Transisi Energi yang Berkeadilan Bagi Kelompok Rentan: Menuju Masa Depan Berkelanjutan
Transisi energi global menuju keberlanjutan menjadi agenda utama di berbagai forum internasional. Proses ini bertujuan menggantikan sumber energi fosil dengan energi terbarukan, sebagai langkah untuk mengurangi dampak perubahan iklim.Â
Namun, transisi ini tidak boleh mengabaikan kelompok rentan yang sering kali menjadi korban dari ketidakadilan energi. Dalam konteks ini, "transisi energi yang berkeadilan" menjadi sangat krusial, menuntut pendekatan yang inklusif agar manfaat dari energi bersih dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali.
Transisi energi yang berkeadilan menekankan pada distribusi manfaat energi terbarukan yang merata, termasuk bagi kelompok-kelompok yang sering kali terpinggirkan, seperti masyarakat miskin, perempuan, dan masyarakat adat.Â
Hal ini penting karena ketidakadilan energi dapat memperburuk ketimpangan sosial dan ekonomi. Misalnya, masyarakat miskin yang tidak memiliki akses ke energi bersih harus mengandalkan bahan bakar tradisional yang lebih berbahaya, baik bagi kesehatan maupun lingkungan.
Transisi Energi di Indonesia: Tantangan dan Peluang
Di Indonesia, transisi energi menghadapi tantangan besar, terutama dalam hal kesenjangan akses energi. Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, sekitar 7 juta rumah tangga di Indonesia masih menggunakan bahan bakar padat sebagai sumber energi utama. Hal ini menunjukkan betapa banyak kelompok rentan yang belum mendapatkan akses terhadap energi bersih.
Salah satu contoh konkret adalah di kawasan pesisir di Sulawesi Selatan, di mana masyarakat nelayan dan petani miskin menghadapi kesulitan besar dalam mengakses listrik.Â
Banyak dari mereka yang masih mengandalkan lampu minyak tanah atau generator diesel yang tidak hanya mahal, tetapi juga mencemari lingkungan. Ini mengindikasikan bahwa meskipun pemerintah telah mengembangkan berbagai program elektrifikasi desa, masih banyak yang belum terjangkau, terutama di daerah terpencil.
Untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut, beberapa inisiatif telah dilakukan di berbagai belahan dunia yang dapat menjadi pembelajaran berharga. Di India, misalnya, program "Ujjwala Yojana" memberikan subsidi kepada keluarga miskin untuk beralih dari bahan bakar kayu ke LPG.Â
Program ini tidak hanya mengurangi deforestasi tetapi juga meningkatkan kualitas hidup keluarga miskin dengan mengurangi risiko kesehatan akibat asap dari pembakaran kayu.
Di Indonesia, program yang sejenis seperti "Listrik Desa" yang diluncurkan oleh PLN juga diharapkan dapat mempercepat akses energi ke daerah-daerah terpencil. Namun, agar transisi ini benar-benar berkeadilan, perlu ada pendekatan yang lebih inklusif.Â