"Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian." (Al Furqan: 67).
Itulah mukmin. Wallahu a'lam bisshawab.
Jelas sekali bukan...jika dilihat dari cerita rasul dan sahabatnya, indikator Iman sangat ada kaitannya dalam konsumsi. Terlebih jika konsumsi dilakukan secara berlebih lebihan. Hal ini menjadi perhatian bersama dalam menuju kesejahteraan sosial, haruslah untuk menekanan Islam pada pemenuhan kebutuhan dasar, juga menahan diri dari konsumsi yang berlebihan dan mencapai keadilan distributif. Karena jika dalam pemenuhan kebutuhan ini tidak memasukkan unsur/ prinsip prinsip Islam didalamnya, maka bisa jadi konsumerisme akan berkembang biak.
Oleh karena itu Islam sangat menganjurkan untuk hidup sederhana. Sederhana tidak berarti pasif atau nerimo, tidak juga berarti miskin dan melarat. Justru dalam jiwa kesederhanan itu terdapat nilai-nilai kekuatan, kesanggupan, ketabahan dan penguasaan diri dalam menghadapi perjuangan hidup. Di balik kesederhanaan ini terpancar jiwa besar, berani maju dan pantang mundur dalam segala keadaan. Bahkan di sinilah hidup dan tumbuhnya mental dan karakter yang kuat, yang menjadi syarat bagi perjuangan dalam segala segi kehidupan.
Didalam ayat Al Quran pun dijelaskan makna Ekonomi yang terdapat dalam surat Al Maidah: 66
Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan (Al Quran) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas dan dari bawah kaki mereka. Diantara mereka ada golongan yang pertengahan. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka.
Dari ayat diatas dijelaskan bahwa Ekonomi yang sebenarnya adalah Iqtishad yang berarti pertengahan atau bisa diartikan menggunakan rezeki yang ada di sekitar kita dengan cara berhemat agar kita menjadi manusia-manusia yang baik dan tidak merusak nikmat apapun yang diberikan kepada-Nya.
Nah, dari sini dapat disimpulkan bahwa konsumsi itu merupakan indikator Iman. Ada hubungan antara konsumsi dan Iman jelas, karena jika seorang muslim yang benar itu mengonsumsi berdasarkan syariat Islam dan semata mata beribadah kepada Alllah. Mendapatkannya dengan cara yang halal, menjauhi segala makanan dan minuman yang dilarang oleh Islam, Tayyib, halal, dan tidak berlebih lebihan. Oleh karena itu, konsumsi dan Iman tidak bisa dilepaskan. Hidup untuk beribadah, berarti konsumsi pun untuk beribadah pula. Uusiikum Wa iyyaya. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H