Mohon tunggu...
Hebron Togatorop
Hebron Togatorop Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu politik universitas jambi

Sepakbola/emosional/konten politik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Praktik Money politic atau politik uang yang masih membayangi Pilkada 2024

12 Desember 2024   07:43 Diperbarui: 12 Desember 2024   07:43 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

*Praktik Money Politic atau Politik Uang yang masih membayangi Pilkada 2024*
Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) adalah proses pemilihan umum yang diadakan untuk memilih kepala daerah, seperti gubernur, bupati, atau wali kota, di Indonesia. Undang-Undang yang mengatur Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Indonesia, termasuk Pilkada 2024, adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Undang-Undang ini mengatur berbagai hal terkait pelaksanaan Pilkada, mulai dari tata cara pemilihan, syarat calon, mekanisme kampanye, hingga penyelesaian sengketa Pilkada.
Pilkada 2024 akan mengikuti ketentuan-ketentuan dalam UU tersebut, meskipun ada beberapa perubahan atau peraturan tambahan yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pemerintah menjelang pemilu. Salah satu perubahan besar dalam pilkada sejak diberlakukannya UU Nomor 10 Tahun 2016 adalah pelaksanaan Pilkada secara serentak, yang dimulai pada tahun 2015.
Pilkada 2024 sudah hampir mencapai tahap akhir, yaitu penghitungan suara di tingkat provinsi, dan Mahkamah Konstitusi juga sudah menerima beberapa laporan terkait dengan kecurangan yang terjadi selama berlangsungnya Pilkada 2024. Salah satu bentuk laporan kecurangan yang dilaporkan ke Mahkamah Konstitusi adalah adanya praktik Money Politic.

Money politik atau politik uang merupakan praktik memberikan uang atau hadiah materi kepada individu atau kelompok dengan tujuan mempengaruhi keputusan politik, terutama dalam konteks pemilihan umum atau pengambilan keputusan politik lainnya. Ini adalah bentuk korupsi politik yang sering digunakan untuk mendapatkan dukungan atau mengamankan suara, dan praktik ini secara umum dianggap melanggar etika dan hukum sebagaimana telah diatur pada pasal 73 UU nomor 10 Tahun 2016 yang mengatur larangan politik uang pada pemilihan.

Praktik ini tidak hanya mencoreng integritas proses demokrasi, tetapi juga melanggengkan budaya politik transaksional. Kandidat yang menggunakan politik uang cenderung lebih fokus pada upaya "membeli suara" daripada menyusun visi dan misi yang jelas untuk membangun daerah. Di sisi lain, pemilih yang menerima uang atau bantuan sering kali merasa terikat untuk memilih kandidat tertentu, sehingga hak pilih yang seharusnya bebas menjadi terkooptasi.

Aada beberapa hal penyebab utama praktik politik uang ini, antara lain:

 Rendahnya pendidikan politik masyarakat, Rendahnya tingkat pendidikan politik masyarakat dapat membuat mereka lebih mudah dipengaruhi oleh uang ketimbang memahami program atau visi calon. Kurangnya pemahaman tentang pentingnya memilih berdasarkan visi dan misi calon dapat memperburuk praktik politik uang.
 Minimnya penegakan hukum, di mana sanksi terhadap pelaku politik uang sering kali tidak memberikan jera.
 Cultural dan Tradisi Politik: Pada beberapa daerah, politik uang sudah menjadi budaya atau tradisi dalam pemilu, di mana masyarakat merasa bahwa menerima uang sebagai bagian dari proses pemilihan itu wajar. Tradisi ini memperkuat peran uang dalam mendapatkan dukungan.

Untuk memberantas praktik ini, dibutuhkan langkah - langkah konkret seperti:

 Edukasi politik yang masif, agar masyarakat memahami pentingnya memilih berdasarkan kapasitas dan integritas kandidat, bukan imbalan materi dan uang.
 Penegakan hukum yang tegas, dengan meningkatkan pengawasan selama masa kampanye dan memberikan sanksi berat kepada pelaku politik uang.
 Transparansi dana kampanye, sehingga publik atau masyarakat dapat mengetahui sumber dan penggunaan dana setiap kandidat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun