Ketika berbicara tentang Kepulauan Riau (Kepri), kita tak hanya membahas gugusan pulau-pulau nan indah, tetapi juga menghadapi kenyataan pahit mengenai berbagai masalah yang melingkupi wilayah strategis ini. Terletak di jalur Selat Malaka, salah satu selat tersibuk di dunia, Kepri memiliki peran vital sebagai pintu gerbang Indonesia dalam arus perdagangan global. Sayangnya, tantangan penegakan hukum laut yang diatur dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) menjadi pekerjaan rumah yang tak kunjung selesai, baik karena dinamika regional maupun keterbatasan domestik.
Konteks UNCLOS di Kepulauan Riau
Indonesia telah meratifikasi UNCLOS melalui UU No. 17 Tahun 1985, yang memberikan kerangka hukum internasional terkait hak dan kewajiban negara-negara pantai. UNCLOS mengatur berbagai aspek pengelolaan laut, seperti wilayah teritorial sejauh 12 mil laut (Pasal 3), Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sejauh 200 mil laut (Pasal 57), hingga kewajiban negara dalam melindungi lingkungan laut (Pasal 192).
Kepulauan Riau, sebagai wilayah strategis, menjadi episentrum penerapan prinsip-prinsip UNCLOS. Dengan posisi geografisnya yang berada di Selat Malaka, laut Kepri menjadi jalur transit utama kapal internasional, zona kaya sumber daya laut, dan area yang berbatasan langsung dengan negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Vietnam. Namun, tantangan multidimensi terus mengintai implementasi aturan ini, baik yang bersifat internal maupun eksternal.
Tantangan Penegakan UNCLOS di Wilayah Kepri
1. IUU Fishing (Penangkapan Ikan Ilegal, Tidak Dilaporkan, dan Tidak Diatur)
Maraknya aktivitas ilegal, unreported, and unregulated (IUU) fishing di wilayah ZEE Indonesia menjadi ancaman serius bagi Kepri. Berdasarkan Pasal 73 UNCLOS, Indonesia memiliki hak untuk menangkap, menahan, dan menghukum kapal asing yang melanggar aturan perikanan di wilayah yurisdiksi nasional. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa upaya ini belum optimal.
Minimnya sumber daya pengawasan, seperti kapal patroli dan teknologi radar, membuat banyak pelanggaran oleh kapal asing tidak terdeteksi. Nelayan lokal Kepri yang menggunakan alat tangkap tradisional juga sering dirugikan oleh keberadaan kapal-kapal asing yang berteknologi canggih, sehingga kesenjangan ekonomi semakin melebar di kawasan ini.
2. Pencemaran Lingkungan Laut
Sesuai dengan Pasal 192 UNCLOS, negara-negara yang meratifikasi konvensi ini wajib melindungi dan melestarikan lingkungan laut. Namun, laut Kepri terus menjadi korban pencemaran akibat aktivitas manusia, terutama dari tumpahan minyak kapal tanker yang melintasi Selat Malaka. Insiden pencemaran ini tidak hanya merusak ekosistem laut, tetapi juga menghancurkan mata pencaharian masyarakat pesisir yang bergantung pada hasil laut.
Sayangnya, klaim tanggung jawab terhadap kapal asing yang mencemari wilayah ini sering kali sulit diwujudkan. Kelemahan dalam sistem hukum nasional dan diplomasi internasional membuat Indonesia tidak mampu menuntut kompensasi atau menegakkan aturan dengan tegas.
3. Konflik Perbatasan dengan Negara Tetangga
Wilayah Kepri, khususnya di Laut Natuna Utara, sering menjadi sorotan dalam konflik perbatasan laut. UNCLOS melalui Pasal 56 dan 76 telah menetapkan hak Indonesia atas ZEE dan landas kontinen di kawasan ini. Namun, klaim sepihak China melalui "Nine-Dash Line" yang mencakup wilayah ZEE Indonesia memunculkan ketegangan yang terus berulang.
Patroli kapal-kapal China di perairan Natuna Utara, yang sering kali dibarengi dengan eksplorasi sumber daya laut, menunjukkan lemahnya implementasi Pasal 301 UNCLOS yang menyerukan penyelesaian sengketa secara damai dan tidak mengancam kedaulatan negara lain.
Selain itu, minimnya kerja sama antara Indonesia dan negara-negara tetangga di Selat Malaka untuk menegakkan aturan pada Pasal 123 UNCLOS---yang menekankan pentingnya kerja sama dalam pengelolaan laut semi-tertutup---menjadi kendala besar dalam menjaga stabilitas kawasan.
4. Infrastruktur dan Teknologi yang Terbatas
Penegakan UNCLOS di Kepulauan Riau juga terkendala oleh kelemahan infrastruktur pengawasan. Berdasarkan Pasal 94 UNCLOS, setiap negara harus memastikan adanya pengawasan efektif terhadap kapal yang mengibarkan bendera nasionalnya. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa Indonesia masih kekurangan teknologi dan fasilitas modern untuk memonitor aktivitas maritim secara real-time.
Sistem radar yang terbatas, kurangnya kapal patroli, dan minimnya integrasi data maritim menjadi tantangan besar bagi pemerintah daerah dan pusat dalam menjaga wilayah laut Kepri dari pelanggaran hukum internasional.
5. Kepentingan Ekonomi vs. Kelestarian Laut
Laut Kepri yang kaya sumber daya sering kali menjadi arena tarik-menarik kepentingan antara eksploitasi ekonomi dan kelestarian lingkungan. Sumber daya minyak dan gas di kawasan ini, misalnya, telah menjadi tumpuan pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara. Namun, eksploitasi yang tidak terkontrol dapat melanggar prinsip-prinsip UNCLOS terkait perlindungan lingkungan laut, khususnya dalam Pasal 145 yang mengatur pencegahan dampak eksplorasi terhadap ekosistem laut.
Solusi yang Dapat Ditempuh
Untuk mengatasi tantangan ini, Indonesia perlu mengambil langkah-langkah strategis:
1.Peningkatan Kapasitas Pengawasan: Pemerintah harus memperkuat infrastruktur pengawasan maritim dengan teknologi modern, seperti sistem radar berbasis satelit, drone maritim, dan kapal patroli canggih.
2.Kerja Sama Regional: Meningkatkan kolaborasi dengan negara-negara tetangga melalui mekanisme regional, seperti ASEAN, untuk menegakkan aturan UNCLOS secara kolektif.
3.Penegakan Hukum yang Tegas: Memberikan sanksi tegas terhadap pelanggar, baik domestik maupun asing, untuk menegakkan prinsip-prinsip hukum laut secara konsisten.
4.Pelibatan Masyarakat Lokal: Memberdayakan nelayan lokal untuk berpartisipasi dalam pengawasan dan perlindungan laut, sekaligus memberikan dukungan teknologi dan akses ke pasar.
Kesimpulan
Penegakan UNCLOS di wilayah strategis seperti Kepulauan Riau adalah tantangan besar yang melibatkan banyak faktor, mulai dari dinamika geopolitik hingga kelemahan domestik. Namun, dengan komitmen bersama dan langkah nyata, Indonesia dapat menjaga kedaulatan dan keberlanjutan wilayah lautnya. Janji UNCLOS bukanlah sekadar teks hukum, tetapi harus diwujudkan menjadi realitas yang melindungi laut Kepri dan masyarakat yang menggantungkan hidupnya di sana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H