Mohon tunggu...
Heddy Yusuf
Heddy Yusuf Mohon Tunggu... Jurnalis - Ingin jadi orang bijaksana, eh..jadinya malah Bijak sini - Bijak situ...
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Tulislah apa yang mau kau tulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Rakyat Acungi Jempol, Dukung Hak Interpelasi DPRD Karawang

7 Juni 2020   12:59 Diperbarui: 7 Juni 2020   13:07 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karawang - Carut-marut Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Karawang yang gagal dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 yang diketuai oleh Bupati dianggap tidak bekerja dengan baik, berbuah DPRD Kabupaten Karawang menggunakan hak interpelasi ke Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana.

Tidak tangung-tanggung ada 23 anggota DPRD Karawang yang menandatangani hak interpelasi, antara lain, dari PDIP 6, Gerindra 4, PKB 7, ditambah dari PPP, Hanura, PAN, Nasdem dan Golkar. Masing-masing 1 orang.

Rinciannya: Taufik Ismail, Natala Sumedha, Toto Suripto, H. Cita, Elivia Khrisiana, Rosmilah (6 dari PDIP), Danu Hamidi, Taman, SE, Yusni Rinzani, Saepudin Zuhri (4 dari GERINDRA), Jajang Sulaeman, Anggi Rostiana Tarmadi, Deden Rahmat, Endang Sodikin, Asep Dasuki, Ishak Iskandar, Acep Suyatna, Neneng Sita Fatimah (7 dari PKB), Dedi Rustandi (1 dari PPP), Meita Citra Wardani (1 dari HANURA), Dewi Rohayati (1 dari PAN), Indriyani MH (1 dari NASDEM) dan Saidah Anwar (1 dari GOLKAR).

Pro-Kontra Wacana Hak Interpelasi DPRD

Terjadi pro-kontra, di satu sisi ada yang mengatakan Pemda Karawang harus santai-santai saja menghadapi hak interpelasi DPRD. Di sisi lainnya, ada yang dalam batok kepalanya heran bin bingung. Kenapa Ketua DPRD Karawang yang notabene dari Partai Demokrat kok tidak sejalan dengan Bupati? Bukankah Bupati Karawang itu Ketua Demokrat? Kenapa Ketua DPRD Karawang malah mendukung anggota DPRD menggunakan hak interpelasi, tidak membendungnya? untuk menjaga marwah Bupati. Jangan bikin malu Bupati di mata publik.  

Demikian politik, hal yang tak disangka dan tak terduga bisa saja terjadi. Kawan bisa jadi lawan. Dan tidak ada kawan dan lawan yang abadi, semua tergantung kepentingan. Pragmatisme.

Inti masalahnya penanganan Covid-19 yang diketuai Bupati Karawang itu "amburadul" dari mulai rakyat, tokoh masyarakat, para aktivis, mahasiswa, sampai anggota DPRD di Karawang curiga ada yang nggak beres. Para kritikus teriak-teriak, bergulir tak terbendung lagi. Klimaksnya kasus Aoki Vera tuding Bupati memalak perusahaan, pabrik di Karawang sampai mau dipolisikan.

Berantakannya itu disebut keteledoran bisa, disebut kelalaian bisa, disebut kemalasan bisa, disebut kebodohan bisa, sekaligus disebut kedunguan juga bisa, bahkan disebut ke aroganan pun bisa atau kesombongan eksekutif pun bisa. Semua tergantung dari sudut mana kita memandangnya saja.

Acungi Jempol untuk DPRD Karawang

Namun banyak sekali komentar rakyat yang memuji DPRD Karawang, disebut "pemberani". Aktivis di Karawang ada yang menilai para politisi di DPRD telah mamainkan momen langka ini dengan cantik. Disebut cari panggung, ya.. memang benar sah-sah saja, hak interpelasi memang melekat pada anggota DPRD yang lagi manggung. Siapa salah ibu mengandung?

Katanya hak interpelasi DPRD hadapi saja dengan santai atau acuh-tak acuh oleh Kepala Daerah. Sama saja artinya Bupati melecehkan DPRD sebagai wakil rakyat, pemimpin apakah model seperti itu? Pemda dengan lugu menunjukan kebodohannya. Pemimpin yang tidak menghormati DPRD terlihat buruk di mata rakyat. Bukankah Bupati Cellica mau jadi Calbup petahana di Pilkada mendatang? Mestinya Bupati menanggapi dengan serius hak interpelasi DPRD sebagai kesempatan menjelaskan kejujuran dan kepiawaiannya sebagai pemimpin yang tangguh. Bupati yang baik harus bisa menjawab pertanyaan DPRD, wakil rakyat.

Seperti pernyataan Ketua Fraksi PKB Jajang Sulaeman, banyak anggaran untuk penanganan Covid-19 yang sudah masuk ke Tim Gugus Tugas, namun secara pengelolaan anggaran dianggap tidak transparan oleh DPRD Karawang. Pasalnya, pada saat rapat badan anggaran, ada beberapa fraksi yang menanyakan keluar-masuknya anggaran Covid-19.

"Kita sudah minta rincian anggaran Covid-19 kepada Pemda, tapi tidak ada rincian yang detail diberikan ke DPRD. Kemarin Pemkab memberikan laporan keuangan anggaran Covid-19, tapi itu hanya laporan biasa saja, seperti "buntel kadut", rinciannya tidak jelas, jangan sampai ada asumsi anggaran di selewengkan," tanya Jajang, Selasa (3/6/2020).

Jajang menambahkan, "pihaknya sudah meminta kepada pimpinan DPRD agar segera memanggil Bupati Karawang untuk meminta penjelasan yang lebih jelas terkait penggunaan anggaran refocusing Covid-19 yang diketahui sebesar Rp 100,8 miliar. Belum lagi anggaran bantuan dari perusahaan, pabrik, industri dan beberapa pengusaha di Karawang," ujarnya. Bupati harus bisa menjawab tantangan Ketua Fraksi PKB yang kritis ini.

Ketua DPRD Bukan Petugas Partai

Di sudut lain, ada orang yang heran bin bingung pada sikap tegas Ketua DPRD Karawang Pendi Anwar, padahal sudah jelas bin jelas Ketua DPRD Karawang tidak sedang berada di jalan yang sesat.

Selaku Ketua DPRD Karawang, Pendi berada di jalan yang lurus, menyetujui hak interpelasi DPRD bakal dinilai pro-rakyat, Ketua DPRD Karawang bukan petugas partai.  Pendi mengatakan, secara konstitusional hak interpelasi itu sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan dan menjadi salah satu hak anggota DPRD.

"Saya meyakini hak interpelasi yang digulirkan saat ini oleh beberapa anggota dewan mempunyai tujuan yang baik sebagai kritik yang membangun dan mengawal marwah transparansi anggaran," kata Pendi. Sabtu (6/6/2020).

"Ada 50 Anggota DPRD Karawang, semua memiliki hak yang sama, berkaitan dengan fungsi controling, budgeting dan legislasi. Hak kontroling bisa dalam bentuk evaluasi, hak budgeting bisa dalam bentuk koreksi dan hak legislasi bisa dalam bentuk melaksanakan regulasi yang ada," kata Pendi.

Menanggapi Hak interpelasi tersebut, Pendi sangat menghargai apa yang digulirkan oleh 23 anggota DPRD Karawang. "Untuk itu saya mengajak rekan-rekan di DPRD untuk mengawal tranparansi anggaran Covid-19 yang sekarang ini menjadi titik persoalannya," ujar Pendi Anwar.

Analisa Poltik Heigel       

Di lain tempat, pengamat sosial politik, ekonomi dan bisnis Karawang, Heigel, mengatakan, saya sudah menduga bakalan kisruh dan gaduh seperti ini. Dari dulu saya sudah katakan, pandemi Corona menjelang Pilkada benturan kepentingan akan semakin meruncing, namun hal ini masih dalam batas kewajaran.

dokpri
dokpri
"Pasca Bupati Cellica terpapar Corona dan kemudian di umumkan sembuh. Lalu terjadilah carut-marut realisasi PSBB dan penanganan Covid-19 yang dinilai tidak transparan itu. Dipicu isu santer pemalakan sumbangan industri dan pengusaha, kerumunan pengambilan uang Bansos, bantuan yang tidak tepat sasaran, pemotongan uang di desa, dapur umum, kasus beras berkutu, Bupati sendiri yang melanggar aturan PSBB. Semua tidak jelas, menggumpal jadi kristalisasi kekecewaan rakyat ditanggapi oleh anggota DPRD Karawang menjadi bergulirnya hak interpelasi. Hal yang wajar. Memang semua orang ingin tahu," katanya.  

Heigel menambahkan, "untuk saat ini hak interpelasi DPRD adalah jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan rakyat yang terus berteriak-teriak di luar sistem pemerintahan, sudah benar. Ya... termasuk teman-teman mahasiswa yang kemarin demontrasi sampai menyegel kantor Bupati itu. Tuntutan mereka kan transparansi juga. Maka baik DPRD Karawang maupun mahasiswa seiring sejalan, dinilai pro-rakyat. Logikanya yang tidak mau transparansi tidak pro-rakyat," kata mantan Ketua Badan Legislatif Mahasiswa (BLM) Universitas Singaperbangsa itu. 

"DPRD harus bisa menjadi corong rakyat dalam menyampaikan keluhan dan kerugian mereka dari setiap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. DPRD punya hak interpelasi, dipakai saja hak itu untuk memanggil kepala daerah. Karena pendapat umum Bupati Karawang dianggap tidak transparan dalam merealisasikan PSBB dan penanganan Covid-19 hingga berdampak pada rakyat," ujarnya.

"Hak interpelasi adalah hak DPRD untuk meminta keterangan kepada kepala daerah mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Saya meragukan DPRD Karawang mengetahui rincian dari anggaran Rp 100,8 miliar lebih, uang yang diperuntukkan pada pelaksanaan PSBB Karawang dan penanganan Covid-19. Sebab, DPRD sendiri juga memiliki keterbatasan dalam melakukan penggeseran anggaran. Apalagi sumbangan lainnya, banyak yang tidak tahu.

Dalam Intruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2020 tentang penanganan Covid-19, Pemda diminta untuk melakukan refocusing atas APBD berjalan. Kewenangan ini hanya berada di tangan kepala daerah. Bukan rapat dengar pendapat, jangan panggil-panggil begitu saja, tapi pakai hak  interpelasi. Pertanyakan carut-marut PSBB dan penanganan Covid-19.

Kalau hak interpelasi, kan kepala daerah wajib menjawab pertanyaan dari DPRD dan tidak bisa diwakilkan oleh siapapun. Jika kepala daerah tidak bisa memenuhi panggilan DPRD, akan berdampak pada hak-hak lainnya, termasuk hak angket. Martabat Bupati Karawang akan jatuh terpuruk kalau tidak bisa menjawab pertanyaan dari DPRD.

Kalau ada alasan Corona, social distancing -- physical distancing, kan bisa DPRD Karawang membuat rapat teleconference dengan Bupati Karawang dan bisa disaksikan langsung oleh seluruh rakyat sampai ke pelosok desa. Sekalian saja dibuat live streaming, ada konten yang disiarkan langsung melalui media internet. video dan audio. Live streaming TV dan Radio streaming. Tayang di Youtube, facebook, instagram, WhatsApp, karena saat ini rakyat sangat minim informasi, yang bener yang mana?

Katanya kan mau  transparansi, maka jangan setengah-setengah. Karena saat ini masyarakat mau bertanya tapi tidak tahu bertanya pada siapa? Inilah tugas DPRD mewakili pertanyaan rakyat. Ini juga akan memperbaiki citra DPRD sebagai Dewan Perwakilan Rakyat yang terhormat,

Tapi kalau DPRD Karawang gagal melakuan hak interpelasi, entah karena suatu sebab tak masuk akal atau 'masuk angin'. Kalau gagal menggulirkan hak interpelasi malah menjadi mentah kembali, padahal sudah terlanjur besar gaungnya. Maka DPRD Karawang bisa dinilai buruk oleh rakyatnya sendiri. Hanya dianggap dagelan politik saja.

Terlanjur rame, sekarang hak interpelasi itu sudah berubah menjadi buah Simalakama. Dimakan Ibu (Bupati) mati, nggak dimakan Bapak (DPRD) yang mati. Mungkin saja sebagian elite partai sekarang ini lagi hitung untung-rugi, tukar-tambah nilai politis, ekonomis dan bisnisnya. Karena hak interpelasi sarat nilai politis yang bisa pengaruhi Pilkada Karawang yang sebentar lagi akan digelar," pungkas Heigel. (dot)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun