Mohon tunggu...
Heldy Leander
Heldy Leander Mohon Tunggu... -

Ambisius

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerita Cinta di Halte

21 Maret 2014   02:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:41 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkenalkan nama saya Geel. Dalam uasana Kota Kallang yang amat tenang bagai air di pinggir pantai membawa saya kepada ketenangan. Ketika itu saya melihat suasana yang sangat berbeda dari negara saya. Saya sangat senang berada di tempat ini.

Saya memang selalu mencintai ketenangan. Saya datang kesini seorang diri, karena saya ingin ingin mendapatkan sesuatu yang belum pernah saya dapatkan di tempat saya sebelumnya.

Ketika saya sampai di tempat ini, saya merasakan sebuah ketenangan, karena penduduk di tempat ini tidaklah terlalu padat seperti di tempat saya. Seluruh masyarakat disini bersikap baik, dan mempunyai mental yang baik.

Dalam perjalanan menuju hotel di sebuah halte saya melihat seorang wanita yang sangat cantik, parasnya bagaikan seorang bidadari, kulitnya yang putih seperti kapas yang belum tersentuh apapun. Seketika langkah saya terhenti karena mata saya tidak bisa lepas dari setiap gerakannya. Dalam hati berkata, “mungkinkah saya dapat memilikinya?”.

Di persimpangan jalan kami harus terpisah karena dia menaiki bus yang berhenti di halte dekat persimpangan tersebut. Saya tak dapat berbuat apapun karena saya pun belum mengenalnya. Saya berharap dapat bertemu dengannya lagi, karena begitu tenang perasaan saya ketika melihatnya.

Akhirnya saya tiba di hotel tempat saya menginap. Di hotel itu sangat sepi seperti tidak ada yang menempatinya, tetapi ketika saya masuk ke dalam lobby, banyak turis yang sedang menunggu untuk check in ke dalam hotel tersebut.

Saya mendapat kamar di lantai 6, cukup tinggi untuk bisa melihat seluruh kota dengan mata kepala saya sendiri. Menyenangkan berada di dalam hotel, dan kamar hotel tersebut. Semua pelayan yang sangat ramah, dan sangat sigap dalam bertindak.

Ketika jam menunjukkan pukul 19.00 waktu setempat, saya pergi meninggalkan hotel hanya untuk berjalan-jalan menyusuri kota yang sangat tenang. Dalam perjalanan saya teringat seorang gadis yang tadi pagi saya temui, saya berharap dapat bertemu dengannya lagi.

Ketika saya berada di sebuah kota yang bernama Bugis, dekat dengan stasiun MRT, saya takjub dan terhenti pergerakan kaki saya. Saya melihat perempuan itu lagi. Tanpa pikir panjang saya langsung menghampirinya dan saya langsung berbasa-basi kepadanya. “Hello, my name is Geel, whats’s your name?” saya memakai bahasa yang universal karena saya tahu saya tidak sedang berada di negara saya. “Nama saya Nahum” kata perempuan itu sambil tersenyum melihat saya.

Saya terdiam, dan membalas senyumnya, dalam hati berkata,”ternyata perempuan ini bisa berbahasa indonesia seperti saya”. Saya kembali bertanya kepadanya, “apakah kamu orang indonesia?”, “ya tentu, mungkin saya sama seperti kamu” jawabnya. Kami akhirnya mengobrol cukup lama, setelah jam menunjukkan pukul 21.00 waktu setempat, saya mengajaknya untuk makan di sebuah restoran dekat taman, “bagaimana kalo kita makan terlebih dahulu sebelum kamu pulang?”, “iya, kebetulan saya juga sudah sangat lapa” jawabnya sambil tersenyum.

Ketika kami makan, dia mengatakan sesuatu yang membuat jantung saya berdegup dengan kencang,”jika ingin bertemu dengan saya, saya selalu ada di halte pukul 19.00 waktu setempat, karena pada saat itu saya baru pulang kuliah” katanya sambil tersenyum. Saya hanya menjawab,”baiklah saya mengerti”, saya tidak dapat berbicara banyak karena, saya terlalu gugup. Kami pun selesai makan dan kami berpisah di restoran itu, ia langsung kembali ke rumahnya menggunakan taksi.

Dalam perjalanan saya kembali ke hotel, terus terngiang akan apa yang tadi dikatakan oleh nahum. Saya bertekad esok hari saya harus menemuinya kembali sesuai dengan waktu yang tadi ia katakan kepada saya.

Esok harinya, tepat pukul 19.00 waktu setempat, saya tiba di halte tersebut, kemudian saya menungunya di tempat itu. Tidak berapa lama, kemudian ada bus yang berhenti, dan saya melihat nahum turun dari tempat tersebut sambil membawa sebuah kotak kecil, “kotak apa itu, apakah mungkin itu hadiah untuk saya?” dalam hati berkata.

Akhirnya dia datang menghampiri saya, dan memberikan kotak itu kepada saya. Saya hanya terdiam dan merasa ini seperti mimpi, kemudian ia menepuk punggung saya,”jangan melalmun” katanya. Kemudian dia menyuruh saya membuka kotak itu, ketika saya membuka kotak itu, tenyata isi dari kotak itu adalah sebuah jam. Saya merasa bingung, “kenapa dia baik sekali kepada saya, padahal dia baru kenal dengan saya?”.

Seketika saya ingin mengatakan kepadanya tentang perasaan saya kepadanya yang sesungguhnya,”terima kasih atas hadiah ini, saya ingin berkata jujur kepadamu”, “apa yang ingin kau katakan kepada saya” jawabnya penasaran. “saya sebenarnya menyukaimu sejak saya pertama melihatmu di tempat ini”, “sa...sa..ya juga menyukaimu ketika kita bertemu, saya merasa nyaman berada di sampingmu” jawabnya gugup. “bagaimana kalo kita mulai menjalin hubungan yang lebih erat lagi, lebih dari sekedar teman saja?”, “iya saya mau” katanya sambil tersenyum. Sejak saat itu kami mulai berpacaran dan menjalin hubungan yang lebih serius.

Saat jam menunjukkan pukul 22.00 waktu setempat ia harus kembali ke rumahnya, saya pun langsung menawarkan diri untuk mengantarnya pulang,”biar kuantar kamu pulang, ini sudah terlalu malam, bahaya nanti di jalan”, “iya, terima kasih” jawbnya. Kami akhirnya berjalan kaki untuk sampai ke rumahnya. Sampai di depan pintu, kami bertukar nomor telephone. Setelah kami bertukar nomor, akhirnya ia masuk ke dalam rumahnya, dan saya pun kembali menuju hotel.

Esok harinya saya mendapat sebuah pesan darinya, isinya,”maaf Geel saya takut untuk meneruskan hubungan ini, karena orangtua saya tidak menyetujui hubungan kita”. Saya kaget membaca pesan itu, saya merasa sangat sedih, tetapi saya mempunyai tekad yang kuat untuk bias terus bersamanya, karena saya yakin dia yang terbaik bagi saya.

Saya membalas pesan tersebut,”tidak perlu kamu khawatir tentang ini, karena saya berjanji saya akan tetap berusaha agar orangtuamu menyetujui ini, saya berjanji kepadamu”. Saya terus berusaha meyakininya. Kami pun janjian untuk bertemu di tempat kami biasa bertemu, di halte dekat persimpangan pukul 19.00 waktu setempat.

Akhirnya kami bertemu di tempat tersebut, kami berdua saling terdiam. Saya sangat mengetahui apa yang ia rasakan, karena saya juga merasakannya. Saya kemudian memulai pembicaraan,”apakah kamu benar-benar mencintai saya?”, “ya saya sangat mencintaimu, dan saya tidak pernah ingin kamu pergi dari saya” sambil mengeluarkan air mata. Seketika saya merasa adrenalin saya meninggi, dan dengan keyakinan saya memelukya,”saya tidak akan melepaskanmu demi alas an apapun, dan saya berjanji saya akan tetap bersamamu apapun yang terjadi”.

Akhirnya saya memberanikan diri untuk mengantarnya kembali ke rumahya untuk bertemu dengan kedua orangtuanya. Ketika saya tiba di rumahnya, saya mendapati kedua orangtuanya berada di depan pagar rumah mereka, dan melihat saya dengan sinis. Ketika saya mendekat ke arah mereka menarik tangan nahum, belum sempat saya berbicara, mereka langsung membentak, ibunya berkata kepada saya,”jangan dekati anak saya, kamu tidak seharusnya menjalin hubungan dengan anak saya!, sekarang juga pergi dari rumah saya!”,”maaf saya akan pergi sekarang, tetapi saya hanya ingin kalian tahu, bahwa tidak sedikitpun saya berpikir untuk meniggalkan nahum” jawab saya. Saya pun pulang kembali ke hotel.

Saya mengetahui dari Nahum bahwa ternyata ayahnya  mempunyai hutang yang besar di rentenir. Saya berpikir mungkin orangtuanya bersikap keras terhadap saya karena ingin anaknya mendapatkan seseorang yang lebih kaya dan mempunyai pekerjaan yang bagus.

Lalu suatu saat ketika saya sedang membeli makanan, saya melihat kedua orangtuanya, dan nahum sedang berjalan, di jalan tersebut kendaraan melaju dengan kencang. Saat itu ayahnya yang berada paling pinggir dekat dengan jalan. Saya melihat sebuah mobil melaju kearah ayahnya, tanpa pikir panjang saya langsung berlari ke arah ayahnya, dan saya mendorong tubuh ayahnya, agar menjauh dari jalan tersebut, kemudian saya terjatuh, seketika mobil itu melindas kaki saya, dan seluruh pejalan kaki di tempat itu berteriak.

Saya mengira bahwa ini adalah akhir dari hidup saya, tetapi tidak, saya masih bias bernafas, dan saya masih hidup, tetapi saya tidak dapat merasakan kaki saya. Saya jatuh pingsan. Ketika saya kembali sadar, saya berada di sebuah rumah sakit, saya mendengar suara tangisan, ketika saya melihat ke arah samping saya, saya melihat orangtua Nahum, beserta dengan nahum yang berdoa untuk saya.

Saya memanggil nahum dan bertanya kepadanya,”apa yang terjadi, mengapa kamu menangis?”, “saya merasa sangat bersalah, karena kakimu harus diamputasi, karena luka tersebut tidak bias diobati” katanya sambil menangis. Hati saya terguncang, dan perasaan saya sungguh tidak karuan. Saya senang dapat menolong ayahnya dari bahaya tersebut, tetapi saya sedih karena kaki saya harus diamputasi.

Dengan mata yang berkaca-kaca, saya berbicara kepadanya,“saya senang dapat menolong orangtuamu, kamu tidak perlu bersedih karena hal ini, kan saya masih punya satu kaki lagi” sambil bercanda. Kemudian kedua orangtua nahum mendekati saya, “maafkan saya sudah bersikap keras terhadapmu, dan tidak menyetujui hubungan kalian” kata Ayahnya sambil menangis, “iya, maafkan kami tidak menerimamu dengan baik, kami memang bukan orangtua yang baik, kami tidak pernah mendengarkan apa yang selama ini diinginkan oleh anak kami”.

Saya sangat terharu mendengar pernyataan yang diucapkan kedua orangtua Nahum. Kemudian sejak saat itu kedua orangtua nahum mengizinkan hubungan kami. Dan akhirnya meskipun sekarang saya hanya mempunyai satu kaki, tetapi nahum tetap mencintai saya dengan sepenuh hatinya, merawat dan menjaga saya, begitupun dengan kedua orangtuanya yang menyayangi saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun