Manusia sebagai makhluk yang fana pasti akan mengalami kematian. Semua orang tak terkecuali, akan menghadapinya.
Kematian terasa menakutkan karena penuh dengan misteri. Kita tidak tahu kapan, di mana, dan dalam kondisi bagaimana kita mati.
Biasanya kematian menyebabkan kesedihan dan kehilangan bagi orang-orang yang ditinggalkan, terutama bagi orang-orang dekat.
Kematian orang-orang terkasih seringkali membawa perubahan hidup yang cukup signifikan dan instan dalam hidup kita.
Berduka adalah hal yang wajar terjadi pada saat kita kehilangan orang-orang yang kita kasihi. Termasuk bagi mereka yang percaya bahwa kematian adalah awal hidup baru di dalam kekekalan bersama Tuhan.
Dalam kasus orang yang meninggal telah lama jatuh sakit dan menderita karena sakitnya, tetap saja kematian dirasa menyesakkan. Walaupun kita tahu, orang tersebut sudah tidak menderita lagi sekarang.
Bagi anak-anak yang memiliki hubungan yang kurang baik dengan orang tua yang meninggal, kematian juga seringkali menyakitkan.
Ada rasa cinta, benci, dan penyesalan yang bercampur menjadi satu. Rasa cinta karena walau bagaimana pun almarhum/almarhumah adalah orang tuanya.
Rasa benci dan kecewa yang mungkin masih belum dibicarakan dan diselesaikan dengan tuntas. Rasa menyesal karena merasa belum sempat berbakti dan merawat orang tua. Berharap seandainya waktu dapat berbalik.
Bagi anak-anak yang berusia masih kecil, kematian orang tua sering menyebabkan kebingungan bagi si anak. Hal-hal yang biasanya dijalani secara rutin dengan orang tua, sekarang tidak dapat lagi dilakukan.
Anak-anak belum dapat mengekspresikan rasa duka mereka dan melampiaskan rasa frustasi mereka dengan berbagai cara.
Bagi pasangan suami istri yang kehilangan pasangan, kematian terasa menghancurkan hati dan mengguncang jiwa. Terutama bagi pasangan yang menikah cukup lama dan menganggap pasangannya juga sebagai sahabat baik.
Hidup yang biasanya diarungi bersama-sama, sekarang diarungi sendiri, sehingga menimbulkan rasa kesepian dan ditinggalkan. Untuk istri yang kehilangan suaminya, masalah finansial juga menjadi persoalan baru setelah kematian suami.
Bagi orang-orang yang kehilangan teman baik, kematian juga dapat menyebabkan rasa kesepian dan kehilangan. Tidak ada lagi teman bicara untuk mencurahkan isi hati dan berdiskusi untuk memecahkan persoalan. Tidak ada lagi teman untuk melakukan hobi ataupun sekadar berbincang.
Pertanyaan-pertanyaan seperti “Di mana Tuhan?” dan “Kenapa ini terjadi?” sering terucap saat berduka.
Tidak jarang, rasa marah juga muncul saat berduka. Duka cita juga dapat membuat seseorang merasa rentan dan tidak berdaya.
Tahapan Duka (Grief)
Dalam bukunya “On Death and Dying”, Elizabeth Kübler-Ross, seorang pskikiatri berkebangsaan Swis-Amerika, membagi duka dalam 5 tahap: denial, anger, bargaining, depression, dan acceptance.
Teori yang dikembangkan oleh Elizabeth Kübler-Ross ini dikenal sebagai model Kübler-Ross.
Denial adalah tahap di mana orang yang berduka berpura-pura bahwa kehilangan atau perubahan tidak terjadi atau menolak apa yang terjadi.
Tahap ini memberikan waktu bagi orang yang mengalami duka untuk menyerap secara bertahap hal yang mendukakan dan mulai untuk memprosesnya.
Anger adalah tahap menyalahkan orang lain dan mengalihkan kemarahan kepada keluarga dan teman-teman dekat. Kemarahan adalah usaha menyembunyikan berbagai emosi dan penderitaan yang dialami.
Bargaining adalah tahap untuk mendapatkan kembali perasaan memegang kendali atau dapat mempengaruhi hasil akhir suatu kejadian.
Pada tahap ini, orang yang berduka berandai-andai dengan menciptakan beberapa skenario “what if” dan “if only”. Bargaining membantu menunda kesedihan, kebingungan, dan rasa sakit.
Depression merupakan “tahap diam” dalam berduka. Pada tahap ini, orang yang berduka mengisolasi diri dari orang-orang untuk mengatasi rasa dukanya. Ada rasa kosong, kewalahan atau putus asa yang dirasakan.
Acceptance adalah tahap di mana orang yang berduka dapat menerima realitas kematian orang yang dikasihinya. Dalam tahap ini, emosi menjadi lebih stabil.
Belakangan, David Kesler dalam bukunya “Finding Meaning” menambahkan tahap keenam dalam proses berduka, yakni “meaning”.
Pada tahap ini, seseorang yang berduka mencari makna dibalik kematian orang yang dikasihi dan melanjutkan hidup.
Realitas Duka
Pada kenyataannya, proses berduka tidak selalu mengikuti tahap-tahap yang dikemukakan oleh Kübler-Ross secara berurutan dan linier.
Masing-masing orang mengalami dan memproses duka dengan caranya sendiri yang unik. Waktu yang dibutuhkan oleh tiap-tiap orang juga berbeda.
Sayangnya kita sering melabeli duka yang kita alami ataupun yang orang alami dengan perspektif yang keliru.
Seringkali kita menjadi kurang sabar dengan diri sendiri atau merasa bersalah karena tampaknya kita membutuhkan waktu yang lama untuk mengatasi rasa duka. Atau kita tidak berduka “sebagaimana mestinya”. Tekanan untuk mengatasi rasa duka dengan segera, menjadi lebih berat jika dikaitkan dengan religiositas keimanan.
Padahal kesembuhan dari duka cita merupakan perjalanan multidimensi. Banyak faktor yang mempengaruhi. Tidak ada benar salah dalam proses duka cita.
Berdasarkan pengalaman banyak orang, proses berduka akibat kematian orang yang dikasihi bukan merupakan proses move-on, di mana kita meninggalkan kondisi duka menuju ke hal yang berbeda, yang terjadi dalam satu waktu dengan cepat.
Proses berduka merupakan proses yang move forward, di mana kemajuan berlangsung secara bertahap.
Seiring waktu, kita dapat menerima realita bahwa orang yang dikasihi telah meninggalkan kita dan tidak akan pernah kembali.
Kematian orang yang dikasihi menyebabkan rasa kehilangan dalam diri kita, tapi kita bisa hidup dengan kenyataan itu dan melanjutkan hidup.
Dilansir dari WebMD, ada beberapa hal yang dapat dilakukan pada saat mengalami dukacita akibat kematian orang terkasih.
1. Ambil waktu untuk berduka
Jangan paksa diri untuk segera mengatasi rasa duka dan kehilangan. Tiap orang membutuhkan waktu yang berbeda-beda.
2. Menerima perasaan duka
Beri waktu bagi diri sendiri untuk menerima semua perasaan yang menyertai rasa duka. Berduka adalah suatu proses. Menulis jurnal dapat membantu mengungkapkan hal-hal yang tidak bisa diekspresikan secara verbal.
3. Bicara dengan orang lain
Berbicara dengan anggota keluarga dan teman-teman dapat membantu memberikan perasaan lega.
Berbicara tentang memori indah dan hal-hal baik tentang orang yang meninggal dapat membuat orang berduka menjadi lebih positif dan memudahkannya mencari makna dari kematian orang yang dikasihi.
4. Jaga diri sendiri
Menjaga diri sendiri dengan makan dan olahraga yang teratur serta tidur yang cukup untuk menjaga tubuh tetap sehat dan bugar.
Bagi anggota keluarga atau sahabat dari orang yang berduka, dapat membantu memberikan dukungan seperti mengirimkan makanan atau mengajak berolahraga.
5. Bergabung dengan “support group”
Bergabung dengan support group yang beranggotakan orang-orang yang mengalami duka cita yang sama, akan membantu orang yang berduka merasa lebih terhubung.
Mereka dapat mengungkapkan perasaan tanpa merasa dihakimi dan dapat belajar dari pengalaman orang lain untuk mengatasi duka.
Jika mengalami kesulitan dalam mengatasi rasa duka akibat kematian, seperti kesedihan yang intens dan depresi berkepanjangan, dapat mencari bantuan dari profesional di bidang kesehatan mental.
Untuk orang-orang yang ingin menghibur dan membantu orang-orang yang berduka akibat kematian orang terkasihi, ada beberapa hal yang dapat dilakukan:
1. Beri waktu untuk berduka
Bagi anggota keluarga atau sahabat dari orang yang berduka, beri waktu bagi orang yang berduka cita.
Berikan waktu dan tempat bagi orang yang berduka untuk meluangkan waktunya sendiri untuk mengucapkan selamat tinggal saat pemakaman tanpa harus memberi kotbah supaya orang tersebut bersabar.
2. Mendengarkan
Bagi anggota keluarga atau sahabat dari orang yang berduka, jangan mencoba menyangkal perasaan duka yang dialami orang yang berduka. Biarkan orang tersebut mengungkapkan perasaannya dan coba memahami dari sudut pandang orang tersebut.
Kadang-kadang hanya diam mendengarkan justru sangat membantu orang yang berduka. Terima dengan lapang dada jika orang yang berduka mungkin belum mau berbicara.
3. Hubungi orang yang berduka
Jangan takut untuk menghubungi orang yang berduka walaupun kadang tidak tahu bagaimana cara menghibur mereka.
Kadang-kadang menawarkan bantuan kecil yang memang dibutuhkan, dapat membantu orang yang berduka. Misalnya membelikan kebutuhan sehari-hari atau menjemput anak-anak dari sekolah.
4. Jangan berasumsi
Jangan berasumsi kita mengetahui apa yang dirasakan atau dibutuhkan oleh orang yang sedang berduka.
Jika memungkinkan, tanyakan langsung. Jika mereka belum mau bicara, beri mereka waktu dan tempat sampai mereka siap.
Dukacita yang disebabkan kematian orang-orang yang dikasihi adalah bagian dari perjalanan hidup kita.
Memberi waktu untuk berduka cita memberikan kesempatan bagi kita untuk memahami gambaran besar dari potongan-potongan perjalanan hidup.
Duka cita akibat kematian dapat memperdalam perspektif kita tentang hidup dan memberikan kebijaksanaan.
Dukacita akibat kematian juga dapat menumbuhkan rasa empati terhadap penderitaan orang lain dan keinginan untuk menjadi lebih baik. Jadi, biarkan proses berduka terjadi secara alamiah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H