Mohon tunggu...
Helena Annisa
Helena Annisa Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

The Pluviophile.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

AL4y itu Kreatif!

18 Februari 2013   08:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:07 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Semua orang pasti sudah tahu apa istilah "Alay". Alay, kependekan dari anak lebay atau anak layangan ini merupakan stereotipe yang menggambarkan gaya hidup yang norak atau kampungan. Di samping itu juga, alay kerap kali bertindak berlebihan dan selalu berusaha untuk menarik perhatian banyak orang.

Lalu? Bukan, saya bukan ingin menjelek-jelekkan alay, justru saya ingin protes.

Saya pernah menjadi seorang alay, dan saya yakin hampir semua orang yang seumuran, adik kelas, kakak kelas saya pasti pernah menjadi alay. Beberapa tahun yang lalu, saat saya masih menginjak bangku SMP, virus alay merebak kemana-mana.  Faktanya waktu itu, kalau tulisan sms gak alay berarti gak gaul. Benar, kan?

Tentu saja sekarang alay sudah tidak zaman lagi meskipun masih saja ada orang yang menjadi alay abadi. Oke, itu hak mereka. Dan yang saya tak habis fikir adalah, mengapa remaja-remaja sekarang menjadi seperti menjelek-jelekkan alay padahal mereka sendiri seorang mantan alay! Hell-o, ngaca dulu sebelum ngatain orang!

Untuk contoh, sekitar dua minggu yang lalu, saya pernah update status di akun Facebook saya seperti ini, "cakit peyut :(". Saya bukan berniat alay, saya hanya iseng-iseng saja supaya kelihatan manja (padahal sebenarnya gak kelihatan manja). Lalu beberapa saat kemudian, di beranda saya menemukan status seorang teman seperti ini,
"Sekarang udah gak zaman kali update status alay kayak gini, 'Aduh peyutnya cakit.' atau ngirim ke dinding orang kayak gini, 'Lg apha nieh?'. Ih, kampungan banget! Untungnya udah di-remove!"

Ya ampun, mengapa sampai segitunya mikirin status orang?
Status itu memang sepertinya bukan untuk saya, karena saya lihat kembali, saya masih berteman dengan orang tersebut. Tetapi tetap saja saya merasa tersindir. Saya yakin orang itu juga mantan alay, bahkan bisa lebih parah.

Contoh lagi, saya pernah membaca salah satu tweet dari Media Heureuy Bandung. Tweet itu cukup lucu menurut saya. Namun tetap saja, saya merasa ingin protes. Kira-kira bunyi tweetnya begini (ditranslate ke Bahasa Indonesia) "Kalau laper, ya makan, bukannya ngetweet. Emangnya di twitter ada tukang nasi uduk! Meni alay!" Lalu ada satu lagi, hampir sama. "Kalau ngantuk, ya tidur, bukannya update status. Situ kira si Facebook jualan spring bed!"

Baiklah, saya jadi ingin bahas, nih.
Biasanya seseorang kalau update status begitu pasti dalam keadaan tidak bisa melakukan apa yang dia curhatkan di status atau tweet tersebut. Ngerti, gak? Maksudnya begini. Jika seseorang update status lapar atau ngantuk, pasti orang itu berada dalam keadaan tidak bisa makan atau tidur. Ini memang bukan hasil survei, tapi ini termasuk pengalaman saya, kok. Saya juga sering update status seperti itu. Lapar, ngantuk, atau apalah. Tetapi nyatanya, saya tidak bisa makan atau tidur karena saya sedang mengikuti pelajaran, misalnya, atau saya sekarang sedang Prakerin, saya seringkali merasa lapar dan tentu saja saya tidak bisa makan sebelum waktunya, kan? Apalagi tidur. Jadi, ya kesimpulannya begitulah. Bukannya orang itu alay atau bagaimana! Baiklah, yang tadi saya sedang mengikuti pelajaran lalu update status bagi yang masih sekolah jangan ditiru, ya! Hehe.

Teman saya juga pernah update status seperti ini, "Kalo kehujanan neduh dong, bukannya update status haha :D" Oke, yang ini memang benar.

Lalu untuk contoh yang lainnya, baru saja saya dan sahabat saya ngubek-ngubek profil Facebook orang. Sahabat saya membuka album foto, dan jadilah kami menemukan banyak sekali foto yang -masih- alay. Sahabat saya nyeletuk, "Ih, ini fotonya masih alay!" Saya hanya tertawa.
Saya juga tidak bisa memungkiri, saya sering tertawa jika menemukan foto alay teman Facebook saya. Pasti tahu kan, pose foto cewek yang menyimpan telunjuknya di bibir? Nah, itu yang paling sukses mengocok isi perut saya. Saya tidak munafik, saya belum pernah berpose foto seperti itu sekalipun waktu saya masih alay. Jadilah saya ngetawain orang. :D

Kembali lagi ke alay. Menurut saya, alay punya rasa kebersamaan yang baik. Mereka punya komunitas sendiri, lho. Dan saya juga yakin solidaritas dari komunitas itu tinggi-tinggi. Alay itu unik, mereka bisa kefikiran gitu nulis sms sampai mengkombinasikan huruf dan angka atau kalau tidak mereka menulis huruf sms seperti ini, "Haii, LghiE aPha Nih?" Atau untuk yang pacaran, "Aqu cHaiiank bGdth Cmha Qmoe". Alay banget, kaaaan? Eh, maaf.
Saya jadi penasaran. Siapa, sih, orang paling pertama yang menciptakan tulisan alay seperti itu?
Bagaimanapun, alay juga mempunyai sisi positif, menurut saya.

Yah, saya hanya bisa nulis disini. Menumpahkan semua unek-unek saya tentang judges dari mantan alay. Saya tidak memihak kemana-mana, kok. Honestly, saya juga masih sering keceplosan ngatain orang alay, meskipun hanya bercanda. Tetapi untuk tulisan ini, saya tidak bercanda. Rasanya, saya ingin sekali bisa teriak di depan muka orang yang ngatain orang alay, "Ngaca dulu, deh lo! Bukannya lo juga mantan alay!" Tetapi itu tidak mungkin, saya tidak mau menjadi penyebab perang dunia ketiga.

So, ngapain nge-judge orang kalo sendirinya mantan alay akut? AL4y itu kreatif gitulho!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun