Mohon tunggu...
Hazkiel Samuel Silitonga
Hazkiel Samuel Silitonga Mohon Tunggu... Lainnya - Siswa SMA Kanisius Jakarta

Siswa SMA Kanisius Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Financial

Gen-Z Miskin? Mertua Dijadikan Beban?

16 November 2024   19:08 Diperbarui: 19 November 2024   09:14 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Generasi Z, yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, kini mulai menapaki fase kehidupan di mana banyak dari mereka mempertimbangkan stabilitas finansial dan impian memiliki rumah sendiri. Namun, mimpi memiliki rumah tampaknya makin jauh dari genggaman, menjadikan opsi tinggal bersama mertua sebagai solusi yang lebih realistis bagi banyak pasangan muda. Kenapa bisa begitu?

Realita Ekonomi yang Menghimpit

Faktor utama yang menghambat Gen Z dalam mencapai impian membeli rumah adalah kondisi ekonomi yang semakin tak bersahabat. Inflasi yang terus melambung, suku bunga yang tinggi, dan ketidakpastian pasar kerja membuat banyak dari mereka terjebak dalam situasi finansial yang serba sulit. Alih-alih mengumpulkan uang untuk DP rumah, banyak yang masih berjuang memenuhi kebutuhan sehari-hari. Keadaan ini mengubah kepemilikan rumah dari sekadar impian menjadi tantangan yang nyata.

Salah satu penghalang besar bagi Gen Z untuk memiliki rumah adalah utang pendidikan. Banyak dari mereka meminjam uang dalam jumlah besar demi menyelesaikan kuliah, yang pada akhirnya menjadi beban finansial yang tak mudah diatasi. Utang ini seringkali menyita porsi besar dari pendapatan bulanan, sehingga sulit bagi mereka untuk menabung demi membeli rumah.

Gaya Hidup Zaman Now: Antara Tren dan Kenyataan

Generasi Z tumbuh di era media sosial, di mana kehidupan yang tampak glamor dan konsumtif sering kali menjadi standar. Paparan terhadap gaya hidup serba mewah melalui platform seperti Instagram dan TikTok membuat mereka lebih tertarik menghabiskan uang untuk pengalaman dan barang-barang terkini daripada menabung untuk masa depan. Fokus mereka lebih ke "hidup sekarang" ketimbang "menabung untuk nanti," sehingga rencana membeli rumah sering terpinggirkan. Di tengah segala rintangan ini, tinggal di rumah mertua menjadi solusi praktis dan populer. Ini bukan hanya soal menghemat biaya sewa atau cicilan, tetapi juga memberikan dukungan emosional serta mengurangi tekanan finansial. Tinggal dengan mertua memungkinkan pasangan muda untuk fokus menabung dan merencanakan masa depan tanpa harus terbebani biaya hidup yang tinggi.

Namun, ada stigma yang melekat pada pilihan ini. Bagi sebagian orang, tinggal bersama mertua dianggap sebagai kegagalan dalam mencapai kemandirian. Tetapi, kita perlu memahami bahwa keputusan ini bukanlah cerminan dari kurangnya usaha, melainkan adaptasi terhadap kondisi ekonomi yang sulit. Pilihan ini merupakan strategi finansial cerdas yang membantu banyak pasangan muda mengelola keuangan mereka dengan lebih baik.

Manfaat Tak Terduga dari Tinggal Bersama Mertua

Bukan hanya soal menghemat biaya, tinggal bersama mertua juga bisa membawa banyak keuntungan lainnya. Pasangan muda dapat belajar dari pengalaman dan nasihat orang tua mereka, berbagi tanggung jawab rumah tangga, dan menikmati kemudahan berbagi pengeluaran. Ini bisa menjadi momen yang tepat untuk memperkuat hubungan keluarga dan mempersiapkan diri secara finansial sebelum benar-benar mandiri. Sudah saatnya kita mengubah cara pandang tentang kepemilikan rumah. Jika dulu memiliki rumah dianggap sebagai simbol kesuksesan dan kemandirian, kini paradigma itu perlu diperbarui. Dengan kondisi ekonomi yang semakin dinamis, penting untuk menyadari bahwa setiap orang memiliki jalur yang berbeda menuju kemandirian finansial. Tinggal bersama mertua bisa menjadi langkah awal yang bijak dalam perjalanan menuju kepemilikan rumah.

Apa yang Bisa Dilakukan Pemerintah?

Kebijakan perumahan yang lebih inklusif sangat diperlukan untuk membantu generasi muda. Program subsidi bagi pembeli rumah pertama atau pinjaman dengan bunga rendah bisa menjadi solusi yang memudahkan Gen Z dalam membeli rumah. Tanpa dukungan ini, impian memiliki rumah akan semakin sulit tercapai. 

Di samping itu, pendidikan finansial harus menjadi prioritas bagi Gen Z. Mengajarkan cara mengelola uang, menabung, dan berinvestasi dapat membantu mereka membuat keputusan keuangan yang lebih cerdas. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang keuangan, mereka bisa lebih siap menghadapi tantangan pasar perumahan yang ketat.

Masa Depan Perumahan : Optimis Vs. Realistis

Kita perlu bersikap optimis namun tetap realistis dalam melihat masa depan kepemilikan rumah. Dengan kerjasama antara individu, keluarga, pemerintah, dan sektor swasta, kita bisa menciptakan inovasi dan solusi yang mendukung akses perumahan yang lebih terjangkau. Tinggal di rumah mertua bukanlah kegagalan, melainkan bagian dari strategi finansial jangka panjang. Bagi Gen Z, ini adalah cara cerdas untuk mempersiapkan masa depan tanpa harus memaksakan diri mengikuti standar sosial yang tak selalu relevan. Dengan dukungan dari keluarga, kebijakan publik yang tepat, dan pemahaman yang lebih baik tentang manajemen keuangan, Gen Z bisa menavigasi tantangan ini dengan lebih baik. Mungkin jalannya berbeda dari generasi sebelumnya, tetapi dengan sikap positif dan perencanaan yang matang, impian memiliki rumah tetap bisa terwujud.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun