Mohon tunggu...
Heddy Yusuf
Heddy Yusuf Mohon Tunggu... Jurnalis - Ingin jadi orang bijaksana, eh..jadinya malah Bijak sini - Bijak situ...
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Tulislah apa yang mau kau tulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kasus Dugaan Korupsi Berjamaah 49 DPRD Karawang Diadukan ke KPK

9 Desember 2012   21:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:56 1024
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketua LSM Gerakan Pemantau Korupsi (GRPK) Kabupaten Karawang Endang Saputra memberikan pernyataan resmi kepada wartawan di rumahnya kemarin, Minggu (7/12). Endang mengatakan Kasus Dugaan Korupsi Berjamaah 49 Anggota DPRD Karawang diadukan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh LSM GRPK Karawang.

“Dalam 2 buah surat lampiran ini,” kata Endang, sambil menunjukkan 2 berkas lempiran tanda bukti dari KPK, “laporan pertama, Tanda Bukti Laporan Informasi Dugaan Tindak Pidana Korupsi No.2012-11-000250, tanggal 20/11/2012, Pelapor Lucky Hamonangan Nasution, SH, Pekerjaan Lawyer GRPK, telah menyampaikan laporan/informasi tentang dugaan tindak pidana korupsi oleh DPRD Kab. Karawang terkait anggaran perjalanan dinas fiktif sebesar Rp.1.944.190.000,- Kami menyerahkan dokumen kira-kira 10 lembar. Penerima laporan pengaduan masyarakat ditandatangani oleh Sugeng Basuki,” itu yang pertama, kata Endang.

Kemudian pada lampiran ke 2, Tanda Bukti Laporan Informasi Dugaan Tindak Pidana Korupsi No.2012-12-000101, tertanggal 7/12/2012, kami memberikan berkas pengaduan, data dokumen lengkap, full, penerima laporan pengaduan masyarakat ditandatangani oleh Muchammad Sofian Hadi dari KPK,” jadi GRPK ini dua kali lapor, kata Endang Saputera menjelaskan.

“Tahun 2011 lalu, waktu Kepala Kejaksaan Negeri Karawang masih dipimpin Ibu Endang Sarwestri, LSM GRPK juga pernah mendesak Kajari untuk membuka kembali Kasus Dugaan Korupsi Berjamaah DPRD Karawang itu, GRPK melayangkan surat bernomor 17/K/A/2011 dengan hal: Tindak Lanjut Penyelidikan Dugaan Korupsi, bahkan surat tersebut ditandatangani oleh saya sendiri.Tapi pihak Kejaksaan Karawang tidak merespon, malah terkesan acuh tak acuh. Anehnya, kasus ini tidak di SP3 kan oleh Kejaksaan. Sampai sekarang setelah Endang Sarwestri diganti, malah kasus tersebut tidak jelas juntrungannya. Maka kami melaporkan ke KPK dengan harapan KPK turun ke Kabupaten Karawang memeriksa kasus ini,” ujarnya.

Menurut Rambo, Ketua LSM Formalin Karawang. Tindakan GRPK patut diacungi jempol. LSM Formalin siap mendukung LSM GRPK yang berani melaporkan Kasus Dugaan Korupsi Berjamaah 49 Anggota DPRD Karawang tersebut ke KPK, “karena kasus itu banyak melibatkan pejabat tinggi Karawang, diantaranya terlibat “Bunda” alias Hj. Nurlatifah sebagai Anggota Dewan dari PBB (Partai Bulan Bintang) yang merangkap sebagai sebagai Ketua PKK dan Ketua Pramuka dan juga selaku istri Bupati Karawang H. Ade Swara,” mungkin saja hukum tebang pilih?, padahal Dewi Keadilan itu kan tertutup matanya, ujar Ketua LSM Formalin Karawang.

Rambo menambahkan, “menurut rumor yang beredar di masyarakat, kerugian Negara kasus itu mencapai Rp1,2 miliar, tapi uangnya sudah dikembalikan ke Kejaksaan Karawang namun tanpa adanya surat tanda bukti pengembalian yang disebut Ben 17. Dalam kasus itu tidak ada pelaku yang dihukum, uangnya dikembalikan begitu saja, masalah pun beres. Anehnya, kalau rakyat kecil mencuri sandal pasti dihukum walaupun sandalnya dikembalikan malah bisa jadi barang bukti. Inilah yang menjadi masalah baru, tidak adanya rasa keadilan di mata masyarakat,” tegas Rambo.

Menurut H. Karim Heryadi SH, Praktisi hukum di Kabupaten Karawang menegaskan, “atas dasar dan hak apa pihak Kejaksaan Karawang menerima uang pengembalian tersebut? jika Kejaksaan menerima uang tersebut, kemudian masalah hukumnya di abaikan. Dan tidak ada hukuman yang dijatuhkan atas perbuatan yang dilakukan si pelanggar hukum tersebut, maka sama saja artinya Kejaksaan telah menjadi Debt Collector,” tegasnya.

Menurut sumber yang dapat dipercaya, pengembalian uang itu rinciannya terdiri dari Rp 600 juta dari kocek Hj. Nurlatifah, dari seorang Anggota DPRD lainnya Rp 400 juta, dan dari Sekretaris Dewan Rp 250 juta, kemudian kasus tersebut nyaris tidak terdengar lagi, kata seorang PNS Pemkab Karawang yang minta dirahasiakan namanya.

Satu tahun yang lalu, Kamis 15 September 2011, di Blog The Karawang Post.com berjudul: LSM Lodaya Tepati Janji Demo Kejari Karawang.” LSM Lodaya Karawang, tetap konsisten usut korupsi.“Usut Tuntas Korupsi Yang Melibatkan DPRD Karawang,” demikkian bunyi spanduk yang di gelar oleh LSM Lodaya Karawang, ratusan aktivis LSM itu mendatangi kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Karawang dengan membawa tikus besar buatan sebagai simbol koruptor, Kamis (15/9), mereka menuntut supaya aparat hukum segera memproses kasus dugaan “Korupsi Berjamaah” anggota DPRD Karawang. Jangan dihentikan.http://thekarawangpost.blogspot.com/search?updated-max=2011-09-25T07:29:00-07:00&max-results=7&start=64&by-date=false

Di tempat terpisah, menurut Heigel Mahasiswa Fak Hukum Universitas Singaperbagsa Karawang (Unsika) membenarkan, “Kasus Korupsi Berjamaah Anggta DPRD Karawang itu sudah lama dibicarakan masyarakat Karawang dari tahun lalu. Tapi Kasusnya tidak tuntas, tidak jelas, bahkan tidak juga di SP3 kan oleh pihak Kejaksaan Karawang,”

“Pokoknya tidak jelas lah, mengambang. Apalagi kami sebagai mahasiswa yang mempelajari ilmu hukum, yang harus mengedepankan logika dan rasional merasa dilecehkan. Dunia intelektual merasa terhina, faktanya hukum di Karawang seperti ditutupi jaring laba-laba. Kasus tersebut jadi menambah panjang preseden buruk dunia hukum di Indonesia. Jika hukum sudah dirusak oleh kaum elite, kemanakah masyarakat kita harus berpegang? Yang akhirnya, kaum elite yang pintar itulah yang sebenarnya menjadi sumbangsih mendorong kehancuran moral di negeri ini. Yang korupsi itu kan orang elite yang pintar namun tak berhati nurani.” Kata Heigel.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun