Mohon tunggu...
Haz Algebra
Haz Algebra Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Seorang hamba dari semua insan besar, juga hamba dari para pecundang. Menulis untuk meninggalkan JEJAK! [http://hazbook.blogspot.com/]

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Senyum "Lie Detector"

13 Juli 2010   05:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:54 1025
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika kita sedang berbicara dengan seseorang, seringkali kita atau lawan bicara kita melemparkan senyum untuk menunjukkan kedekatan, kegembiraan atau ketulusan. Ya, senyum adalah jarak terpendek antara dua orang. Dan senyum juga adalah garis melengkung yang dapat meluruskan banyak hal ketika kita sedang bermasalah dengan orang lain. Demikian halnya saat perasaan kita sedang bahagia, terkadang kita senyum-senyum sendirian di kamar bahkan di depan umum. Meskipun ekspresi perasaan bahagia juga dipengaruhi oleh kultur, misalnya ada yang tertawa, senyum bahkan ada yang tampak biasa-biasa saja. Akan tetapi, senyum adalah salah satu bentuk ekspresi emosi (rasa) yang paling luhur dari manusia. Perasaan bahagia dapat termanifestasi dalam senyum, begitu pula senyum dapat membuat seseorang gembira. Oleh karena itu, senyum memiliki efek yang tidak sedikit dalam membentuk karakter seseorang. Senyum melibatkan aspek berpikir sehingga pada saat senyum kita memerintahkan otot-otot wajah kita seperti mengangkat sudut bibir. Akan tetapi, senyum ini tidaklah sempurna karena ada otot-otot wajah yang tidak bisa dikontrol oleh kesadaran, otot-otot itu berkontraksi sesuai dengan kondisi emosi seseorang yang tak bisa direkayasa. Oleh karena itu, kejujuran seseorang dapat dinilai dari senyum yang ia tampakkan. Jika kita sering mendengar ungkapan bahwa "mata tak dapat berbohong", itu tidak salah kalau yang dimaksud adalah bentuk mata, bukan bola matanya. Karena pada dasarnya otot-otot yang bekerja pada ekspresi wajah adalah otot yang melingkari mulut (orbicularis oris), otot yang melingkari mata (orbicularis oculi) dan otot pipi (zygomaticus). Otot-otot yang melingkari mata inilah yang tak bisa dikontrol secara sadar. Pada senyum yang tulus dan spontan otot ini berkontraksi, tapi pada senyum yang dibuat-buat otot ini tidak berkontraksi. Sistem limbik adalah bagian otak yang bertanggung jawab untuk semua itu. Bagian otak ini digelari paleocortex (otak tua) karena merupakan sisa otak binatang. Kecerdasan emosi sebagian besar diatur oleh otak tua ini, termasuk "alam bawah sadar" yang banyak disebut-sebut dalam psikologi. Disinilah rasa makhluk hidup diatur, memori implisit seperti kejujuran, cinta, bahagia, dan penderitaan tertanam dibagian otak ini, bahkan ahli saraf emosi Joseph LeDoux mengistilahkan sistem ini sebagai "tempat duduk" bagi semua nafsu manusia. Paul Ekman, seorang ahli otak yang khusus membidani pengaturan emosi positif dan negatif membagi senyum dalam 2 jenis: felt simle atau senyum spontan, yang dihayati dan motivasi oleh perasaan tulus; dan false smile atau senyum palsu yang sengaja dibuat untuk meyakinkan orang bahwa ada kegembiraan, ketulusan, kepolosan, dan kejujuran. Gambar di samping menunjukkan senyum palsu (Google). Senyum palsu ini pasti pernah dilakukan semua orang, tetapi jauh lebih banyak dilakukan oleh kelompok diplomat, pedagang, politisi dan pekerja hubungan publik (public relation). Senyum palsu ini merupakan manifestasi terbalik dari isi hati. Dengan berbagai alasan seseorang dapat menyembunyikan isi hati yang sebenarnya dengan menunjukan kegembiraan dan sepintas dapat meyakinkan orang bahwa ia tulus, jujur, atau polos. Motivasi seperti itu hanya akan berbuah reputasi sebagai tukang menyenangkan orang lain. Jika kita menunjukkan senyum pada orang yang tak kita sukai, maka kita sedang menunjukkan senyum palsu yang disebut phony smiles. Sebaliknya, jika hati kita sedang gundah gulana, sedih, dan susah karena suatu hal, tetapi kita tersenyum untuk menunjukan bahwa kita tegar dan kuat, maka kita melakukan senyum palsu bernama masking smiles. Saat melancarkan senyum ini, kita seperti memakai topeng (masker) untuk menutupi perasaan sedih itu. Ciri penting pada senyum palsu seperti pada gambar ini, atau misalnya kalau kita mengamati politisi atau presenter melakukan masking smiles, mungkin dengan motif ingin menarik simpati, maka kita akan mengamati bahwa meskipun bibir tampak terangkat, tetapi otot di bagian wajah lain misalnya otot yang melingkari mata tampak tegang tapi tidak berkontraksi sempurna. Berbeda dengan senyum spontan atau tulus, apa lagi yang didasari oleh kejujuran dan keikhlasan, sudut bibir kita akan terangkat ke atas diikuti oleh kerutan pada daerah yang melingkari mata.

"Senyum Tulus"

Menurut Taufiq Pasiak, Kejujuran, ketulusan, dan keikhlasan adalah "keseimbangan semesta". Tuhan sudah membentuk struktur otak yang mengatur mana perbuatan tulus dan jujur serta mana yang dibuat-buat. Kalau wajah kita boleh berbicara, disitulah tempat kejujuran menampakkan diri. Otot-otot yang melingkari mata (orbicularis oculi), melingkari mulut (orbicularis oris), dan otot pipi (zygomaticus) dan pusat pengaturan gerakan di otak (homunculus motoric) mengatur mana ekspresi yang jujur dan mana yang di rekayasa. Seorang ahli otak Prancis Bolougne Duchene (1862) berhasil membuktikan bahwa perbedaan pusat pengaturan senyum spontan (jujur) dan senyum terpaksa (palsu). Pada senyum spontan ,bagian otak yang bernama cortex motoric yang aktif. Perintah dikirim melalui tractus pyramidalis (jalur piramidal) menuju batang orak dan saraf-saraf tulang belakang. Sedangkan pada senyum terpaksa, senyum diplomatis-politis, yang aktif adalah bagian otak bernama cortex premotor yang kemudian sinyalnya melalui tractus extrapyramidal (di luar jalur piramidal) . Karena perbedaan pusat pengaturan, gerakan otot-otot wajah menjadi berbeda pada kedua senyum itu. Kalau tak percaya, anda dapat mencobanya di depan cermin. Selain merupakan kerjasama antara otak dan otot, sistemlimbik (pusatemosi) dan hipothalamus (pengaturan hormon) merupakan bagian penting otak yang berhubungan dengan ekspresi emosi. Adanya koneksi antara sistem limbik dan hipothalamus, maka emosi juga melibatkan sistem endokrin, saraf otonom, dan saraf somatik. Keterlibatan sistem endokrin/hormon mengakibatkan zat kimia yang dilepaskan pada kedua senyum itu berbeda. Pada senyum spontan dan tulus, zat opiat endogen seperti enkefalin (penghilang rasa nyeri) dan endorphin (zat seperti morfin yang membuat gembira) akan banyak dirilis. Efeknya kemudian kembali ke otak, ke jiwa kita. Kegembiraan spontan itu sendiri dapat membuat wajah kita kelihatan lebih cerah. Selain itu, efek yang ditimbulkan pada saraf otonom dapat menstabilkan irama jantung, bahkan terkadang saking terlalu gembira, seseorang yang dari senyum spontan dapat tertawa terbahak-bahak sampai terkencing-kencing. Sedangkan pada senyum palsu akan meningkatkan hormon stres seperti kortisol dan adrenalin. Hal ini dikarenakan otak kita harus melakukan adaptasi terhadap kepalsuan-kepalsuan yang dibuat. Efeknya pada otot-otot wajah mengakibatkan wajah tampak tegang. Dan efeknya pada saraf otonom dan saraf somatik yakni jantung berdebar-debar dan tubuh berkeringat. Kerjasama antara kulit otak (cortex), sistem limbik, batang otak (formatio reticularis), saraf tulang belakang, saraf otonom dan saraf somatik ini merupakan prinsip dasar diciptakannya mesin pendeteksi kebohongan (lie detector). Seseorang bisa saja berkata bohong, tapi ekspresi wajahnya tak bisa mengelak dari kebohongan. Atau dengan kata lain, kita dapat mendeteksi kebohongan seseorang dari senyum yang ia tampakkan. Seseorang dengan keahlian khusus, misalnya pemain teater atau orang yang sudah terbiasa berbohong mungkin dapat memanipulasi ekspresi wajahnya, akan tetapi manifestasi tubuhnya seperti detak jantung, irama pernapasan dan keringat yang keluar dari tubuhnya adalah bukti kepalsuan ekspresi orang itu. Hal ini tak bisa dihindari karena kejujuran adalah memori implisit yang sudah terpatri dalam jiwa manusia yang merupakan nilai luhur yang dianugerahkan Tuhan sebagai fitrah manusia. "Jika kau tak bisa berkata jujur, maka tersenyumlah agar ku tahu kau sedang berbohong."

***

Senyum Palsu Monalisa

Senyum Diplomatis-Politis

(Google)

*Disadur dari berbagai sumber.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun