Program imunisasi merupakan upaya kesehatan masyarakat yang terbukti paling cost effective dan telah diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956. dengan program ini, Indonesia dinyatakan bebas penyakit cacar sejak tahun 1974. Mulai tahun 1977 kegiatan imunisasi diperluas menjadi Program Pengembangan Imunusasi (PPI) dalam rangka pencegahan penularan terhadap beberapa penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) yaitu Tuberkulosis, Difteri, Pertusis, Campak, Polio, Tetanus, Hepatitis B serta Pneumonia.
Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009, imunisasi merupakan salah satu upaya untuk mencegah terjadinya penyakit menular yang merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementrian Kesehatan sebagai salah satu bentuk nyata komitmen pemerintah untuk mencapai Millenium Development Goals (MDGs) khususnya untuk menurunkan angka kematian pada anak.
Berdasarkan kajian dari Regional Review Meeting on Imunization WHO/SEARO di New Delhi dan Komite Ahli Penasehat Imunisasi Nasional/Indonesian technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) pada tahun 2010, merekomendasikan agar vaksin Hib diintegrasikan ke dalam program imunisasi nasional untuk menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan bayi dan balita akibat pneumonia dan meningitis. Hal ini selaras dengan introduksi vaksin baru yang tercepat dalam Comprehensive Multi Years Plan (CMYP) 2010-2014 dalam rangka mempercepat pencapaian  Millenium Development Goals (MDGs) 4 .
Pneumonia menyebabkan kematian terbesar pada anak. Kurang lebih 23% pneumonia yang serius pada anak disebabkan oleh Haemophilus Influenzae tipe b (Hib). Sedangkan penyebab lain adalah Pneumococcus, Staphilococcus, Strepthococcus, Virus dan Jamur. Hib dan Strepthococcus Pneumonia juga menyebabkan meningitis yang dapat menimbulkan kematian dan kecacatan pada anak. Meningitis adalah radang pada selaput otak dan korda spinalis (bagian dari sistem saraf pusat) dengan gejala : Demam, kaku kuduk, penurunan kesadaran dan kejang. Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri dan jamur. Meningitis akibat bakteri umumnya sangat parah dan dapat menyebapkan kerusakan otak dan kematian. Berdasarkan laporan CDC tahun 2000, Hib dapat menyebabkan antara lain Meningitis (50%), Epiglotitis (17%), Pneumonia (15%), Arthritis (8%), selulitis (6%), osteomyelitis (2%), bakteriemia (2%).
Selain itu direkomendasikan vaksin Hib dalam bentuk cair (liquid) kombinasi dengan DPT/HB untuk efisiensi biaya, waktu dan penyimpanan. Berkat kemajuan tehnologi pembuatan vaksin, telah dimungkinkan vaksin DPT, Hepatitis B dan Hib dikombinasikan dalam satu preparat tunggal (DPT-HB-Hib). Hal tersebut sesuai dengan rekomendasi SAGE ( Strategic Advisory Group of Experts on Imunization) tentang kombinasi vaksin Hib dengan DPT-HB menjadi vaksin DPT-HB-Hib (pentavalen) untuk mengurangi jumlah suntikan pada bayi.
Kualitas pelayanan imunisasi yang kurang optimal tentunya akan membuat sia-sia sumberdaya yang telah dikeluarkan seperti biaya operasional, vaksin, logistik, tenaga dan waktu. Bahkan yang paling memprihatinkan untuk kita semua adalah kegagalan imunisasi akan mengancam terjadinya kesakitan, kecacatan, atau kematian pada anak yang disebabkan PD3I. Karenanya untuk mendukung kualitas pelayanan imunisasi diperlukan peningkatan kualitas sumberdaya tenaga yang handal.
Keberhasilan program imunisasi ditentukan dengan membuat strategi pencapaian, dengan tetap menjaga dan meningkatkan kualitas pelayanan imunisasi melalui peningkatan pengetahuan sehingga petugas diharapkan menjadi trampil dan kompeten di lapangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H