Ngobrol ngalor-ngidul tentang kabar masing-masing. Lalu meminta pelayan mengambilkan foto bersama. Setelah itu, masing-masing orang sibuk dengan gawainya sambil menunggu waktu berbuka.
Panitia pun berusaha keras membuat suasana tetap hidup, walaupun kadang banyolannya terasa garing. Tapi memang sulit membuat orang mengalihkan matanya dari gawai dan berinteraksi dengan teman-teman di sekitarnya.Â
Entah memang ada sesuatu yang penting yang ditunggu sehingga mata harus tetap awas terhadap gawai. Atau memang apa yang ada di gawai lebih menarik daripada apa yang di depan mata.
Setelah makanan dihidangkan oleh pelayanan, gawai pun beralih fungsi menjadi kamera untuk mengambil foto. Ada yang fokus mengambil foto hidangan yang disajikan, ada yang selfie, ada yang wefie. Lalu ada foto beramai-ramai lengkap dengan hidangan yang disajikan. Ada yang demi foto yang sempurna untuk diunggah ke Instagram, pengambilan foto pun berulang kali dilakukan. Setelah selesai, baru makanan boleh dimakan. Kemudian foto-foto tadi pun langsung diunggah ke Instagram dengan tagar #bukber#.
Selesai makan, beberapa orang mencoba mencairkan suasana lagi dengan membuka pembicaraan. Sedang yang lain, mendengarkan dengan mata tetap tertuju pada gawai.Â
Entah benar-benar mendengarkan atau tidak, tak ada yang tahu pasti. Hilang sudah kehangatan, hilang sudah kebersamaan. Kita hanyalah individu-individu yang kebetulan berkumpul pada ruang yang sama di waktu yang sama.
Alone together tidak hanya terjadi saat kita berkumpul saat acara-acara bersama seperti buka bersama ataupun reuni.Â
Kemarin selepas pulang kantor, saya mampir ke salah satu mal untuk membeli buku yang saya perlukan. Kalau memesan secara online, butuh waktu beberapa hari baru sampai. Karena butuh cepat, saya terpaksa datang langsung ke toko.Â
Setelah selesai membeli buku, saya mampir memesan pizza untuk dibawa pulang di sebuah tempat makan, yang kebetulan berada tepat di seberang toko buku. Lalu saya melihat ada sebuah keluarga yang sedang berbuka puasa. Suami istri, satu anak perempuan berumur sekitar 5-6 tahun dan anak balita yang masih duduk di high chair.Â
Kondisinya persis gambar iklan salah satu biskuit versi zaman kiwari. Semua angggota keluarga sibuk dengan gawainya masing-masing, termasuk balita yang duduk high chair. Tidak ada percakapan yang terjadi.Â
Dan itu berlangsung selama saya menunggu pesanan. Sebuah ironi yang terpampang di depan mata: bekumpul bersama dalam dunianya masing-masing. Saya tidak bermaksud menghakimi karena tiap keluarga punya aturannya masing-masing.