Saya ingat professor saya mengatakan kepada saya bahwa membaca jurnal ilmiah di bidang yang beliau kuasai seperti makan cemilan. Sementara saya sendiri membaca beberapa jurnal ilmiah malah jadi sakit kepala. Meskipun demikian, beliau tidak pernah berhenti belajar tentang penelitian-penelitian terbaru, bahkan sampai beliau pensiun. Menurut beliau, belajar itu tidak akan pernah selesai sampai kita meninggalkan dunia ini.
Tanpa belajar, kita tidak akan bertumbuh. Dan tanpa bertumbuh, kita sebenarnya mati.
Saya lupa dimana saya membaca nukilan ini. Mungkin di salah satu buku John Maxwell. Semakin kita belajar, semakin kita sadar bahwa kita tidak tahu apa-apa.
Agak Lebih Daripada Agih
Peribahasa lain yang dekat dengan pencitraan adalah agak lebih daripada agih. Peribahasa ini memiliki arti banyak bicara sedikit kerja. Kalau kata orang asing “Not Action Talk Only” atau sering disebut dengan akronim NATO.
Di dunia kerja, orang-orang NATO ini sering membuat jengkel atasan maupun rekan kerja. Biasanya orang-orang ini menguasai forum diskusi dengan mengajukan banyak pertanyaan atau berbicara berbelit-belit. Tidak jarang mereka juga mengkritik ide-ide atau pekerjaan orang lain dan membicarakan kesuksesan yang mereka raih.
Saat diberikan pekerjaan, hasilnya justru mengecewakan. Jauh dari janama diri yang selama ini mereka gaungkan. Laporan tidak selesai atau melebihi tenggat waktu. Ujung-ujungnya, atasan harus turun tangan dan kadang-kadang pekerjaan mereka dialihkan ke rekan kerjanya agar pekerjaan selesai.
Di dunia politik, jangan ditanya berapa banyak politikus yang modelnya seperti ini. Kerjanya hanya mengkritik. Giliran dirinya diberi tanggung jawab memegang posisi tertentu, hasil kerjanya nol besar. Bahkan ada yang sampai diganti saat reshuffle kabinet.
Besar Pasak daripada Tiang
Besar pasak daripada tiang. Lebih besar pengeluaran daripada pendapatan. Peribahasa lain yang agak mirip adalah air mudik sungai, semua teluk diranai. Peribahasa ini memiliki arti orang yang boros dan tanpa perhitungan dalam mengatur keuangan.
Demi janama pribadi, banyak orang yang rela mengeluarkan banyak uang demi mengikuti tren terkini. Belanja barang-barang branded yang sedang in dan mem-postingnya di media sosial. Berlibur ke resort-resort eksotik dan ke mancanegara dengan naik pesawat kelas satu. Hang-out di tempat-tempat yang lagi hype dengan makanan-makanan mewah.
Semuanya didasari oleh motivasi ingin terlihat wah dan berkelas. Akhirnya terjebak hutang kartu kredit yang menumpuk. Ada juga demi terlihat mewah, memakai barang-barang palsu atau yang dikenal barang kW. Demi pencintraan berkelas dan mewah, apa saja dilakukan.