Berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1974, pernikahan dilakukan untuk mengikat antara pria dan wanita secara lahir batin dengan maksud membentuk keluarga yang bahagia dan kekal atas komitmen terhadap Tuhan yang Maha Esa. Pernikahan disyariatkan dalam Islam di mana pernikahan dianggap sebagai sarana mencapai kebahagiaan dalam hidup. Selain itu, pernikahan merupakan satu-satunya jalan yang disahkan oleh Islam untuk manusia yang hendak memenuhi kebutuhan biologis yang memang harus disalurkan secara kodrat.
Firman Allah subhanahu wa ta'ala dalam QS. Ar-Ra'du ayat 38, yaitu "Dan sesungguhnya kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan," menyatakan bahwa menikah merupakan salah satu keteladanan yang dilakukan oleh Nabi. Dengan menikah maka kita sedang meneladani salah satu keteladan Nabi. Menurut fiqh para ulama, hukum menikah dalam Islam harus didasarkan pada kondisi dan faktor pelaku dalam pernikahan tersebut. Adapun penjelasan mengenai hukum pernikahan dalam Islam sebagai berikut :
1. Wajib, jika seseorang memiliki kemampuan untuk berumah tangga baik secara fisik maupun finansial, serta sulit untuk menghindari zina.
2. Sunnah, jika seseorang memiliki kemampuan untuk berumah tangga, tetapi ia bisa menahan diri dari perbuatan zina.
3. Mubah, jika seseorang menikah karena untuk memenuhi syahwat, bukan maksud membina rumah tangga. Akan tetapi, ia tidak boleh menelantarkan pasangannya.
4. Makruh, jika seseorang menikah, tetapi sebenarnya ia tidak mampu memenuhi hak dan kewajibannya dalam berumah tangga.
5. Haram, jika seseorang tidak memiliki kemampuan baik secara fisik maupun finansial, juga bermaksud untuk menelantarkan pasangannya.
Dalam menikah, tentu harus memperhatikan syarat dan rukun dalam Islam sehingga pernikahan akan sah di mata agama. Berikut syarat sah menikah dalam Islam :
1. Ada calon mempelai laki-laki dan perempuan.
2. Ada wali untuk mempelai perempuan.
3. Ada saksi dari kedua belah pihak.
4. Ada mahar.
5. Ada ijab dan qabul.
Berikut rukun sah menikah dalam Islam :
1. Mempelai pria dan wanita sama-sama beragama Islam.
2. Mempelai laki-laki tidak termasuk mahram bagi calon istri.
3. Wali akad dari perempuan bersedia menjadi wali.
4. Kedua mempelai tidak dalam kondisi hamil.
5. Pernikahan berlangsung tanpa paksaan.
Islam menghendaki suami istri yang sekufu atau sebanding dan membawa mashalat satu sama lain. Dengan begitu, pernikahan akan berlangsung lancar dan meminimalisir masalah-masalah yang akan terjadi di masa depan nanti. Suami istri yang bahagia akan mengantarkan sebuah konstruksi keluarga yang sakinah dan di dalamnya terdapat anak-anak sebagai keturunan mereka yang menjadi generasi muslim dan muslimah selanjutnya.
Menurut Mudhiiah dan Atabik (2014:310), ciri-ciri keluarga sakinah sebagaimana dalam QS. Ar-Rum ayat 21 antara lain: 1) litaskunu ilaiha atau sakinah, ketenangan dan ketenteraman dan saling mencintai dengan kasih sayang yang dilakukan oleh kedua belah pihak, 2) mawaddah atau saling mencintai, 3) keluarga yang dilimpahi rahmat dan kasih sayang sehingga pernikahan akan berlangsung awet. Selain itu Mudhiiah dan Atabik membahasa beberapa fungsi keluarga sakinah, yaitu 1) fungsi individual yang berarti dapat meningkatkan derajat kemanusiaan karena bermula dari menikah akan membentuk keluarga yang sah di mata agama dan menikah juga menciptakan ketenangan dan ketenteraman jiwa bagi yang bersangkutan, 2) fungsi sosial yang berarti menjadi pokok jiwa masyarakat yang menghadirkan kesejahteraan lahir batin, dan 3) fungsi pendidikan yang berarti adanya self education dalam mengajarkan nilai-nilai agama kepada anggota keluarga dan kecakapan-kecakapan untuk menjalani kehidupan.
Terkait urgensi pernikahan dalam Islam yang disinggung dalam judul, kiranya alasan tersebut berdasarkan melihat peradaban zaman yang dihadapi manusia di mana terjadi krisis moral di tengah masyarakat. Selain itu, krisis ekonomi juga patut diperhatikan mengingat tidak peduli zaman sudah memasuki masa modern, tetapi angka kemiskinan terus meningkat dari tahun ke tahun. Adapun pendidikan menjadi suatu hal yang akan membekali kesigapan manusia dalam menghadapi problematika kehidupan tersebut.
Salah satu solusi untuk menghadapinya dengan kembali pada institusi keluarga. Identitas seorang muslim dan muslimah harus dikukuhkan. Juga, landasan nilai-nilai Islam yang akan membangun tatanan Islam dalam berkeluarga. Dengan memperhatikan maksud keluarga sakinah yang sudah dijelaskan uraian sebelumnya, keluarga sakinah menjadi pondasi terbentuknya masyarakat peradaban.
Sumber Pustaka :
Atabik dan Mudhiiah. “Pernikahan dan Hikhmahnya Perspektif Hukum Islam.” Yudisia: Jurnal Pemikiran Hukum dan Hukum Islam 5.2 (2014): 286-316 (https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/Yudisia/article/view/703: diakses pada tanggal 30 April 2021).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H