Suka atau tidak, setelah mengamati debat capres perdana beberapa hari yang lalu, dapat dikatakan Jokowi lebih Soeharto dibandingkan Prabowo yang jelas-jelas mantan menantu Soeharto.
Soeharto terkenal dengan ide sentralisasinya, di mana pembangunan Pusat yang habis-habisan guna menutupi boroknya pembangunan amburadul di Daerah. Pembangunan gila-gilaan ini untuk memaksa Barat hanya memandang Jakarta sebagai tolak ukur perkembangan Indonesia. padahal, Indonesia tak hanya Jakarta. Imbas dari kesesatan cara pandang ini adalah Barat menilai Indonesia di zaman Soeharto sejahtera, padahal itu hanya metafora belaka, kenyataannya adalah Daerah tidak menikmati seperti apa yang dinikmati Pusat.
Dan kini, Jokowi melemparkan ide neo-sentralisasi pembangunan lewat Potong Anggaran terhadap Daerah yang tidak sesuai ekspestasi Pusat. Ini adalah ide yang berbahaya dan membuat Daerah berpikir ribuan kali andaikata itu benar-benar direalisasikan. Padahal, hubungan Pusat dan Daerah sudah dalam koridor yang tepat untuk diperbaiki seiring Reformasi yang bergulir sejak 1998.
Kendati kuat juga dugaan bahwa ide yang Jokowi lontarkan itu hanyalah ide sesaat yang akan hilang ditelan gempita pencitraan yang seakan tak kenal kata akhir, tetap saja menjadi sebuah catatan besar dalam mengamati sepak terjang mantan Walikota Solo yang mulai dikenal Barat sejak kooperatifnya dalam penanggulangan Terorisme di Ngruki itu.
-2014-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H