Mohon tunggu...
Didi Jagadita
Didi Jagadita Mohon Tunggu... Administrasi - pegawai swasta

pegawai swasta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Informasi yang Konekting dan Pentingnya Persatuan

3 Agustus 2024   14:16 Diperbarui: 3 Agustus 2024   15:03 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nyaris tiga dekade ini, kita mengalami kemajuan terutama di bidang teknologi informasi. Gambaran bahwa kita agak sulit menghubungi seseorang dalam kehidupan sehari-hari atau dalam pekerjaan, sekarang itu tak ada lagi.  Seluruh dunia terkoneksi dan nyaris tak ada sekat di dalamnya.

Keterbukaan ini sejatinya seperti pisau bermata dua.  Pisau positif adalah kita bisa menyerap informasi sebanyak-banyaknya atau memproduksi informasi sebanyak-banyaknya. Pisau negatifnya adalah saat kita menerima informasi itu ada yang informasi negatif dan positif. Atau saat kita memproduksi informasi bisa saja informasi itu berdampak negatif bagi orang atau kelompok lain.

Inilah ironi yang harus kita hadapi pada masa kini. Informasi sangat banyak bahkan nyaris tunpah ruah di sisi lain kita harus pandai memilih informasi yangbaik dan tidak baik bagi kita.

Ini sudah banyak terbukti. Dalam hal keamanan dan ideologi misalnya. Kita mendapati banyaknya orang pergi ke Suriah karena  provokasi yang dilakukan Islamic State for Iran and Suriah (ISIS). Mereka memberi mimpi kepada para pemuja kekhilafahan bahwa akan mewujudkan cita-cita umat sedunia di negara Suriah melalui informasi yang saling terkoneksi itu. Akibatnya mereka tergoda dan berangkat ke sana ternyata mimpi mereka kosong.

Informasi yang saling terkoneksi yang bersifat negatif ini juga kerap mengganggu fondasi dan pilar yang memperkuat persatuan bangsa. Dasar negara dan filosofi negara sering diganggu dengan keinginan untuk menggantinya dengan syariat Islam. Fondasi dan pilar yuridis berupa aturan-aturan diganggu dengan pihak yang menyelipkan ideologi trans dalam tubuh pemerintahan atau produknya berupa UU baik di pusat maupun di daerah.

Fondasi pilar sosiologis yang berupa kearifan lokal juga diganggu dengan ideologi tertentu yang akhirnya menciptakan intoleransi. Padahal pada masa berkembangnya Islam, sembilan wali yang sering disebut wali songo kerap melibatkan kearifan lokal dalam menyebarkan agama. Artinya bukan untuk mencampurkan keyakinan namun kearifan lokal dipakai sebagai alat untuk mengantarkan pengetahuan baru yaitu islam bagi warga lokal. Karena itu mereka sering memakai wayang, tradisi syukur/syukuran untuk memperingati sesuatu. Kearifan lokal juga sering berfungsi sebagai perekat. Karena itu kita harus saling menghargai kearifan lokal agar tidak terjadi sesuatu yang bertentangan.

Karena itulah kita sudah seharusnya menjunjung persatuan di tengah-tengah derasnya arus informasi yang kita terima dan serba konekting itu.  Dasar negara dan lingkungan kehidupan masyarakt sekita menjadi penting sebagai "bemper" untuk melawan hal-hal negatif. Semoga bangsa kita jaya selalu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun