Mohon tunggu...
Helenerius Ajo Leda
Helenerius Ajo Leda Mohon Tunggu... Buruh - Freedom

Borjuis Mini dan Buruh Separuh Hati

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menakar Kuasa Media Oligarki dalam Politik 2024

12 Oktober 2023   08:03 Diperbarui: 12 Oktober 2023   08:11 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Isu tentang pengaruh media dalam politik menjadi topik yang semakin relevan dan penting untuk diperdepatkan. Hal ini karena media dan politik memiliki kaitan dengan proses reproduksi pengetahuan, diskursus wacana dan reorganisai kekuasaan.

Jika berdebat dalam konteks menjelang menjelang Pemilihan umum 2024 mendatang, tentunya isu simbiotik media dan politik tidak akan habis-hasisnya dipergunjingkan.

Sebagai intrumen yang memiliki peran yang sangat menentukan dalam membentuk persepsi politik publik dan mempengaruhi keputusan publik, media acap kali melahirkan polarisasi dan fragmentasi di akar rumput.

Hasil survei Litbang Kompas (2023) setidaknya dapat mengafirmasi hal ini, bahwasannya di masa Pemilu 2024 terjadi kerentanan keterbelahan dan perpecahan politik. Kerentanan ini merupakan implikasi dari beoperasinya kuasa media dalam politik.

Sejumlah analis para pakar dan pengamat menakar bahwasanya dibalik polarisasi media dalam politik, sebenarnya merupakan polarisasi kuasa ologarki media, yang tengah mereorganisasi kekuasaan dengan membentuk wacana dan diskursus pengetahuan.

Oligarki dan Media Dalam Kacamata Kuasa Politik

Oligarki adalah sistem pemerintahan di mana kekuasaan berpusat pada sekelompok kecil individu atau keluarga dengan kekayaan dan pengaruh yang sangat besar. Menurut Jeffrey Winters oligarki adalah upaya politik untuk mempertahankan kekayaan atau kemakmuran.

Winters menggambarkan bahwa, munculnya pola ketimpangan yang makin dalam di sejumlah negara demokrasi, termasuk Indonesia menunjukan dominasi oligarki ke dalam demokrasi. Kuasa oligarki kemudian membuat kualitas demokrasi mengalami kemunduran.

Oligarki bisa muncul dalam demokrasi karena beberapa hal diantaranya, pertama, Kemapuan mayarakat sipil masih terbatas dan tidak mampu mengimbangi kapasistas dimiliki kelompok oligarki.

Gerakan sipil menjadi gerakan yang soliter dan kadang liar, karena kehilangan sambunganya dengan negara, salah satu instrument penghubung antara masyarakat sipil dengan negara yakni parpol telah terkartelisasi kuasa oligarki (Hargens, 2023).

Kedua, konsentrasi kekayaan yang terpusat di tangan sekolompok kecil orang, yakni elit negara, elit parpol, pengusaha/pemodal. Kekayaan itu dapat digunakan untuk berbagai agenda, temaksuk reorganisasi kekuasaan dan modal, disamping juga terjadi di tengah transaksional sistem politik.

Ketiga, tidak ada badan atau institusi yang sah untuk mencegah oligarki mengontrol partai atau faktor-faktor elektoral lainnya. Dengan mudahnya pemilik modal mendirikan partai politik yang pendanaannya bersifat top down dari atas oleh oligarki bersangkutan, tidak ada parpol yang dibiayai bottom up dari bawah.

Dalam konteks politik media, oligarki media digambarkan ketika pemilik media yang biasanya adalah pemodal cum politisi memiliki kepentingan politik dominan. Kemudian mereka mengendalikan sebagian besar pemberitaan dalam platform media baik itu media cetak, televisi, radio, atau media sosial untuk mempengaruhi opini dan persepsi publik. Dengan lain perkataan, mereka mendikte narasi politik yang akan diberikan kepada masyarakat.

Mengapa kuasa media oligarki sangat berbahaya dalam politik dan demokrasi? Pertama, media memiliki kekuatan besar dalam menyampaikan pesan kepada masyarakat. Mereka secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi persepsi dan opini masyarakat terkait dengan isu-isu politik tertentu. Dalam demokrasi yang sehat, seharusnya terdapat akses yang adil terhadap informasi yang objektif dan beragam. Namun, ketika media dikuasai oleh segelintir orang atau kelompok, keadilan dalam akses informasi menjadi terancam.

Kedua, media oligarki dapat memanipulasi opini publik dan mengendalikan narasi politik. Mereka dapat memanipulasi berita atau memberikan liputan tidak seimbang sehingga menciptakan ketidakobjektifan dalam proses politik. Dalam konteks Pemilihan Umum 2024, hal ini dapat menyebabkan distorsi dalam pandangan masyarakat terhadap calon-calon yang berkompeten dan berpotensi merusak proses demokrasi yang seharusnya adil dan terbuka.

Ketiga, kuasa media oligarki secara tidak langsung juga berdampak terhadap keterpinggiran suara-suaran alternatif dalam politik. Media yang dikuasai oleh kelompok-kelompok tertentu cenderung mengabaikan atau mengecilkan suara-suara minoritas atau oposisi. Ini berarti bahwa pendapat dan pandangan yang berbeda tidak lagi memiliki platform yang setara untuk didengar oleh masyarakat.

Pendidikan Kritis

Menghadapi momentum Pemilu 2024 mendatang, sangat penting bagi kita untuk meningkatkan kesadaran akan kuasa media oligarki dan dampaknya terhadap politik dan demokrasi. Kita perlu mendorong kebebasan media sebagai jantung demokrasi dan transparansi dalam pemberitaan yang adil dan berimbang dengan media tandingan atau media alternatif sebagai antithesis dari media oligarki mainstream.

Selain itu, sebagai masyarakat, kita perlu menjadi konsumen media yang kritis dan cerdas. Kita harus mampu memilah informasi, menyaring berita yang objektif, dan melihat melampaui narasi yang dihadirkan oleh media dominan dengan pendidikan kritis.

Pendidikan kritis menghasilkan kesadaran kritis, dan kesadaran kritis mendorong kebutuhan untuk berubah, termasuk dalam berdemokrasi. Demokrasi yang sehat membutuhkan akses yang adil terhadap informasi, pengawasan yang ketat terhadap media, dan partisipasi aktif dari masyarakat dalam proses politik, untuk mendistorsi kuasa media oligarki dalam politik.

Melalui kesadaran dan aksi kolektif, kita dapat memastikan bahwa momentum politik tahun 2024 tidak lagi berada di bawah wacana pemberitaan yang mendistorsi demokrasi, melainkan berlandaskan pada prinsip keadilan, integritas, dan kebebasan. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun