Gagalnya upaya pembebasan kapal “Ever Given“ kemacetan lalu lintas laut pun meningkat tercatat hingga 280 kapal menumpuk di Terusan Suez (27 Maret 2021) dan beberapa kapal memutuskan untuk mengubah arah bahkan puluhan kapal masih dalam perjalanan.
Membutuhkan waktu sekitar 1 minggu sejak kapal tersebut kandas, pada 29 Maret 2021 akhirnya kapal tersebut bisa di evakuasi, tetapi dampak ekonomi yang dirasakan secara global begitu terasa.
Data dari perusahaan berita Lloyd’s List memaparkan insiden kapal bisa menahan sekitar US$ 400 juta atau sekitar Rp 5,7 Triliun (Asumsi Rp 14.000/US$) perjam dalam perdagangan. Angka ini berdasarkan perkiraan nilai barang yang dipindahkan melalui Terusan Suez setiap harinya.
Llyod’s menilai lalu lintas kea rah barat di kanal tersebut kira-kira US$ 5,1 miliar (Rp 73,t triliun) perhari, dan lalu lintas kea rah timur sekitar US$ 4,5 miliar (Rp 65 triliun) perhari.
Dari kejadian tersebut akhirnya mengacak rantai pasok/supply chain secara global salah satu contohnya harga untuk minyak mentah jenis Brent untuk kontrak pengiriman Mei 2021 anjlok 1,63% ke US$ 63,38 per barel. Serupa harga minyak WTI turun 1,72% di level US$ 59,92 per barel. (internasinal.kontan.co.id)
Beberapa analisis juga memperkirakan, dampak harga yang lebih besar pada kapal tanker kecil yang membawa produk minyak seperti naphtha dan bahan bakar minyak untuk ekspor dari eropa ke asia. Pemblokiran tersebut pun telah membebani pasar gasoil atau diesel Asia yang sudah lemah. Lebih dari 60 % ekspor Asia ke barat mengalir melalui kanal tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H