Mohon tunggu...
HN
HN Mohon Tunggu... Guru - Teacher - Author - Writer

Membiarkan kata abadi dalam tulisan, terbalut dengan carut marut tinta. Harapannya semoga bermanfaat untuk sesama.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pilihan Terbaik di Atas Keputusan Terburuk

12 April 2023   09:58 Diperbarui: 12 April 2023   09:59 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jam dinding menunjukkan pukul 16.30, gemericik air hujan membasahi jalan.
Sehingga suasana lalu lalang pun terasa sepi. Di tengah rintikan hujan,  kurasakan perut mulai keroncongan. Nampaknya perut ini terasa lapar, langsung saja aku bergegas pergi ke suatu tempat makan yakni bakso langgananku. Sesampai disana aku memesan bakso dan teh panas. Tanpa disadari samar-samar, aku melihat sosok laki-laki yang sepertinya pernah kukenal. Lalu aku mencoba mengingatnya. Betul sekali, dia adalah Dafa teman satu Universitas kuliahku dulu. Aku pun menyapanya lantas dia terkejut dan mempersilahkan aku duduk di sampingnya sembari menunggu pesanan kami datang. Dilanjut, kami pun bercerita tentang kehidupan kami masing-masing setelah lulus dari UIN GUSDUR Pekalongan. Karena dulu sewaktu kuliah, kami begitu dekat layaknya sosok sahabat. Hanya saja setelah lulus, dia melanjutkan bekerja di salah satu perusahaan jakarta dan mencari nafkah disana.

 Cerita pun masih berlanjut dari mulai kami bercerita tentang kesibukan masing-masing setelah lulus, hingga menembus sampai bercerita tentang kisah cinta masing-masing. Ia yang sempat jatuh sakit beberapa waktu lalu lantaran kepikiran suatu hal,  yakni kekasihnya Prameswari yg baru saja meninggal. Dengan wajah sendu, dia bercerita bahwa hubungannya dengan Prameswari sudah berjalan cukup lama. Bahkan sudah terbesit niat keseriusan di dalamnya. Namun sayangnya, cinta mereka kandas sebab tidak mendapatkan restu dari orangtua Dafa. Alasannya karena perbedaan suku.  "Laki-laki suku jawa tidak boleh menikah dengan perempuan dari suku sunda" begitu tutur orangtuanya.
 Beranjak dari hal itu, tidak lama kemudian Prameswari jatuh sakit. Prameswari yang dahulu mempunyai riwayat penyakit dalam, sempat kambuh hingga merenggut nyawanya. Tidak lama setelah sepeninggalan Prameswari, disusul dengan Dafa yang jatuh sakit sampai tidak sadarkan diri. Berhari-hari dirinya dirawat di salah satu rumah sakit tempat ia bekerja di Jakarta.

 Seiring berjalannya waktu, sambil berusaha menyembuhkan luka dalam hatinya. Ia memutuskan untuk pulang kembali ke kota kelahirannya (Pekalongan). Meski kini hatinya masih terluka,  diliputi rasa bersalah dan kehilangan yg teramat dalam. Tetapi ia mencoba untuk menjalani kehidupan dengan semestinya. Bukankah hidup harus tetap berjalan? Begitulah pikir Dafa.

Setelah mendengar ceritanya, tak terasa air mataku hampir saja menetes. Namun segera aku bendung agar jangan sampai jatuh ke pipi. Rasanya malu sekali kalau sampai Dafa mengetahui jika aku menangis. Maka lebih baik, air mata itu aku tahan meski agak sedikit terlihat berkaca-kaca. Bagaimanapun juga, aku ikut merasakan apa yang ia alami. Aku pun turut prihatin dan mencoba menguatkannya. Aku tahu ini tidak mudah, namun dalam hatiku berharap dia bisa segera melupakan masalalu nya dan kembali fokus menata masa depan. Karena bagaimanapun juga, aku dulu pernah menaruh perasaan padanya. Perasaan yg tidak bisa ku utarakan. Karena ketakutanku jika dia tahu tentang perasaanku, maka itu akan menjadi sekat untuk persahabatan kita. Untuk itu aku lebih memilih mencintainya secara diam-diam sampai detik ini sekalipun. Aku masih menyimpan harapan semoga kelak dia mengetahui perasaanku dan kedepannya ia juga mempunyai perasaan yg sama sepertiku. Sembari berdoa mudah-mudahan kami ditakdirkan berjodoh. Aku berjanji dalam hatiku, akan menyembuhkan lukanya serta menjadi penguat untuknya kelak dalam mengarungi bahtera kehidupan bersama-sama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun