Apakah kita merasakan bahwa kebinekaan kita sedang mendapat ujian? Paling tidak selama dua dekade ini. Beberapa aliran agama yang berbau transnasionalmulai menampakkan diri pada masa permulaan reformasi, setelah sebelumnya, saat orde baru, melakukan gerakan bawah tanah di beberapa kampus dan tempat lain di Indonesia.
Karena menyasar anak muda yang masih labil. Berkedok pemurnian Islam mereka mempengaruhi para mahasiswa secara massif. Mindset mereka terhadap agama dan hubungan dengan sesama termasuk dengan sanak saudara menjadi berubah. Seringkali ini menjadi problem utama banyak keluarga di Indonesia yang mendapati anaknya tiba-tiba berubah. Banyak yang terpengaruh ajakan para pengajar mereka dan mulai punya prespektif yang berbeda soal agama.
Ideologi transnasional ini nyata terjadi juga di beberapa sekolah dasar dan menengah. Mereka punya ekstra kulikuler kerohanian Islam dimana pengajarannya sering diserahkan ke orang yang beraliran keras, sehingga membuat murid-murid yang masih bocah itu terpengaruh.
Secara akumulatif, ini mempengaruhi kehidupan beragama dalam koridor kebangsaan kita. Kita mungkin banyak membaca bahwa seringkali aksi-aksi radikal dan intoleransi dilakukan oleh anak-anak yang masih remaja dan pemuda. Beberapa kasus maslah melibatkan akademisi di perguruan tinggi yang bermaksud akan emlakukan tindak radikal di kerumuman massa.
Secara ego, masyarakat kita juga mengalami perubahan.Pancasila sebagai basis sikap dan mindset berfikir bangsa, agar bergeser karena pengaruh kaum-kaum transnasional itu. Secara takdir bangsa kita punya banyak perbedaan. Namun dalam sejarah, kita selalu bisa mengolah perbedaan itu menjadi harmoni.
Sebagian masyarakat yang terpengaruh menjadi sering bersikap intoleran, bahkan radikal. Â Alih-alih Islam sebagai agama mayoritas, umat yang intoleran seringkali bertindak tidak adil terhadap pemeluk agama lain. Peraturan pemerintah yang mengatur bunyi TOA disikapi negatif karena dianggap tidak membela kaum mayoritas. Pada masa kini, mayoritas seringkali menganggap diri lebih tinggi dibanding minoritas sehingga sering terjadi benturan kepentingan yang akhirnya terjadi sikap yang tidak diinginkan. Inilah yang saya sebut sebagai ujian kebinekaan kita.
Karenanya perlu bagi kita untuk lebih mampu mengelola keberagaman ini dan menempatkan toleransi seperti semua. Negara kita yang dipandang dunia sebagai negara dengan laboratorium kebinekaan yang kompleks dan warganya mampu memeliharanya dengan baik. Pandangan itu jangan sampai berubah, karena itu salah satu kebangaan kita sebagai bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H