Untuk memenuhi kapasitas ini, para petani harus bekerja sama mengumpulkan hasil panen yang ada. Sedangkan koperasi-koperasi petani kakao belum banyak. Kalaupun ada, organisasi belum berjalan secara profesional.
Di sisi lain, selisih antara biji kakao fermenatsi dengan nonfermentasi hanya berkisar Rp1.000 – Rp2.000/kg sehingga opsi ini menjadi tidak menarik di mata petani. Padahal jika proses fermentasi dan pengeringannya baik, selisih harga yang lebih besar dapat dicapai, minimal Rp5.000/kg. Harga kakao kering fermentasi 40.000-Rp45.000/kg kakao kering, sedangkan harga biji kakao  nonfermentasi Rp27.000-Rp30.000/kg.
Untuk meningkatkan daya saing kakao Indonesia, permasalahan penanganan pasca panen kakao perlu dicari jalan keluarnya. Pelatihan kepada petani kakao perlu dilakukan. Selain itu, pemberdayaan koperasi petani perlu ditingkatkan agar koperasi dapat beroperasi secara profesional. Tidak saja terkait masalah teknis, tetapi juga mencakup masalah manajerial.Â
Koperasi petani yang profesional akan dapat meningkatkan daya tawar petani (bargaining position) dan mengurangi biaya produksi karena alat-alat produksi dapat dipakai secara bersama-sama. Dengan demikian, keberadaan tengkulak - yang sering merugikan petani- dalam rantai pasok dapat dihindari.Â
Pemberdayaan dan pengembangan koperasi petani mungkin dapat belajar dari koperasi-koperasi petani  di Eropa seperti Metsa (koperasi petani produk kehutanan di Finlandia), Friesland Campina (koperasi petani susu di Belanda) dan Tereos (koperasi petani gula di Perancis). Ketiga koperasi ini cukup berhasil mengelola koperasi menjadi perusahaan yang profesional. Friesland Campina bahkan menjadi salah satu perusahan diary terbesar di dunia.
Alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan kapasitas fermentasi yang relatif cukup besar untuk ditangani oleh petani ,mungkin dapat diatasi dengan melakukan sinergi antara BUMN dan koperasi petani ataupun para petani secara perorangan seperti yang dilakukan oleh Pabrik Kelapa Sawit (PKS).
Catatan: Penulis bukan seorang ahli pertanianÂ
Referensi: [1], [2], [3], [4], [5]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H