Mohon tunggu...
Hade Miladia
Hade Miladia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Program Studi Hukum Ekonomi Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Socio-Legal Studies: Studi Hukum dan Masyarakat

16 November 2022   19:00 Diperbarui: 16 November 2022   19:26 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hukum ada untuk mengatur kehidupan bermasyarakat namun faktanya permasalahan hukum tetap ada di masyarakat, apakah ada yang salah sehingga hukum tidak dapat mencapai tujuannya atau ada yang terlewatkan dalam studi hukum ? Tulisan ini akan menelaah hukum dari sudut pandang yang berbeda untuk membantu hukum kembali pada tujuan utamanya yaitu memberikan keadilan, kepastian, dan manfaat kepada masyarakat. Socio-Legal Studies atau Studi Hukum dan Masyarakat mencoba menjawab berbagai persoalan hukum dengan melihat bagaimana hukum bekerja dalam masyarakat secara interdisiplin, karena hukum tidak pernah lepas dari aspek lainnya yang mempengaruhi hukum itu sendiri seperti sosial, kebudayaan, politik, ekonomi, kesehatan, lingkungan, dan saintek.

Apa itu Socio-Legal Studies ?

Socio-Legal Studies merupakan sebuah studi hukum dengan sudut pandang kelompok ilmu-ilmu sosial tentang hukum, sebagai bentuk kajian hukum yang menggunakan prespektif ilmu-ilmu sosial terhadap hukum tetapi dilakukan sebagai internal kritik (memberikan kritik terhadap kelemahan-kelemahan praktis hukum saat bersentuhan dengan kenyataan sosial). Jadi, Socio-Legal Studies adalah kajian terhadap hukum dengan menggunakan pendekatan ilmu hukum maupun ilmu-ilmu sosial.

Socio-Legal juga harus dibedakan dengan Sosiologi Hukum, walaupun sama-sama meneliti hukum. Dimana kajian utama dalam sosiologi hukum adalah law in action atau pelaksanaan hukum dalam masyarakat, bukan hukum itu sendiri. Sedangkan Socio-Legal menempatkan dirinya dalam ilmu hukum dimana kajian-kajian yang dihasilkan juga akan berupa kajian hukum. Apabila Sosiologi Hukum berawal dari fakta-fakta sosial, maka Socio-Legal bertitik berat dan berawal pada law in contest. Sifat sosiologi hukum adalah deskriptif yaitu menjelaskan masalah hukum dari aspek-aspek sosial. Adapun sifat Socio-Legal adalah prespektif yaitu memberi solusi atas permasalahan hukum dengan menggunakan analisa normatif dan pendekatan non-hukum atau aspek sosial. Maka Socio-Legal bukanlah sosiologi hukum, bukan pula direduksi menjadi semata-mata penelitian yuridis-empiris, Socio-Legal mensyaratkan kemampuan penelitian hukum normatif secara baik.

Lalu, apa itu Pendekatan Socio-Legal?

Socio-Legal sebenarnya ‘konsep payung’. Ia memayungi segala pendekatan terhadap hukum, proses hukum, maupun sistem hukum. Pendekatan Socio-Legal memadukan pendekatan dari ilmu-ilmu sosial, antara lain ilmu politik, ekonomi, budaya, sejarah, antropologi, komunikasi, dan berbagai ilmu lainnya. Pendekatan Socio-Legal dengan demikian menjadi satu kesatuan konsep kombinasi. Dalam mengkaji masalah hukum, keuntungan dari pendekatan Socio-Legal adalah membantu untuk memahami dan memberikan konteks untuk konstruksi sosial dan politik yang mempengaruhi hukum dan implementasinya. Dimana penelitian Socio-Legal dimulai dengan meneliti fitur hukum yang terkait dengan tindakan warga dan pejabat negara serta menguji dan memeriksa makna yang dipahami dan tindakan yang dilakukan warga dan pejabat negara.

Sebagai contoh penelitan Socio-Legal yaitu mengenai kesetaraan dan keadilan gender. Perbedaan gender sebetulnya tidak menjadi masalah selama tidak melahirkan ketidakadilan. Namun ternyata perbedaan gender baik melalui mitos-mitos, sosialisasi, kultur, dan kebijakan pemerintah telah melahirkan hukum yang tidak adil bagi perempuan. Di Indonesia, konsep kesetaraan dan keadilan gender sebagai upaya untuk menghilangkan diskriminasi terhadap perempuan baru muncul pada Garis Besar Halauan Negara (GBHN) tahun 1993-1998 ditetapkan oleh MPR, yang menyatakan perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan laki-laki. Meskipun MPR pada waktu itu belum merujuk secara eksplisit pada upaya untuk kesetaraan dan keadilan gender. Sayangnya konsep terkait hak-hak perempuan hanya terletak pada UUD 1945 pasal 28D (3) dan Pasal 28H (2). Dua butir tersebut memberikan penekanan pada dua konsep yakni kesetaraan dan keadilan. Hampir dua dekade setelah reformasi serta munculnya berbagai undang-undang dan regulasi ternyata kondisi kesetaraan dan keadilan gender di Indonesia tidak mengalami perubahan. Berdasarkan catatan tahunan Komnas Perempuan pada tahun 2022, jumlah data kekerasan berbasis gender terhadap perempuan di tahun 2021 sebanyak 338.496 kasus. Jumlah ini meningkat 50% jika dibandingkan tahun 2020. Dimana kasus kekerasan seksual termasuk yang relatif masih tinggi.

Salah satu kemajuan yang dicapai dalam hal meningkatkan partisipasi perempuan di parlemen adalah UU Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilihan Umum dimana terdapat enam Pasal yang mengatur mengenai 30% keterwakilan perempuan dalam Pemilu yang harus dipenuhi oleh partai politik peserta pemilu. Namun demikian, meskipun sudah ada kebijakan khusus untuk meningkatkan representasi perempuan, justru ironisnya proporsi tersebut mengalami penurunan.

Ketimpangan yang nampak dalam sistem sosial yang ada di Indonesia tidak hanya terkait rasa aman dari ancaman bersifat kekerasan mental maupun fisik semata dan keterlibatan dalam proses politik dalam menentukan arah komunitas maupun negara. Pada aspek lain seperti pembangunan ekonomi Indonesia juga nampak ketimpangan dan ketidakadilan yang sangat tajam. Misalnya rendahnya akses perempuan dalam pasar tenaga kerja serta ketimpangan dan ketidakadilan dalam perlakuan terhadap perempuan di bidang ekonomi, jadi pemberdayaan terhadap perempuan lemah membuat perempuan memiliki keterbatasan dalam memilih partisipasinya dalam arus pembangunan Indonesia.

Dari permasalahan tersebut, dapat dianalisa secara mendalam dengan memotret ketimpangan yang terjadi disandingkan dengan prinsip-prinsip CEDAW yang telah diratifikasi oleh Indonesia sebagai bentuk komitmen sebagai negara yang menjadi bagian dari masyarakat dunia. Dengan demikian, laki-laki dan perempuan dapat merasakan manfaat, memiliki akses, serta berpartisipasi secara seimbang dan optimal. UU tentang KKG diperlukan untuk mempercepat tercapainya persamaan substantif dan kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam menikmati hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Selain itu, UU tentang KKG diperlukan sebagai payung hukum guna mencapai akses dan kondisi yang setara antara laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu sangat penting untuk Undang-Undang KKG dilanjutkan pembahasannya sehingga Kesetaraaan dan Keadilan Gender di Indonesia semakin cepat terwujud melalui berbagai strategi pemerintah dalam pemberdayaan perempuan yang semakin kuat dengan adanya Undang-Undang yang menjadi payung hukum.

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa Socio-Legal Studies bertujuan untuk mencapai kesinambungan antara teori dan praktik dalam mengkaji, menjelaskan persoalan hukum secara lebih bermakna dan menjelaskan bekerjanya hukum dalam keseharian warga masyarakat. Kajian Socio-Legal dalam konteks pengembangan hukum praktis (legal practices) dapat mempertemukan ilmu-ilmu lain dengan ilmu hukum atau menggunakan interprestasi subjektif ilmu-ilmu lain terhadap hukum. Oleh karena itu, Socio-Legal Studies sebagai salah satu solusi hukum yang ada di Indonesia yang merupakan studi hukum tanpa batas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun