Mohon tunggu...
Hayyu Amalina Hanani
Hayyu Amalina Hanani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Mahasiswa semester 3 Program Studi Ilmu Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ujaran Kebencian yang Menjadi Tren di Media Sosial

7 Januari 2024   14:46 Diperbarui: 7 Januari 2024   14:57 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah menjadi hal umum, bahwa banyak individu yang memberikan hujatan dengan kedok mengkritik. Mereka berdalih menyampaikan suatu pesan untuk memperbaiki sesuatu yang dianggap salah dari individu yang dikritik. Sayangnya, hal yang disebut kritik tersebut bahkan sudah tidak dapat dianggap membangun dan cenderung mengarah terhadap penghinaan. Jadi, apa esensi dari kritik tersebut? Apakah mungkin hanya untuk sensasi pribadi semata? Selain itu, komentar negatif berupa hujatan juga mudah mempengaruhi pikiran individu lain yang membacanya. Sehingga timbulah fenomena "ikut-ikutan" yang menyebabkan banyaknya warganet tergiring untuk ikut melemparkan komentar negatif. Sekadar untuk mendapat banyak dukungan, terlihat keren, atau mengikuti tren, tanpa mengetahui apa yang terjadi dan inti permasalahannya.

Dampak ujaran kebencian bagi para korban dapat sangat berbahaya. Apalagi media sosial merupakan tempat yang terbuka sehingga ujaran kebencian yang dilontarkan dapat terlihat oleh khalayak ramai. Hal tersebut dapat menyebabkan tekanan sosial, stress, trauma, hingga bunuh diri bagi korban. Selain itu, kondisi tersebut juga dapat menyebabkan korban merasa takut berada dalam lingkungan sosial. Sehingga, korban akan memilih untuk mengisolasikan diri, mengumpat di rumah, dan tidak lagi berinteraksi. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran lebih bagi para netizen dalam menyaring ujaran yang ingin diungkapkan. Kesadaran akan pidana UU ITE juga sangat diperlukan, agar netizen lebih berhati-hati dalam mengungkapkan pikirannya saat berkomentar.

Solusi untuk memperlambat dan mengurangi merebaknya ujaran kebencian berbasis masyarakat melalui gerakan sosial yaitu menciptakan tekanan sosial terhadap praktek ujaran kebencian yang dilakukan dengan membangun wacana publik dengan kegiatan monitoring dan reporting secara berkelanjutan terhadap kasus-kasus ujaran kebencian. Mengkampanyekan penerapan regulasi yang melarang ujaran kebencian di lingkup yang terbatas seperti universitas, sekolah, penyedia layanan media sosial (Facebook, Youtube) disebut informal restriction.

Ujaran kebencian tentu sangat berbahaya. Pertama, ujaran semacam ini sebenarnya adalah intimidasi dan merupakan sebuah pembatasan akan kebebasan berbicara seseorang atau kelompok. Hal ini jelas karena hate speech dapat memperkuat situasi sosial berupa hambatan berpartisipasi secara bebas oleh warga negara. Kedua, sangat penting dalam menciptakan polarisasi sosial berdasarkan kelompok identitas. Ketiga, dapat menciptakan permusuhan, menyebar benih intoleransi, melukai perasaan. Selain itu, dikatakan juga bahwa ujaran kebencian dapat memobilisasi kelompok-kelompok garis keras. Keempat, berkaitan secara langsung dan tidak langsung terhadap terjadinya hal-hal yang bersifat diskriminatif dan juga kekerasan.

Bahaya yang pertama terkait pembatasan akan kebebasan berbicara. Pada dasarnya, ujaran kebencian akan membuat sesorang atau kelompok merasa dibatasi ketika harus menyampaikan aspirasi. Bahaya yang kedua yaitu mengenai menciptakan polarisasi sosial. Ujaran kebencian dapat membuat sebuah perpecahan. 

Bahaya yang ketiga, ujaran kebencian dapat memobilisasi kelompok-kelompok garis keras. Dalam hal ini, ujaran kebencian akan mampu menggiring kelompok ekstrimis untuk terlihat baik di hadapan masyarakat. apa yang terlihat melalui media sosial, tidak seperti kenyataan yang sesungguhnya. Keempat adalah memicu tindakan diskriminatif serta kekerasan. Sebagai contoh adalah pertikaian-pertikaian anak dan remaja yang dipicu oleh ujaran kebencian melalui media social, atau kasus di mana seseorang menyuarakan pendapatnya tanpa melihat situasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun