Mohon tunggu...
Helen Adelina
Helen Adelina Mohon Tunggu... Insinyur - Passionate Learner

Try not to become a man of success, but rather try to become a man of value - Einstein

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Mengapa Cokelat Indonesia Kalah Bersaing?

26 Mei 2021   19:21 Diperbarui: 27 Mei 2021   16:57 1683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini terinspirasi dari artikel yang ditulis oleh Pak Tonny Syiariel. (tautan)

Saya penggemar berat cokelat. Kalau sudah makan cokelat, saya jadi lupa diri. Jangankan memikirkan timbangan, orang yang duduk di sebelah juga tidak dilirik. Satu per satu potongan cokelat masuk ke dalam mulut. 

Tahu-tahu tanpa terasa sudah habis satu kotak atau satu batang. “Kok sudah habis?’ bertanya pada diri sendiri tanpa merasa bersalah. He he he.

Dulu seingat saya, ada salah seorang dosen saya yang tertarik untuk meneliti tentang pengolahan biji cokelat. Ketertarikan beliau tentang topik ini didasarkan pada kondisi ironis cokelat Indonesia. Indonesia adalah produsen kakao terbesar ke-3 didunia setelah Pantai Gading dan Ghana.

Berdasarkan data BPS, produksi kakao Indonesia pada tahun 2016 mencapai 658,4 ribu ton (BPS, 2017). Namun produsen cokelat terbaik dunia justru adalah negara-negara Eropa dimana tanaman kakao tidak ditanam di sana. Sayangnya, saya tidak mengikuti hasil penelitian beliau setelah saya lulus kuliah.

Cokelat merupakan hasil olahan biji tanaman kakao (Theobroma cacao). Cokelat pertama kali ditemukan dan digunakan oleh penduduk Mesoamerika kuno tiga ribu tahun yang lalu. 

Cokelat menjadi persembahan para dewa, persembahan raja-raja dan minuman para bangsawan. Kalau zaman kiwari, cokelat identik dengan romantisme  kisah cinta di hari Valentine.

Selain sebagai lambang cinta di hari Valentine, coklat ternyata memiliki berbagai manfaat bagi tubuh. Kandungan flavonoid pada cokelat bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan otak. Flavonoid juga mengandung anti oksidan yang dapat mengurangi tekanan darah sehingga mengurangi risiko penyakit jantung.

Cokelat juga mengandung antidepresan sehingga dapat meningkatkan mood. Untuk jenis dark chocolate, coklat jenis ini dapat melepas hormon yang mendorong nafsu makan sehingga berat badan bisa turun.

Berdasarkan jenisnya, kakao dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis: Criollo, Forastero, dan Trinitario. Criollo adalah biji kakao dengan mutu terbaik berkontribusi terhadap 10% dari produksi kakao Indonesia. 

Forastero memiliki mutu sedang merupakan jenis kakao yang paling banyak diproduksi. Sedangkan Trinitario yang merupakan hibrida alami dari Criollo dan Forastero kualitasnya lebih beragam. Produk hilir dari kakao dikembangkan berdasarkan kualitas kakao tersebut.

Secara umum, kualitas kakao Indonesia tidak kalah bersaing dengan kakao dari negara produsen lain. Namun hingga saat ini, hilirisasi produk kakao masih belum optimal. Salah satu permasalahan yang muncul adalah rendahnya mutu kakao Indonesia. Hal ini disebabkan karena penanganan pasca panen yang kurang baik.

Penanganan pasca panen kakao meliputi pemetikan, seleksi buah, pembukaan biji, fermentasi, dan pengeringan. Fermentasi merupakan salah satu proses yang penting dalam pengolahan biji kakao. 

Tujuan utama fermentasi adalah untuk menghasilkan prekursor cita rasa dan aroma kakao khas coklat, membuat warna biji menjadi coklat kehitaman-hitaman, serta mengurangi rasa pahit dan sepat yang ada dalam biji kakao. Selain itu, fermentasi juga bertujuan melepaskan biji kakao dari daging buah dan mematikan biji.

Fermentasi berlangsung selama 5-6 hari untuk varietas Forastero dan 1-3 hari untuk varietas Criolo. Sebelum dilakukan fermentasi, biji kakao disimpankan terlebih dahulu selama beberapa hari hingga seminggu untuk mengurangi keasaman.

Setelah fermentasi, biji kakao harus dikeringkan. Pengeringan dapat dilakukan secara alamiah dengan menjemur biji kakao di bawah sinar matahari langsung ataupun dengan menggunakan mesin penegring (dryer).

Pengeringan secara alamiah berlangsung selama 7-10 hari. Biji kakao harus dibolak-balik secara rutin agar biji kering secara merata. Setelah biji kakao kering, biji kakao dipanggang dengan menggunakan roaster. Selanjutnya, biji kakao digiling menjadi biji-biji kecil.

Kemudian biji-biji kecil kakao digiling kembali selama 2-3 hari sehingga lemak cokelat (cocoa butter) meleleh dan terpisah sehingga diperoleh bubuk kakao sebagai padatan. Penggilingan biji-biji kecil kakao juga bertujuan untuk menghilangkan rasa pahit kakao.

Hingga saat ini, sebagian besar kakao diekspor dalam bentuk mentah berupa biji kering kakao tanpa fermentasi. Hal ini menyebabkan biji kakao Indonesia kalah bersaing di pasar internasional. Padahal jika difermentasi dengan baik, kakao Indonesia dapat mencapai kualitas yang setara dengan kakao yang berasal dari Pantai gading dan Ghana.

Di samping itu, produk kokoa Indonesia juga memiliki keunggulan. Cocoa butter Indonesia memiliki titik leleh (melting point) yang tinggi sehingga tidak mudah meleleh atau lumer. Kandungan asam lemak bebas (free fatty acid) pada cocoa butter Indonesia juag rendah.

Mengapa petani enggan melakukan fermentasi biji kakao? Salah satu penyebab utama adalah proses fermentasi dianggap lama dan ribet. Untuk melakukan fermentasi, setidak-tidaknya harus ada 40 kg biji kakao. 

Ini berarti diperlukan 40 kg biji kakao dalam sepekan. Sedangkan rata-rata kepemilikan lahan kakao petani berkisar 0,5 hektar dengan hasil panen sekitar 50 kg biji kakao kering per tahun.

Untuk memenuhi kapasitas ini, para petani harus bekerja sama mengumpulkan hasil panen yang ada. Sedangkan koperasi-koperasi petani kakao belum banyak. Kalaupun ada, organisasi belum berjalan secara profesional.

Di sisi lain, selisih antara biji kakao fermenatsi dengan nonfermentasi hanya berkisar Rp1.000 – Rp2.000/kg sehingga opsi ini menjadi tidak menarik di mata petani. Padahal jika proses fermentasi dan pengeringannya baik, selisih harga yang lebih besar dapat dicapai, minimal Rp5.000/kg. Harga kakao kering fermentasi 40.000-Rp45.000/kg kakao kering, sedangkan harga biji kakao  nonfermentasi Rp27.000-Rp30.000/kg.

Untuk meningkatkan daya saing kakao Indonesia, permasalahan penanganan pasca panen kakao perlu dicari jalan keluarnya. Pelatihan kepada petani kakao perlu dilakukan. Selain itu, pemberdayaan koperasi petani perlu ditingkatkan agar koperasi dapat beroperasi secara profesional. Tidak saja terkait masalah teknis, tetapi juga mencakup masalah manajerial. 

Koperasi petani yang profesional akan dapat meningkatkan daya tawar petani (bargaining position) dan mengurangi biaya produksi karena alat-alat produksi dapat dipakai secara bersama-sama. Dengan demikian, keberadaan tengkulak - yang sering merugikan petani- dalam rantai pasok dapat dihindari. 

Pemberdayaan dan pengembangan koperasi petani mungkin dapat belajar dari koperasi-koperasi petani  di Eropa seperti Metsa (koperasi petani produk kehutanan di Finlandia), Friesland Campina (koperasi petani susu di Belanda) dan Tereos (koperasi petani gula di Perancis). Ketiga koperasi ini cukup berhasil mengelola koperasi menjadi perusahaan yang profesional. Friesland Campina bahkan menjadi salah satu perusahan diary terbesar di dunia.

Alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan kapasitas fermentasi yang relatif cukup besar untuk ditangani oleh petani ,mungkin dapat diatasi dengan melakukan sinergi antara BUMN dan koperasi petani ataupun para petani secara perorangan seperti yang dilakukan oleh Pabrik Kelapa Sawit (PKS).

Catatan: Penulis bukan seorang ahli pertanian 

Referensi: [1], [2], [3], [4], [5]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun