Mohon tunggu...
Helan SiNenda
Helan SiNenda Mohon Tunggu... -

belajar menulis :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ketika Cinta Itu Pergi

11 Januari 2012   08:53 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:02 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Aku mau pamit Nad." Deg! "Apa lagi ini?" batinku tak karuan.

"Kamu mau kemana?," tanyaku berusaha tetap tenang.

"Aku harus pergi Nad. Aku mau kamu jaga diri kamu baik-baik. Dan aku minta maaf selama ini aku belum bisa buat kamu bahagia. Mungkin ga akan pernah bisa," jawabmu dengan mimik sedih.

"Ya Tuhan, kenapa lagi ini? Apa maksudnya?," tanyaku dalam hati. "Kenapa kamu ngomong begitu? Selama ini aku udah cukup merasa bahagia deket kamu. Walaupun mungkin aku belum pantas jadi pendamping hidup kamu, tapi aku ga pernah ngerasa kamu nyakitin aku." Aku tak sanggup menahan tangis. Aku memang tak pernah bisa marah padamu ataupun merasa kesal. Karena memang kamu tak pernah menyakitiku. Keputusanmu mengakhiri pertunangan kita kuanggap sebagai pelajaran dalam hidupku. Mungkin aku memang belum siap menjadi seorang istri yang bisa mengurus keluarga dengan baik. Yah, kuhargai keputusanmu tapi aku tak bisa begitu saja membiarkanmu pergi. Tidak sekarang.

"Bukan maksudku menyakiti kamu Nad. Kamu harus tau kalau aku sayang sama kamu. Tapi itu keputusan terbaik yang aku buat demi masa depan kamu Nad. Walaupun itu berat buat aku. Sekali lagi aku minta maaf. Dan jaga diri kamu baik-baik."

Kamu mengecup keningku dan sekali lagi kamu peluk erat tubuhku. Kutumpahkan segala kesedihan yang kurasakan selama ini sejak kamu memutuskan pertunangan kita. Aku tak peduli dengan orang-orang di dalam cafe yang memperhatikan kita. Biarkan saja mereka, biarkan aku menangis dipelukanmu Sayang .....

Kamu mengantarku pulang. Sebelum aku masuk kerumah kamu membisikkan kata-kata yang tak akan pernah kulupa sampai kapanpun,

"I love you, Nadia."

"Love you too."

Kamu melempar senyum khasmu yang selalu kurindukan. Aku melihat kamu berlalu dengan motormu dari balik pagar rumahku. Sempat terbersit dalam pikiranku kamu akan pindah kerja di luar negeri seperti yang pernah kamu bilang padaku kalau atasanmu berniat menugaskanmu menangani salah satu proyek di luar negeri, masih di kawasan Asia. Mungkin itu juga yang membuatmu mengurungkan niat untuk menikahiku karena kamu tahu setelahnya kitapun tak bisa tinggal serumah. Pekerjaanmu tak memungkinkan aku untuk ikut tinggal bersamamu walaupun kita sudah berumah tangga. Ya sudahlah, biar saja. Itu hakmu. Sekali lagi aku tak bisa berbuat apa-apa selain berdoa suatu saat Tuhan mengirimmu menjadi pendamping hidupku.

Aku buru-buru masuk kekamar, mengabaikan panggilan Mama dari ruang tengah. Aku juga tak ingin Mama melihat wajahku yang sembab habis menangis. Kulempar tasku keatas tempat tidur. Untuk beberapa saat aku berdiam mematung didepan kaca, memperhatikan diriku. Apa yang kurang dari diriku sehingga aku mengalami hal yang tidak mengenakkan seperti ini? Air mataku sudah hampir menetes lagi. Segera aku pergi kekamar mandi, membersihkan diriku. Setelah itu aku sembahyang. Aku berdoa pada Tuhan agar aku diberi kekuatan menghadapi cobaan ini. Agar aku diberi kesempatan kedua untuk menjalani hubungan ini bersamamu. Karena lelah aku pun langsung tidur. Aku rasa aku belum sempat bermimpi ketika tiba-tiba Mama menyergap masuk kekamarku yang memang kubiarkan tak terkunci.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun