Kanker payudara (KPD) merupakan keganasan pada jaringan payudara yang dapat berasal dari epitel duktus maupun lobusnya. Pada tumor payudara yang ganas terdapat pertumbuhan abnormal jaringan yang bersifat infiltratif dan destruktif dan dapat bermetastasis (menyebar). Kanker payudara sebagian besar terjadi pada wanita, hanya sekitar 1% insidensinya pada laki-laki. Berdasarkan  data  dari World Health Organization (2020),  kanker  payudara  yang  dialami  masyarakat Indonesia  menempati urutan kesepuluh dalam hal angka kematian, berada di bawah kanker paru-paru, yang mana juga data dari Riset Kesehatan Dasar (2020) mencatat bahwa kasus kanker atau tumor adalah sekitar 1,4 kasus per 1000  penduduk  secara  nasional,  yang  setara  dengan  sekitar  330.000  jiwa. Menurut  data Globocan,  kanker payudara  menempati  urutan  kelima  penyebab  utama  kematian  akibat  kanker  di seluruh dunia, menyumbang sekitar 6% dari semua diagnosis kanker, dengan total 522.000 orang pada tahun  2020.  Pada  tahun  tersebut,  2,3  juta  wanita didiagnosis  menderita  kanker  payudara,  yang menyebabkan 685.000 kematian di seluruh dunia. Kanker payudara tidak hanya merupakan kanker yang paling  sering  terjadi  pada  wanita  tetapi  juga  merupakan  kanker  yang  paling banyak  terjadi  secara keseluruhan.
Faktor Risiko Kanker Payudara
Faktor risiko kanker payudara meliputi jenis kelamin perempuan dan usia di atas 35 tahun, serta riwayat keluarga dengan mutasi genetik tertentu seperti BRCA1, BRCA2, dan P53. Risiko juga meningkat pada individu dengan riwayat penyakit payudara sebelumnya seperti DCIS (ductal carcinoma in situ) dan LCIS (lobular carcinoma in situ), atau yang mengalami menstruasi dini (sebelum usia 12 tahun) maupun menopause setelah usia 55 tahun. Faktor reproduksi seperti tidak menyusui atau tidak memiliki anak turut berkontribusi, ditambah penggunaan obat-obatan atau terapi hormonal jangka panjang, obesitas, konsumsi alkohol, serta paparan radiasi pada dinding dada.
Anamnesis Keluhan Utama Kanker Payudara
Pada anamnesis pasien dengan keluhan tumor payudara, beberapa hal yang perlu digali meliputi ukuran dan letak benjolan, kecepatan pertumbuhan, serta ada atau tidaknya rasa sakit. Perubahan pada puting susu seperti retraksi, discharge, atau krusta juga penting untuk dicatat, termasuk kelainan kulit seperti dimpling, peau d'orange, ulserasi, atau venektasi. Selain itu, perhatikan adanya benjolan pada ketiak atau edema pada lengan atas. Tumor payudara ganas umumnya ditandai dengan benjolan yang membesar tanpa rasa nyeri, tumbuh relatif cepat (doubling time < 100 hari), dan sering kali disertai faktor risiko kanker payudara. Pada kondisi lanjut, dapat ditemukan perubahan kulit di atas tumor seperti kemerahan, gambaran kulit jeruk, ulkus, nipple discharge, dan retraksi puting. Keluhan tambahan terkait metastasis seperti nyeri tulang (vertebrae atau femur) atau sesak napas juga perlu ditanyakan untuk mengevaluasi kemungkinan penyebaran kanker.
Kriteria Diagnosis Kanker Payudara
Kriteria diagnosis kanker payudara didasarkan pada triple diagnostic, yaitu kombinasi hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, serta histopatologi. Pada anamnesis, biasanya ditemukan satu atau lebih faktor risiko kanker payudara. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya massa berupa benjolan di payudara dengan tanda-tanda keganasan. Pemeriksaan penunjang seperti USG dengan hasil BI-RADS 4,5 dan Mammografi dengan beberapa karakteristik seperti adanya lesi yang tidak beraturan, mikrokalsifikasi, distorsi jaringan payudara, densitas payudara yang tidak simetris juga mengindikasikan kemungkinan tumor ganas. Diagnosis pasti ditegakkan melalui pemeriksaan patologi anatomi, sementara pemeriksaan imunohistokimia diperlukan untuk menentukan subtipe kanker secara spesifik.
Terapi dalam Pengobatan Kanker Payudara
Penentuan terapi utama pada kanker payudara dilakukan hanya setelah didapatkan diagnosis definitif, yang mencakup diagnosis histopatologi, sifat biologis tumor, dan stadium yang tepat. Terapi utama meliputi berbagai pendekatan, seperti pembedahan untuk penanganan lokal dan regional (misalnya mastektomi, breast conserving surgery, diseksi aksila, hingga terapi terhadap tumor residif dan metastasis), terapi sistemik (kemoterapi adjuvant dan neoadjuvant, terapi hormonal, serta terapi target dengan trastuzumab), radioterapi yang dianjurkan dengan teknik 3D atau teknik canggih lainnya untuk tujuan kuratif atau paliatif, dan terapi kedokteran nuklir seperti pemberian Samarium 153 untuk nyeri tulang paliatif.Â
"Kedokteran Nuklir sangat penting dalam tatalaksana kanker payudara, terutama untuk menentukan seberapa jauh kanker menyebar, sehingga pilihan terapi pada pasien tersebut menjadi jelas dan tepat. PET/CT dan SPECT/CT merupakan dua modalitas Pencitraan Kedokteran Nuklir yang dapat membantu menentukan stadium, evaluasi respon terapi dan kekambuhan pasien dengan Kanker Payudara," ujar dr. Yustia Tuti, SpKN-TM, Subsp.Onk (K), FANMB selaku Ketua Perhimpunan Kedokteran Nuklir dan Teranostik Molekular Indonesia.
Pendekatan lainnya meliputi terapi nutrisi untuk mempertahankan status gizi pasien dengan metode skrining dan perhitungan kebutuhan energi individual, rehabilitasi medik yang dapat diberikan sejak awal pengobatan untuk tujuan preventif hingga paliatif, serta tatalaksana psikiatri guna mendampingi pasien menghadapi distress dan gangguan mental akibat kanker. Terapi tambahan seperti akupunktur juga direkomendasikan oleh National Cancer Institute (NCI) untuk membantu mengatasi nyeri, mual muntah, kelelahan, hot flashes, dan xerostomia, sehingga pendekatan terapi ini bersifat multidisiplin untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Pelaksanaan Deteksi DiniÂ
Deteksi dini Kanker Payudara dianjurkan berdasarkan usia, faktor risiko, dan kondisi kesehatan individu. Wanita tanpa faktor risiko tinggi dianjurkan melakukan mammografi setiap 1-2 tahun mulai usia 40-49 tahun, sedangkan usia 50 tahun disarankan setiap 1-2 tahun. Untuk usia <40 tahun, mammografi hanya dilakukan jika ada indikasi khusus, seperti riwayat keluarga. Pada wanita dengan faktor risiko tinggi, mammografi dimulai 10 tahun lebih awal dari usia diagnosis anggota keluarga terdekat dan dilakukan setiap tahun, sering kali dikombinasikan dengan USG atau MRI. USG lebih efektif untuk wanita <40 tahun dengan jaringan payudara padat, dan digunakan sebagai tambahan bagi wanita 40 tahun jika mammografi menunjukkan hasil mencurigakan. Konsultasi dengan dokter penting untuk menentukan jadwal dan metode pemeriksaan yang sesuai, terutama bagi yang memiliki risiko tinggi.
Kenali tubuh Anda, kenali kanker payudara sejak dini. Deteksi dini adalah kunci untuk menyelamatkan nyawa. Lakukan pemeriksaan payudara secara rutin, baik dengan cara mandiri maupun melalui pemeriksaan medis, untuk mendeteksi tanda-tanda kanker lebih awal. Jangan tunggu hingga terlambat, jadikan kesadaran dan tindakan preventif sebagai bagian dari gaya hidup sehat Anda. Karena setiap langkah kecil yang Anda ambil hari ini bisa membuat perbedaan besar di masa depan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H