiko ketidakseimbangan pangan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun