Menurut teorinya, Indonesia justru bisa diuntungkan jika:
· Indonesia bisa fokus pada produksi beras
· Jepang bisa fokus pada produksi jagung
· Keduanya bisa berdagang untuk membantu pemenuhan permintaan komoditas domestik dengan lebih murah atau affordable.
2. Bagaimana dengan lanskap impor Indonesia?
Biasanya, sebuah negara bisa menentukan komoditas mana yang bersifat kunci dan perlu diproduksi sendiri berdasarkan pertimbangan ekonomi dan strategis. Saat ini, Indonesia masih mengimpor banyak komoditas konsumsi dan berisiko menimbulkan ketergantungan.
Perpres tentang komoditas yang boleh impor
Peraturan Presiden No.125 tahun 2022 tentang Cadangan Pangan Pemerintah menunjukan 11 komoditas yang cadangannya diusahakan (hanya 6 yang bisa impor):
· Cadangan non impor: cabai, daging unggas, telur unggas,minyak goreng, dan ikan.
· Yang bisa impor: beras, jagung, kedelai, bawang, daging ruminansia (seperti daging sapi/kerbau), gula konsumsi
3. Tentang perjanjian dagang
Sebagai anggota WTO, Indonesia terikat aturan perdagangan internasional seperti Agreement on Agriculture (AoA) yang mendorong non-diskriminasi dan keterbukaan perdagangan, termasuk impor komoditas, salah satunya adalah gula.
Perjanjian Pertanian WTO bertujuan untuk membuka pasar (liberalisasi) seluruh sektor pertanian anggotanya. Liberalisasi dilakukan dengan mendorong pembukaan pasar melalui penghapusan berbagai bentuk hambatan perdagangan, baik tarif maupun non-tarif. Dengan membuka pasar, peran negara untuk mengatur perdagangan berkurang, sehingga membuka pintu bagi peran korporasi multinasional.
Selain itu liberalisasi industri pangan indonesia juga sejalan dengan kesepakatan lain, seperti:
1. Komitmen liberalisasi perdagangan untuk ASEAN Free- Trade Area (AFTA)