Mohon tunggu...
Heddy Yusuf
Heddy Yusuf Mohon Tunggu... Jurnalis - Ingin jadi orang bijaksana, eh..jadinya malah Bijak sini - Bijak situ...
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Tulislah apa yang mau kau tulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tumbangnya Bupati Karawang Ade Swara

22 Juli 2014   08:22 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:37 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KARAWANG - Era Reformasi di Indonesia dimulai pada pertengahan 1998, tepatnya saat Presiden Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 yang digantikan oleh wakil presiden BJ Habibie.

Pada saat itu, bupati Karawang tengah dijabat oleh Kolonel (Inf) Dadang S. Muchtar yang didampingi ketua DPRD Kolonel (inf) Jamal Safiudin sampai 3 Agustus 1999. Selanjutnya, Dadang  didampingi ketua DPRD, Adjar Sujud Purwanto.

Sebelum menjabat Bupati Karawang, Dadang  menjabat sebagai asisten logistik Kodam II/Siliwangi. Berdasarkan SK Mendagri Nomor 141. 32-055 tanggal 21 Februari 2000, secara resmi, Dadang berhenti menjabat Bupati Karawang dan kembali ke Markas Besar TNI.  Pada zaman Gus Dur presiden, istilah itu dikenal ”TNI back to barracks”.

Setelah Dadang S. Muchtar kembali ke Mabes TNI, sebelum habis masa jabatannya, maka sebagai pejabat sementara (Pjs) Bupati Karawang dipegang oleh wakilnya, R.H. Daud Priyatna asal daerah Pedes di Karawang.

Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Dalam Negeri No. 131.32.055 tanggal 21 Februari 2000, Daud Priyatna selain menjabat Bupati Karawang juga merangkap sebagai wakil Bupati Karawang. Daud menjabat Pjs Bupati Karawang sedang ketua DPRD nya masih Adjar Sujud Purwanto. Daud melanjutkan masa jabatan Bupati Karawang hingga tahun 2000.

Setelah Daud Priyatna menyelesaikan masa jabatan Bupati Karawang sampai tahun 2000, Kabupaten Karawang mengadakan pesta demokrasi Pemilihan Bupati Karawang periode tahun 2000-2005. DPRD, waktu itu selaku penyelenggara pilbup tersebut.

Wakil rakyat yang duduk di DPRD Karawang memilih Achmad Dadang yang didampingi oleh Shalahudin Muftie naik menduduki kursi Bupati/Wakil Bupati Karawang periode tahun 2000-2005. dan berakhirlah masa pemilihan bupati yang dipilih DPRD, selanjutnya bupati dipilih langsung oleh rakyat.

Pilkada Langsung di Karawang 2005-2010

Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Karawang, menetapkan empat pasangan calon bupati dan wakil bupati Karawang periode 2005-2010, mereka yang akan berlaga dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) itu ; pertama, Achmad Dadang (incumbent) berpasangan dengan Atori Hasanuddien, yang diusung PPP dan PAN. Nomor urut dua pasangan Dadang S Muchtar (mantan Bupati) dan Hj. Elly Amallia yang diusung oleh Partai Golkar.

Nomor urut tiga, Detiawarman dan Adji Mubarok Rachmat yang diusung oleh PDIP, serta terakhir pasangan Ade Swara dan Endang Rachmat yang diusung PKS, PBB dan sejumlah gabungan partai kecil. Inilah pilkada Kabupaten Karawang yang paling berkualitas, karena semua calon bupati yang di atas adalah kumpulan orang bergengsi dinilai publik Karawang. Nah.., di situlah pertama kali Ade Swara dan istrinya Bunda Nurlatifah yang legendaris di kenal luas oleh rakyat Karawang.

Selanjutnya, pilkada 2005-2010 adalah pilkada pertamakali yang dipilih secara langsung oleh rakyat Karawang, produk pilkada langsung saat itu dimenangkan oleh pasangan Dadang S Muchtar-Elly Amallia dari partai Golkar.

Dadang dan Elly melenggang kangkung selama 5 tahun pemerintahannya, tanpa kasus yang berarti. Meski orangnya dikenal temperamental, Dadang sportif, cerdik dan berhati-hati dalam prilakunya. Teringat 8 bulan lalu, bulan Desember 2013, penulis pernah membocorkan berita di koran lokal, berjudul “7 Pejabat dan 10 Pemborong Karawang Disadap KPK.” Dadang mengamuk, menelepon penulis, “kenapa berita dibocorkan?” penulis tidak tahu, karena yang penulis tahu kata-katanya selalu jadi berita yang menggemparkan untuk koran lokal.

Ade Swara dalam Pilkada 2010-2015

Ade Swara yang kalah dalam pilkada tahun 2005-2010, merasa yakin dan percaya diri pilkada 2010-2015 menjadi miliknya, karena Dadang S. Muchtar rivalnya sudah dua kali menjabat jadi bupati Karawang, tidak bisa mencalonkan diri jadi bupati untuk yang ke tiga kalinya.

Terkesan dipaksakan, akhirnya partai Golkar mengusung Dadang menjadi wakil bupati berpasangan dengan Soni Hersona kader senior partai Golkar sebagai calon bupati Karawang di pilkada 2010-2015. Kabupaten dollar yang APBD-nya Rp 3 triliun/tahun, syurga yang menggiurkan para koruptor.

Sudah bisa ditebak, dengan mudah pilkada dimenangkan oleh pasangan dari partai PBB dan Demokrat. Dengan jargon ASLI (Ade Swara-Cellica Nurrachadiana) sebagai bupati dan wakil bupati Karawang terpilih periode 2010-2015.

Namun dalam perjalanannya, baru beberapa bulan saja, Cellica mengeluh curhat di Youtube http://www.youtube.com/watch?v=c3UTNtAa_sw pasangan ASLI itu sudah tidak ASLI lagi, sudah tidak harmonis lagi.

Masyarakat Karawang heran dan geleng kepala, karena baliho di jalan-jalan utama di kota Karawang yang mejeng terpampang jelas, narsis dan jor-joran, foto yang dimunculkan wajah Ade Swara bersama isterinya bunda Nurlatifah, ketua Tim Penggerak PKK. Bukan pasangan ASLI.

Ibu PKK yang terkenal dengan panggilan “Bunda” itu juga banyak rangkap jabatan lainnya, sebagai anggota DPRD, ketua Pramuka dan lainnya. Semua kepala dinas dan PNS di Karawang hormat kepada bunda. Hingga isyu santer terdengar di mana-mana, kalau ingin naik jabatan atau proyek APBD harap sowan ke RDB menemui bunda, “jangan ketemu bupati, percuma aja..” kata seorang sumber yang anggota DPRD Karawang.

Publik pun tersentak saat membaca berita di koran lokal, menempatkan posisi bunda Nurlatifah sebagai orang yang paling berpengaruh di Kabupaten Karawang. Hingga pers menjuluki bunda Nurlatifah "Wanipiro”. Berlanjut beredarnya joke di tengah masyarakat; “Pejabat Karawang tidak takut KPK, tapi lebih takut PKK.”

Bunda Nurlatifah sebenarnya fenomena baru di Kabupaten Karawang, isteri bupati Karawang sebelumnya tidak pernah ada yang lebih popularitas daripada suaminya, apalagi berperan lebih penting melebihi kuasa suaminya.

Tragedi “Tumbangnya” pasangan suami istri penyelenggara Negara yang tertangkap tangan KPK itu langsung ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerasan Rp 5 miliar terhadap PT Tatar Kertabumi. Kasus ini bukan hanya terjadi di Kabupaten Karawang saja, tapi terjadi pula di kabupaten lainnya di Indonesia.

Maka yang terjadi terjadilah, meski Abraham Samad ketua KPK mengatakan, “dinasti politik yang dibangun di daerah kebanyakan melahirkan kejahatan keluarga, KPK merasa prihatin.” Tapi korupsi keluarga, dinasti korupsi telah terlanjur merasuk sukma sampai ke tulang sum-sum manusia yang haus kekuasaan.

Ambisi politik, syahwat politik, diumbarnya aurat kongkalikong, ongkos pilkada mahal, puluhan bahkan ratusan miliar disawer sana-sini. Cara cepat jadi kaya raya dengan menjadi poli-Tikus.

Tapi anehnya, dinasti Ming atau dinasti Ching yang korup masih mendingan bisa bikin tembok China, bisa terlihat di bulan. Nah… di negeri kita yang korup sampai triliunan uangnya masak cuma jadi dongeng doang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun