Mungkin diantara kita pernah melihat dan mendengarkan Rocky Gerung berbicara di media televisi. Rocky yang merupakan akademisi dan pengamat politik ini memang selalu jadi rujukan media untuk didengar pendapatnya soal sesuatu. Biasanya Rocky Gerung yang memang pandai berkata-kata sering berada di sisi seberang alias oposisi.
Kita bisa melihatnya berdebat soal politik, semisal partai A melawan partai B atu sebaliknya, partai B. Dia yang bertindak sebagai pengamat dan seharusnya tidak mempertajam masalah, namun dia melakukan sebaliknya yaitu mempertajam persoalan sehingga tak jarang persoalan itu menjadi lebih keruh.
Celakanya sang Rocky punya banyak penggemar. Orang yang menonton dia umumnya punya media sosial, terutama facebook. Sehingga mereka "menyambung" pendapat Rocky itu ke media sosial. Karena media sosial bersifat eco chamber sehingga opini itu menggema dan membesar di satu kalangan saja . Opini Rocky Gerung itu dipercaya oleh mereka dan selalu menjadi pisau pengiris jika sedang berdebat dengan pihak lain.
Akibatnya kita seperti terbelah. Hal ini bisa kita saksikan saat Pilkada Jakarta pada tahun 2017, dia dua pendukung saling bersikeras tehadap para jagoannya. Sedemikkian keras Upaya masing-masing pihak sehingga tak heran mereka menjadi saling membenci. Hal ini pihak netral menyebutnya dengan Jakarta yang terbelah.
Keterbelahan itu seakan "dipelihara" RG. Kali ini dengan melontarkan hal yang tak pantas untuk Joko Widodo. Padahal saat ini Jokowi adalah presiden dan menjadi salah satu symbol negara yang harus dihargai semua pihak. RG terkesan terus memelihara kebencian sehingga kita terbelah  karena pilihan yang berbeda itu. Hal yang seharusnya tidak dilakukan sebagai warga negara dan pengamat yang juga akademisi itu.
Pilkada 2017 dan Pilpres 2019 tercatat sebagai Pemilu yang paling keras dan paling melibatkan emosi karena sangat tidak sesuai dengan Pancasila yang kita fahami sebagai dasar negara yang bersandar pada fakta- bahwa negara kita amat beragam. Sehingga sebenarnya perbedaan itu bukannya dipertajam, Â tapi seharusnya diharmonikan.
Dengan begitu  kita tetap menjadi Indoensia yang bineka dan harmoni.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H