Mohon tunggu...
Helen Clara Manua
Helen Clara Manua Mohon Tunggu... Mahasiswa - She/her

Pemilik profil ini adalah seorang mahasiswa Edutech yang juga sedang belajar menjadi guru seni musik. Menuangkan apa yang sudah pernah dipelajari sebelumnya kedalam tulisan. Yuk, saling bertukar opini di Kompasiana^^^

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

John Locke: Pendidikan Membuat Perbedaan Besar di Antara Manusia

3 Januari 2022   13:47 Diperbarui: 3 Januari 2022   14:33 4342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Filsafat memiliki peranan penting dalam dunia pendidikan. Melalui filsafat, manusia dapat memuaskan rasa ingin tahun mereka, mendorong manusia untuk berpikir tentang apa yang ingin diketahuinya. Dengan filsafat, manusia akan menjadi pandai dan dengan kepandaian yang dimiliki manusia pun harus menjadi pribadi yang bijaksana. Untuk menjadikan manusia seorang pandai yang bijaksana, maka elemen-elemen pendidikan perlu untuk menjadikan filsafat sebagai dasar dalam menyelenggarakan pendidikan. Menurut Arbi Z. (1998) tujuan filsafat pendidikan yaitu untuk menginspirasi para pendidik untuk melaksanakan ide tertentu dalam pendidikan, menganalisis, mengpreskripsikan, dan menginvestigasi. Dalam tulisan ini kita akan melihat sebuah pandangan terhadap pendidikan dari salah satu Filsuf, yaitu John Locke yang dikenal sebagai juru bicara Liberalisme. Selain memiliki pengaruh yang besar di dunia politik, pandangan John Locke juga memiliki pengaruh dalam perjalanan dunia pendidikan.

Pemikiran dan Teori John Locke secara umum

1. Tabula Rasa

Let us then suppose the mind to be, as we say, white paper, void of all characters, without any ideas: How comes it to be furnished? Whence comes it by that vast store which the busy and boundless fancy of man has painted on it with an almost endless variety? Whence has it all the materials of reason and knowledge? To this I answer, in one word, from experience.

Kutipan diatas merupakan kutipan perumpamaan tentang apa itu tabula rasa yang dikemukakan oleh John Locke dalam An Essay Concerning Human Understanding. Walaupun John Locke mengagumi karya dari Descartes, tetapi ia menolak segala prinsip, sistematis, dan moral yang bersifat a priori. Menurut John Locke, pada mulanya manusia terlahir bagai kertas putih, kosong dan tidak ada ide, kecenderungan, bahkan kebiasaan bawaan. Setelah menjalani proses mengenali dunia dan lingkungan sekitarnya, manusia mendapatkan pengalaman yang memberikan kesan pada dirinya, dimana pengalaman tersebut bisa didapatkan manusia secara lahiriah dan secara batiniah.

2. Konsep Pendidikan

Salah satu karya John Locke tentang pendidikan adalah sebuah buku yang berjudul Some Thoughts Concerning Education yang merupakan kumpulan renungan dengan topik pendidikan. Berikut ini merupakan beberapa kutipan dalam buku tersebut:

I think I may say that of all the men we meet with, nine parts of ten are what they are, good or evil, useful or not, by their education.

Virtue is that a man i sable to deny himself his own desires, cross his own inclinations, and purely follow what reason directs as best, though the appetite lean the other way.

Berdasarkan dua kutipan tersebut, dapat dilihat Locke memiliki keyakinan bahwa pendidikan moral memiliki peran penting dalam perkembangan manusia, dan tujuan pendidikan bukanlah untuk menciptakan manusia yang cerdas melainkan untuk menciptakan manusia yang berbudi luhur, serta memungkinkan ia memiliki kendali rasional atas hidupnya. Menurutnya, baik atau jahat manusia bergantung pada bagaimana didikan yang mereka dapatkan. Peran orangtua terhadap kehidupan anak-anak sangatlah penting, karena anak-anak sudah bisa berpikir nalar sejak dini sehingga butuh peranan orang tua untuk menanamkan kebiasan berpikir rasional. selain itu, orang tua juga harus menghabiskan banyak waktu dengan anak-anaknya dan menyesuaikan pendidikan dengan karakter dan keistimewaan yang ada dalam diri mereka.

Refleksi Terhadap Teori dan Pemikiran John Locke dalam Pendidikan

1. Antropologi

Secara antropologi, John Locke berpandangan bahwa manusia adalah makhluk yang mengenal dunia lewat persepsi indriawi yang disebut sebagai pengalaman. Itulah alasan mengapa Locke menolak segala hal yang bersifat a priori. Walaupun John Locke meyakini bahwa manusia adalah makhluk individual, namun perkembangan manusia bukan hanya berdasarkan apa yang dilihat dan dirasakan tetapi juga dari bagaimana mereka mendapatkan didikan dari orang lain atau lingkungan sekitar. 

Pengalaman yang manusia dapatkan dari hasil berinteraksi dengan dunia adalah pengetahuan yang kemudian membantu manusia memiliki ide-ide. Ide-ide tersebut muncul dari hasil penggabungan idea-idea simpleks yang terpisah-pisah menjadi idea kompleks. Ada satu keresahan dari John Locke yang berhubungan dengan pikira anak-anak. John Locke mengatakan bahwa anak-anak yang lahir dengan pikiran netral dan kosong berpotensi menjadi orang yang bebas dan rasional. Menurut Locke itu adalah hal yang wajar; sayangnya kesadaran akan kebebasan dan rasionalis ini sering dijatuhkan atau dihilangkan dengan atau melalui prasangka atau pemahaman yang dapat meninggikan penindasan dan kesesatan.

2. Etika

Secara etika, pemikiran dan pandangan John Locke sangat menarik untuk dilihat dan kita refleksikan dalam menjalankan pendidikan di masa kini. Pandangan John Locke terhadap pendidikan yang baik adalah menciptakan seorang yang berbudi luhur diatas kecerdasan sangat mendukung tujuan pendidikan menurut UU no. 2 tahun 1985 yaitu “Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia yang seutuhnya, yaitu bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, memiliki pengetahuan, sehat jasmani dan rohani, memiliki budi pekerti luhur, mandiri, kepribadian yang mantap, dan bertanggung jawab terhadap bangsa. Untuk menjadikan manusia yang berbudi luhur, John Locke berpendapat bahwa manusia harus menjadikan rasa sakit dan rasa nikmat sebagai dasar moral. 

Ada satu prinsip yang menurut Locke perlu untuk dijalankan manusia, yaitu Prinsip Keutamaan. Prinsip keutamaan adalah kemampuan untuk menumbangkan selera dan keinginan seseorang terhadap perintah akal. Jika manusia dapat menjadikan rasa sakit dan rasa nikmat sebagai dasar moral dan menjalankan prinsip keutamaan, maka terciptalah manusia yang akan mampu mematuhi alasan rasional daripada hasratnya. Dalam buku Some Thoughts Concerning Education, Locke memberikan pesan kepada para pendidik.

Menurut Locke anak-anak tidak boleh dipaksakan belajar saat sedang berada pada kondisi tidak mood; tidak boleh dipukuli atau ditegur dengan mengeluarkan kata-kata kasar; lebih melibatkan mereka dalam percakapan dibanding dikuliahi; mengapresiasi ide mereka serta tidak mengekang dan menghukum. Alasan Locke mengatakan hal ini karena pada umumnya anak-anak tidak memahami apa itu aturan; karena tidak memahami apa itu aturan, anak-anak tidak dapat mengingatnya, sehingga mengajar dengan aturan adalah kontraproduktif. Sebaiknya guru perlu merancang pembelajaran yang disesuaikan dengan karakter serta temperamen siswa. Dengan demikian, siswa akan menganggap belajar adalah hal yang menyenangkan, dan semakin berupaya untuk menjadi baik dan menumbuhkan rasa hormatnya terhadap orang lain. 

Ada juga pesan John Locke untuk para orangtua dalam mendidik anak-anaknya. Peran orangtua dalam mengembangkan “prinsip keutamaan” kepada anak-anak memanglah penting; tetapi John Locke mengatakan saat berada pada masa kanak-kanak, orang tua perlu mendidikan anak dengan menumbuhkan rasa takut anak terhadap orangtua tanpa menghilangkan rasa kagum anak terhadap orang tua dan membuat anak merasa bahwa ia tidak disayang. Tujuan dari hal ini untuk membuat anak memiliki rasa hormat. Ketika dewasa, orangtua sebaiknya menunjukkan rasa cinta kepada anak-anaknya dengan lebih menghormati pendapat anak, dan tidak mendidik mereka seperti saat mereka masih kanak-kanak.

3. Epistemologi

Lantas, dari mana sebenarnya manusia memperoleh pengetahuan menurut filsuf John Locke? Secara epistemologi, John Locke mengatakan bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman; hal ini disebut sebagai Empirisme Locke. Mengenai ide, Locke mengatakan bahwa Ide adalah objek pemahaman manusia ketika manusia itu berpikir dan objek dari kesadaran. Ide-ide yang dimiliki manusia bukan berasal dari bawaan, melainkan dari pengalaman; bisa dari pengalaman lahiriah yang terjadi karena adanya bantuan dari panca indera yang menimbulkan sensasi atau perasaan secara langsung dan pengalaman batiniah yang muncul saat kita melakukan introspeksi terhadap sesuatu yang kita lakukan. 

Mengenai pengetahuan, Locke mendefinisikan pengetahuan sebagai sebuah pemahaman atau persepsi tentang hubungan dan kesesuaian atau ketidaksesuaian dari ide-ide kita yang diterima dari sensasi dan refleksi. Ada 2 jenis pengetahuan menurut Locke, yaitu Pengetahuan aktual dan pengetahuan habitual. Ketika seseorang telah membuktikan bahwa sesuatu betul-betul terjadi dan bisa menunjukkan bukti nyata berupa adanya kesesuaian dan ketidaksesuaian, maka dapat dinyatakan bahwa pengetahuan seseorang bersifat aktual. Jika bukti-bukti tidak ada dalam pandangan aktual dan lebih kepada pengetahuan memori, maka pengetahuan orang tersebut dianggap sebagai pengetahuan habitual.

Penolakan John Locke terhadap penalaran bersifat a priori yang melibatkan intuisi sebagai sumber pengetahuan sekaligus menolak kepercayaan filsuf lain tentang perolehan pengetahuan secara deduktif. Karena itu, John Locke berpandangan bahwa untuk memperoleh pengetahuan manusia bisa menggunakan penalaran induktif. Penalaran ini bertolak dari fakta-fakta khusus ke kesimpulan secara umum. Untuk bisa memperoleh pengetahuan yang benar, manusia perlu konsisten memperhatikan objek maupun gejala tanpa melibatkan pendapat yang datang dari luar, setelah itu fokus mengamati objek dan gejala yang ditangkap indera, dari hasil mengamati kemudian menarik kesimpulan umum berdasarkan gejala yang muncul. 

Menurut para kaum empiris, satu-satunya pengetahuan yang benar dan sejati adalah pengetahuan yang diperoleh melalui pengelaman dan pengamatan pancaindera. Mengapa panca indera penting? Karena semua proposisi yang kita ucapkan adalah hasil laporan dari pengalaman atau yang disimpulkan dari pengalaman. Kita tidak mempunyai konsep atau ide apapun tentang sesuatu kecuali yang di dasarkan pada pengalaman, sementara akal budi hanya bisa berfungsi jika mempunyai acuan ke realitas atau pengalaman.

KESIMPULAN

Setelah melakukan penelusuran terhadap pandangan filsuf John Locke terhadap pendidikan yang direfleksikan secara antropologi, etika, dan epistemologi, dapat disimpulkan bahwa dunia pendidikan perlu lebih memperhatikan lagi tentang pendidikan moral, karena dengan menjadi seorang yang bermoral dan berbudi luhur kita akan lebih peka terhadap bagaimana cara kita memanfaatkan dan membagikan pengetahuan yang kita miliki. Kelak ketika kita menjadi orang tua, diharapkan juga agar kita menjadi sosok orang tu ayang mampu mendidik anak-anak sesuai dengan usia mereka, juga menjadi orang tua yang mendukung pilihan hidup anaknya tanpa memberikan stigma-stigma yang berlebihan untuk menghambat anak memilih jalan hidupnya sendiri.

Referensi:

Vitalis, T. Relevansi Epistemologi John Locke. Jl. Ahmad Yani, No.10 Ruteng, 86508: Program Studi PGSD STKIP Santu Paulus Ruteng, 2019.
Androne, Mihai. Notes on John Locke's views on Education. Romania: Procedia - Social and Behavioral Sciences, 2013.
Rorty, Oksenberg Amelie. Philosophers on Education. London: Taylor & Francis e-Library, 2005.
Hardiman, F. Budi. Pemikiran Modern; dari Machiavelli sampai Nietzche. Yogyakarta: PT Kanisius, 2019.
Daito, Prof, Dr. Apollo. Locke: Some Thoughts Concerning Education. www.kompasiana.com, 2018.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun