Mohon tunggu...
Hazal
Hazal Mohon Tunggu... Guru - Peneliti Karya Sastra

Anak sholeh kelahiran '96. Asal kota Raha kabupaten Muna. Senang membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Segar

Menakjubkan! Perilaku Pengobar Api Kerinduan

10 April 2023   15:01 Diperbarui: 10 April 2023   15:03 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menakjubkan. Hal sederhana tapi tampak memberi makna yang dalam. Ya! Kebaikan penjual ikan yang begitu membekas dalam jiwa. Layaknya terukir di atas batu. Sangat membekas. Sebuah perilaku yang mengobarkan kembali api kerinduan tentang kisah para sahabat Rasulullah di masa lalu.

Tatapan matanya mencerminkan ketulusan. Aku yakin bahwa itu bukan karena momen ramadhan, yang biasa orang bilang sebagai kesempatan untuk berbuat baik karena pahala akan dilipatgandakan. Sungguh! Pasti bukan karena itu. Rasanya kebaikan itu sudah tertanam di dalam jiwa. Sudah menjadi kebiasaan selama hidupnya.

Sebetulnya hal sederhana,
Begini ceritanya, menjelang buka puasa. Saya mencoba menyempatkan diri untuk mencari apa yang mungkin bisa dinikmati di pasar. Iseng untuk jalan-jalan di penjual ikan. Barangkali harga ikan sudah mulai turun. Sebab awal puasa harga ikan cukup mahal. Harga paling rendah 50ribu/kilo.

Banyak pengunjung yang mencari ikan kesukaannya. Cukup padat walaupun tidak serame waktu awal puasa. Setelah beberapa penjual yang dilewati. Akhirnya sampai pada penjual yang berbaju hitam. Wajahnya cerah, enak dipandanng. Menenangkan hati.

Sikapnya terlihat santai. Penjual yang lain dari jauh sudah menawarkan, tapi tidak dengan dia. Biasa saja. Saya mencoba menanyakan harganya, ternyata 20ribu/kilo. Dalam hatiku, "Murah juga nih". Saya mencoba meminta setengah kilo karena saya pikir ini cukup untuk berbuka dan sahur. Untuk besoknya nanti beli lagi.

Di takarkan setengah kilo, sementara saya masih sibuk mencari uang kecil. Seingatku masih ada uang kecil, mungkin saja lupa membawanya. Terpaksa menyodorkan  uang seratus. Ternyata ia juga tidak memiliki uang kembalian. Dengan santai berkata, "Tidak usah bayar mas, ambil saja".

Sungguh! Kalimat singkat tapi memberi makna yang dalam. Betapa baiknya. Seolah tidak takut kehilangan rezeki. Betapa ia sangat meyakini bahwa rezeki tidak mungkin tertukar. Dengan begitu ia senang berbagi tanpa merasa takut akan kebangkrutan atau jatuh dalam kemiskinan.

Barangkali ini adalah rezeki yang dititipkan Tuhan melalui penjual ikan. Sepanjang jalan, selalu dibayangi dengan kebaikan penjual ikan. Melahirkan syukur tapi juga tanya. Bagaimana bisa ia sebaik itu? Apakah dasar dari keyakinannya sehingga mendorongnya untuk terus melakukan kebaikan.

Sikapnya juga memberi jawaban bahwa kesederhanaan bukanlah alasan untuk tidak berbuat baik. Walaupun ada beberapa orang yang menaiki mobil mewah tapi dengan sengaja merapatkan kaca agar si tukang parkir tidak menagih uang. Bukankah itu jauh berbeda dengan si penjual ikan?

Aku tidak tahu harus berkata apa lagi. Tak ada lagi yang bisa kuucapkan. Kosa kata dalam kepalaku tidak cukup untuk menggambarkan kebaikan hatinya. Hanya bisa melantunkan doa dalam hati, semoga rezekinya selalu dimudahkan, diberi kesehatan, bahagia keluarganya, dan senantiasa sukses anak-anaknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun