Pemilu memang sekitar setahun lagi. Namun situasi dan kondisi seakan Pemilu dua bulan lagi. Tak hanya Partai dan Lembaga survey yang mulai riuh, tapi juga para pendukung bakal calon presiden di sejumlah daerah gencar mempersiapkan tim pemenangan. Tak hanya di jantung kota namun juga di pelosok. Teknologilah yang memungkinkan itu terjadi.
Berbagai kegiatan digelar demi mempopulerkan  idolanya di hadapan masyarakat. Ada yang pesta UMKM di alun-alun. Ada yang kegiatan jalan sehat. Ada yang donor darah di komunitas, sampai pada gerakan penghijauan dan sebagainya. Berbagai kegiatan digelar demi mempopulerkan idolanya di hadapan masyarakat. Itu semua menjadi salah satu kegiatan partai untuk meraup simpati masyarakat.
Namun, sekali lagi teknologi, meski amat membantu masyarakat, sekaligus berpotensi menhancurkannya. Kegiatan politik sedemikian massifnya dengan menggunakan teknologi. Semua informasi nyaris riil time. Selain cepat informasi pada masa kini merangsang reaksi yang melebihi ekspektasi alias lebay.
Semisal kegiatan beberapa calon presiden yang diusung oleh beberapa partai selalu ada di media sosial pribadi sang calon atau bebeapa pendukung calon. Ada calon yang memang masih aktif menjadi birokrat pusat maupun daerah, ada juga yang merupakan mantan birokrat.
Kegiatan mereka yang mulai padat dan mendatangi banyak tempat di hampir pelosok tanah air sering menjadi sasaran bully dari warga non simpatisan. Semisal gub jateng aktif yang menjadi capres dari salah partai. Meski masih aktif memimpin daerahnya sang gubernur sudah sibuk ke sana ke sini untuk berbagai keiatan yang dimaksudkan untuk mendekatkan dia dengan masyarakat.
Begitu juga  sang gubernur non aktif yang sudah diajukan sebagai capes dari partai lain, juga sibuk ke sana kemari untuk mendekatkan diri dengan warga di berbagai daerah. Sering juga dibully, karena belakangan diketahui capres itu memilih seorang anak muda yang belum berpengalaman meski dia anak seoang mantan presiden.
Segala bully ini dilontarkan para simpatisan di media sosial. Mereka saling serang dan akhirnya mereka "berantem" di media sosial itu . Jika itu terjadi dalam beberapa minggu kemudian beberapa bulan, kita akan tepecah seperti halnya pilkada Jakarta tahun 2017 dimana Jakarta benar-benar terpecah.
Marilah kita lebih sehat dan lebih dewasa dalam bermedia sosial. Politik punya tujuan mulai agar negara bisa menjalankan fungsinya melalui berbagai perangkat , termasuk Lembaga negara seperti kepresidenan atau dpr. . Politik tidak bermaksud memecah belah bangsa. Karena politik hakekatnya juga untuk menjaga persatuan bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H