: Adinda
Hujan mendahului menyapa pagi, meski keterjagaan menajam
Hanya gemuruh melaut di pagi itu, meski tak mencari tatapan rindu
Sudah berapa lama mata mistismu menghuni imajinasi hatiku
Kemarau tanda hujan tersipu, musim hujan mendekap  aura rahim
Kebakaran hutan bagai kisah api menjadi wujud mendendam
Rantai makanan sudah dimangsa kerakusan juga ketakutan
Membabat juga menerabas keseimbangan alam
Berhala zaman bagai minum air laut di tengah belantara angan
Hujan meminang batinmu, terusik rindumu siang malam
Kejernihan aliran air pegunungan masih lekat senyummu tersimpan
Sudah sejak kapan jiwamu menetap, bebas mengusikku terpana musim
Kau kejernihan itu, mengarungi lumpur juga limbah
Ketamakan menjerat kebebasan  juga kebaikan jadi tertuduh
Tatapanmu menggenggam aliran darahku, sungguh mendidih
Hujan membelaiku mengarungi samudera teduh
Banjarbaru, 19 Januari 2017