: Adinda
Menatap langit, bawalah keterbatasan/ketika bintang terlihat, gelap rembes dalam kerlip/rembulan bawa rindu, lapang kisah bunga bermekaran/wajah rindku membingkai purnama, tulus dalam kerlap.
Malam mengurai kepiluan terbendung/berita sekedar pembungkus dagangan/berserakan setelahnya bagai kebiasaan buang sampah/sembarangan tak peduli, kesulitan air sekedar fakta kemarau/kabut asap cuma rintihan kebakaran lahan/anak-anak kurang gizi cukup cibir kemalasan/keprihatinan bertahan hidup samarkan penindasan.
Wajah rinduku, cantik tak diam/langit masih luas, pandanglah cakrawala sertakan keterbatasan/kebebasan memilih batasnya sendiri/terindah saat romanmu terus bergerak, rembulan tuntaskan gelap.
Pemeras merampas berkah hujan, berwajah ingkar nikmat/kaum pinggiran terpasung keterbatasan/hutan gagal suksesi, para penindas menyebar api/rawa-rawa ditelan produksi keseragaman/keanekaragaman terkurung dalam ruang asap/yang bertahan hilang tempat kembali.
Wajah rinduku, tetap senyum/langit tetap lapang, panorama dalam dirimu/purnama membasuh keseimbangan langkahku/hujan di jantungmu melapangkan pandangan/arti kesepian teruntuk kerakusan juga keserakahan.
Banjarbaru, 9 Oktober 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H