Mohon tunggu...
HE. Benyamine
HE. Benyamine Mohon Tunggu... wiraswasta -

Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hutan dan Kepala Daerah Kalsel

27 Juli 2015   01:29 Diperbarui: 27 Juli 2015   08:11 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: HE. Benyamine

Menjelang Pemilukada tahun 2015 di Kalimantan Selatan, sudah beberapa tokoh yang menyatakan diri siap bertarung dalam meraih posisi kepala daerah, namun tiada terlihat apa dan bagaimana Kalimantan Selatan dalam pandangan tokoh tersebut, seakan semuanya akan berjalan seperti biasanya; menuju kerawanan. Hal ini mengarahkan Kalsel tidak mempunyai harapan dalam pembangunan, malah cenderung terjadi eksploitasi dan pengerukan dengan kebutaan.

Kalsel yang bergantung dengan hutan, perlu disadari untuk menjadi satu dasar berpijak bagi pemimpin Kalsel mendatang. Hutan sudah seharusnya menjadi acuan dasar bagi siapa saja yang akan merebut posisi pimpinan daerah di Kalimantan Selatan sebagai dasar kebijakan dan kebijaksanaan, karena jika kesadaran tentang hutan tersebut tidak ada, maka tiada harapan yang lebih baik bagi Kalimantan Selatan.

Penguasaan lahan oleh perusahaan besar, seperti tambang dan perkebunan sawit, membuka peluang terjadi pengabaian terhadap hutan, yang saat ini berlangsung sudah begitu mengkhawatirkan. Penguasaan lahan dalam skala besar akan semakin menempatkan Kalsel sebagai wilayah yang dikuasai perusahaan besar dengan konsekuensi semakin terpinggirkannya masyarakat dan terjadinya perubahan mata pencaharian. Penguasaan lahan ini tiada bedanya dengan tabiat penjajah, yang menempatkan manusia di wilayah ini sebagian bagian dari sistem produksi dengan pembatasan ruang gerak dan hasil, karena yang ada kepentingan perusahaan dan kekuasaan yang tak peduli dengan krisis energi di daerah ini.

Kepentingan daerah, yang seharusnya sumber daya diarahkan untuk kesejahteraan dan kemakmuran bersama, cenderung mengarah pada memenuhi kepentingan segelintir orang dan kekuasaan yang menopangnya berjalan sebatas masa jabatan dengan segala fasilitas sumber daya yang cukup untuk berjalannya roda pemerintahan di daerah.

Kalimantan Selatan merupakan wilayah hutan, dengan kesuburan tanah bergantung dengan bagaimana hutan dan pengelolaannya. Kesuburan tanah di Kalimantan Selatan yang rata-rata ketebalan hara 30 cm, yang berasal dari keterjagaan hutan berupa produksi serasah, sehingga sistem hara merupakan sistem hara tertutup. Apabila hutan di Kalimantan Selatan sudah diserahkan ke perusahaan pertambangan dan perkebunan sawit dengan luasan yang sangat besar, dengan alasan kepentingan investasi, maka hutan kehilangan fungsinya dan salah satunya kesuburan tanah semakin membutuhkan input pertanian yang besar.

Perkebunan sawit yang cenderung mengambil lahan rawa di Kalimantan Selatan, semakin menambah gangguan lingkungan yang lebih luas, selain merusak tata air dan merusak sistem hara, juga menghilangkan sistem budaya masyarakat yang merupakan hasil adaptasi dengan lingkungan alam. Perkebunan besar dan pertambangan dengan penguasaan lahan yang besar membuat perubahan besar, sehingga masyarakat yang berada di atas lahan-lahan tersebut tertatih-tatih beradaptasi kembali dengan lingkungan alam dalam penguasaan perusahaan. Pertambangan dan perkebunan sawit juga mengganggu sistem hara lahan-lahan yang tersisa, menjadikan lahan-lahan tersebut semakin sulit dalam pengelolaan dan pemanfaatannya.

Hal ini penting dan mendesak untuk menjadi perhatian calon pemimpin daerah dan masyarakat di Kalimantan Selatan, sebelum berbicara siapa yang saja yang akan bertarung di Pilkada Kalsel 2015, karena berhubungan dengan siapa yang mampu membawa Kalsel untuk kesejahteraan dan kemakmuran bersama.

Beberapa orang telah menyatakan kesiapannya memimpin Kalsel, dengan slogan seperti maju dan bermartabat atau kesejahteraan hak banua, namun bagaimana mungkin hal itu terwujud jika hutan telah diserahkan pada pertambangan dan perkebunan sawit, yang secara langsung menghilangkan sumber daya lain dari keberadaan hutan; buah-buahan, kayu, anggrek, satwa, dan plasma nutfah. Adakah terbayang gumbila nagara menjadi kripik? Sementara rawa sudah berubah menjadi perkebunan sawit.

Tiada martabat bagi daerah, jika lahan-lahan dalam penguasaan dengan tabiat penjajah. Di sini, kekuatan masyarakat perlu didorong untuk mendialogkan fakta-fakta seperti pilihan investasi pertambangan dan perkebunan sawit, seakan tiada investasi lain yang potensial di Kalimantan Selatan. Fenomena perusahaan pertambangan dan perkebunan sawit yang mengisi investasi masuk ke Kalimantan Selatan merupakan fenomena yang kasat mata untuk masa depan yang kehilangan harapan akibat persoalan lingkungan yang akan dihadapi di depan nantinya.

Oleh karena itu, pertimbangan dan kondisi Kalsel saat ini lebih penting menjadi bahan pembicaraan, di mana satu di antaranya kesadaran tentang hutan yang berkaitan dengan harapan Kalsel menantap masa depan. Hutan menjadi referensi budaya yang penting bagi Kalsel, perubahan skala besar akan menggeser referensi budaya. Jika dibiarkan begitu saja, maka budaya juga terkubur dan selanjutnya Kalsel menjadi wilayah jajahan. Penjajahan yang berlabel investasi, dengan pemimpin yang hanya tahu bahwa dirinya kepala daerah untuk sampai berakhirnya periode kekuasaan, selainnya duduk pada fasilitas negara dan Kalsel berjalan sendirinya dan seadanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun