Nasab ialah keturunan sedangkan nasib ialah suatu takdir yang masih bisa dirubah tergantung niat perorangan. Firman Allah :
"Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia." (QS. Ar-Ra'd: 11)
"Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya." (QS. Al Mukminun: 101)
Ayat diatas menjelaskan bahwa bukan nasablah yang menentukan nasib kita, baik nasib kaya, miskin, pintar, bodoh maupun penghafal alquran atau tidak. Kita sendiri yang dapat mengubah nasib kita.  " Bukan nasab yang menentukan nasibmu, bukan nasab  yang menjadikanmu mulia, tapi mengajilah agar nasabmu menjadi mulia."kata ning Sheila Hasina, putri kyai Pondok Pesantren Lirboyo. Perkataan itu mempunyai arti tersendiri, yaitu bahwa seorang penghafal alquran khatam cepat atau lambat, tartil atau belum, lanyah atau belum itu tidak tergantung nasab keluarga.Â
Menghafal Al-Qur'an itu suatu hal besar yang terdapat pahala besar pula didalamnya. Banyak orang menghafalkan Al-Qur'an dengan berbagai cara. Ada yang dengan cara menghafal satu ayat diulang-ulang terlebih dahulu sampai hafal, ada yang menghafal dengan cara setengah halaman diulang-ulang terlebih dahulu dll. Terkadang jiika pikiran sedang fresh satu halaman bisa langsung hafal hanya dengan lima kali membaca ulang. Begitulah lika-liku seorang penghafal alquran.Â
Dari proses menghafal seperti contoh diatas jika ditekuni dan dilakukan dengan fokus, akan membuahkan hasil yang nyata, yaitu khatam. Khatam bisa cepet atau lambat itu tergantung ketekunan orang itu sendiri. Tetapi masih banyak  orang yang berstatemen "kamu itu punya nasab penghafal Al-Qu'ran, pasti nanti cepet hafalnya". Padahal belum tentu semuanya bisa menjadi penghafal dengan cepat karena mempunyai nasab penghafal alquran.Â
Contoh, Afifah seorang ning ( putri kyai ), beliau menghafalkan Al-Qur'an di pondok pesantren sesuai kemampuannya yaitu satu halaman satu hari. Berbeda dengan Hasna anak seorang petani, ia juga menghafalkan Al-Qur'an di pondok pesantren yang sama dengan ning afifah, tetapi hasna menghafalkan alquran satu hari tiga halaman, dari contoh berikut menegaskan bahwa nasab bukan hal utama dalam menentukan hafalan kita.
 Pada dasarnya, orang yang menghafal Al-Qur'an berarti orang itu sendiri yang merasakan setiap prosesnya menghafal, dari menghafal, sampai hafal. Jika merasa bosan, ingatlah niat awal. Karena menghafal alquran itu tidak mudah, perlu proses yang bersungguh-sungguh, fokus melaksanakan saat berproses, istiqomah melafadzkan alquran, dan jangan lupa setelah hafal berapa ayatpun amalkanlah, seperti diamalkan dalam bacaan shalat dll. Al-Qur'an merupakan kalam allah yang suci, jadi sebelum membaca diwajibkan bersuci yaitu dengan berwudu. Setelah berwudu menghadap kiblat lalu bacalah alquran dengan tartil. Maka insyaallah Al-Qur'an cepat dihafal.
Maka dari itu, bersungguh -- sungguhlah dalam menggapai masa depan karena kita sendiri yang menentukan, yang berproses, yang menikmati hasilnya. Setelah itu kita pasrahkan kepada yang Maha Kuasa karena keputusan hanya allah lah yang paling baik dalam memutuskan baik dan buruknya nasib kita. Walaupun Allah yang memutuskan kita tetap harus tawakkal atau berusaha . Ingatlah QS. Ar-Ra'd ayat 11, ingatlah QS. Al Mukminun ayat 101, ingatlah perkataan ning Sheila Hasina yang pada intinya bukan nasab kita yang bagus maupun buruk yang menentukan nasib kita, tetapi kita yang dapat merubah nasib kita sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H