Akibat menganut sistem ekonomi-politik neoliberal, pemerintahan Indonesia harus melepaskan perannya kepada pasar (investor) dalam mengelola sektor-sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak seperti transportasi, jalan, sumber daya air dan irigasi, telekomunikasi dan informatika, ketenagalistrikan, minyak dan gas bumi dan sektor vital lainnya. Mekanisme neoliberal ini yang dalam rumusan Alexander Jebadu disebut sebagai "Drakula Abad 21".
Karenanya, tundingan bahwa kebijakan pelepasan saham Bandara Kualanamu dapat membahayakan ekonomi dan kedaulatan/otoritas negara, tidak lain merupakan tundingan terhadap kebijakan ekonomi politik neoliberalisme yang telah menjadi suatu modus diskursus yang hegemonik yang mengakar dalam sejarah republik ini. Pengaruhnya begitu mendalam bahkan menjadi praktik kolektif dalam menata dan mengelola negara.
Demikian negara dalam skema ekonomi politik neoliberalisme akan berbentuk menjadi weak state (negara lemah). Yakni negara yang tidak berdaya di hadapan kuasa mondial karena kehilangan kedaulatan dan otoritasnya. Juga menjadi failed state (negara gagal). Yakni negara yang gagal mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi rakyatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H