Mohon tunggu...
Hayyu Humaera
Hayyu Humaera Mohon Tunggu... -

STAIN Parepare, Komunikasi dan Penyiaran Islam. "I'm the Best"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mendaki Mimpi

30 Desember 2014   23:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:09 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14199326052003103163

“untuk mencapai sebuah mimpi memang tidak mudah, butuh perjuangan yang tidak biasa. Dan NEPO, menyadarkanku hal itu”

Cerahnya siang Sabtu itu akhirnya tersapu oleh gelapnya malam. Matahari telah sampai pada tempat persembunyiannya, berganti dengan bulan yang sangat indah. Saya bersama tim adventure Dakom telah sampai pada titik akses pendakian yang terletak di Bacukiki. Motor pun diparkir di rumah pak Kades. Sebelum mendaki, kami berkumpul membentuk lingkaran dan berdoa mohon keselamatan, lindungan, serta kesehatan kepada yang Maha Kuasa. Ada rasa yang tak mampu terdefinisikan, sebentar lagi aku akan memulai pendakian, hal yang telah lama kuimpikan. Dan rasa itu semakin kuat karena yang akan kudaki adalah sebuah gunung favorit pandanganku. Sebuah gunung yang menjulang indah dengan segitiga kecilnya yang begitu tampak elok dan sempurna ketika mata memandang di daerahku, Suppa. Nepo, gunung impianku, dan malam itu akan kuwujudkan mimpi itu.

Bismillah, dan kulangkahkan kaki memulai pendakian mimpi yang telah lama menjadi angan – angan. Aku berada di urutan kedua, dibelakang kak Firman. Sepuluh rekanku berada dibelakang mengikuti langkahku yang mengikuti kak Firman. Semangat yang menggebu – gebu yang terus mendorongku membuat rekan – rekanku tertinggal jauh. Rupanya mereka mulai capek. Kami pun menyisihkan waktu untuk istirahat beberapa menit. Melepaskan sedikit lelah yang datang begitu cepat.

Waktu telah menunjukkan pukul 20:30. Dua setengah jam telah dilalui, air tubuh telah membasahi pakaian, rasa lelah sudah teramat dahsyat, namun semua itu terbuang ketika sampai pada titik keindahan yang baru kali ini indra penglihatan dan perasaku menangkapnya. Lampu – lampu dengan warna yang beragam nampak dari bawah kota Parepare dengan indahnya, angin sepoi – sepoi menambah nikmatnya hidup yang kualami di tengah pendakian mimpiku. Kulepaskan segala penat melalui teriakan sekencang – kencangnya. Mulut pun tak mampu berhenti memuji-Nya “Subhanallaaaaahh, subhanallaah, subhanallaaah”.

Menyadari bahwa bukan keindahan itu yang ingin dicapai, kami pun beranjak dan melanjutkan perjalanan. Semangat telah pulih, kaki – kaki sang pemimpi pun siap melaju melewati cobaan – cobaan demi mencapai impian yang sebenarnya. Masih ada satu gunung yang akan dilewati sebelum sampai pada tempat peristirahatan. Dari bawah, nampak beberapa cahaya yang bergerak. Ternyata kegiatan mendaki ini bukan hanya kami yang lakukan. Nepo memang selalu menjadi tempat favorit bagiku.

Di tengah perjalanan, rasa lelah kembali merasuki. Tubuh mulai pegal, kaki serasa ingin meninggalkan tempatnya. Dahsyatnya lagi karena rasa ngantuk juga mulai menggerogoti. Sejam telah terlewatkan sejak persinggahan di titik keindahan tadi, namun pos peristirahatan belum juga menampakkan diri. Keluhan dan desahan terus terngiang di telinga.

“dekat sekali mi, 10 menit lagi”, semangat kak Firman yang sebagai pemandu.

Kata – kata semangat seakan tak berarti lagi, tubuh mulai berontak. Semangat yang tadinya telah berkobar kemudian padam tatkala kami lambat datang untuk mengisi pos. Pos pertama dan kedua telah ditempati oleh senasib. Tak ada pilihan lain selain melanjutkan perjalanan yang masih sangat jauh dari pos terakhir.

Kami selalu mencoba menikmati perjalanan. Berbagai lelucon kami lontarkan, meskipun tawa tak mampu memulihkan tenaga yang telah hilang. Tak terasa malam semakin tua, rembulan mulai meninggi. Kabut awan telah mengelilingi tubuh, langit terasa semakin dekat, hawa dingin memeluk erat. Kaki pemimpi terus melangkah menyusuri hutan dengan bekal cahaya senter. Sudah sangat lama rasanya kaki ini melangkah dari pos kedua tadi namun pos terakhir belum juga nampak. Sapi – sapi yang tertidur di pinggir jalan pun terbangun mendengar langkah kaki – kaki sang pemimpi yang telah kelelahan namun tidak putus asa.

23:08, angka yang tertera di waktu ponselku, dan kami telah sampai pada tujuan istirahat. Namun, keadaan kembali seperti pos yang telah ditemui. Lagi, dan lagi pos terakhir ini telah ditempati. Ditempati oleh sekelompok manusia yang menakutkan. Beberapa bapak dan anak – anak terlihat sedang berkumpul dan di dekatnya terlihat sebuah dergen yang berisi minuman yang memabukkan (tuak). Ohh, mereka mabuk. Rasa panik, khawatir, dan gelisah memenuhi ruang perasaanku dan teman – teman cewek. Untung, mereka orang Parepare juga dan kenal dengan kerabat kak Firman. kami pun dipersilahkan beristirahat ditempat tersebut. Saya dan teman cewek istirahat di atas rumah panggung yang kecil dan pendek itu, sedangkan cowoknya di bawah rumah. Tak terkira, ternyata di atas rumah tersebut ada ibu – ibu. Kupikir dia bisa dijadikan sahabat, tapi nyatanya tidak. Awal kedatangan kami, dia sudah menampakkan ketidakbaikan.

Hujan di subuh itu membuat rasa was-was semakin dahsyat, beberapa anak cowok naik di atas rumah dan tidur di bawah kakiku. Berbagai pikiran negatif berdatangan, takut sudah tak mampu terukur hingga mulut pun ikut komat kamit memohon perlindungan sang Maha Kuasa. Hanya rasa takut yang luar biasa menemani hingga pagi menyambut. Tidur pun hanya bagaikan bayang – bayang yang berlalu tanpa arti.

Pagi menyapa, kabut tebal nan dingin bersama kami. Kabut yang jika dipandang dari bawah merupakan awan yang tebal. Rasa bahagia pun tercurah menikmati pengalaman pertama ini dan bahagia pula tatkala waktu telah mengizinkan kami untuk meninggalkan tempat yang menakutkan itu. Rasa lapar pun tak jadi masalah, kami memutuskan untuk tidak memasak di tempat itu. Pendakian dilanjut, mimpi telah menanti. Meskipun tubuh sudah encok.

Hujan semalam membuat medan terasa sulit dilalui, jalanan becek dan licin. Tapi udara di pagi itu Subhanallaah, segar sekali. Dua jam perjalanan akhirnya tiba lah di kaki puncak tujuan, Nepo. Kupandang ke atas, tinggi dan terjal. Dengan tarikan nafas dalam-dalam dan ucapan basmalah, kumulai mendaki puncak mimpiku bersama tongkat kecil yang kutemukan di tengah perjalanan. Mendaki, mendaki, dan mendaki, akhirnya sampai di pertengahan dan “Subhanallaaaah, indahnya ciptaan Allah”. Pemandangan yang sangat indah membakar semangat, meluluhkan rasa lelah dan encok,kaki pun berapi api. Mendaki, mendaki, mendaki, dan terus mendaki. Nafas mulai terengah-engah, kaki sudah terasa berat, satu langkah lagi impian terwujud. Kumenatap ke bawah, melihat teman – teman yang tertinggal jauh. Tak sadar, diriku terlalu bersemangat. Kembali kupandang ciptaan sang Maha Sempurna yang keindahannya tak mampu terdefinisikan. Semangat untuk selangkah lagi akhirnya berkobar, dan “yaaaaaaaaaahhaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa Nepoooooooooooooooooooo, akhirnyaaaaaaaaaaaaaaa, uuuuuuuuuuyeeeeeaaaaaaaaaaaaaaaaaaa”. Teriakku dengan sekencang-kencangnya.

Sukses luar biasa. Bahagia luar biasa. Lelah luar biasa. Semuanya luar biasa. NEPO berhasil kupijak. Mimpi yang selama ini hanya menjadi bayang-bayang kini menjadi nyata dibawah pijakan kaki. Bola mata menangkap kota Parepare, Pinrang, Barru, danau Tempe, awan, laut, dan tersadar aku berada di ketinggian 1000kaki dari permukaan laut. Segitiga cantik yang seakan berada di atas gunung yang selama ini hanya kupandang dan kuimpikan dari kejauhan, kini aku telah bersamanya.

Namun NEPO menarikku kembali ke masa dimana aku bersamanya. Ketika aku mengutarakan mimpiku untuk ke NEPO, segitiga cantik diatas gunung. Ingin kusampaikan padanya, bahwa aku telah sampai di mimpiku dan kita tidak mencapai itu bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun