Mohon tunggu...
Tuwi Haydie
Tuwi Haydie Mohon Tunggu... -

Amatir yang terus belajar menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Politik

Setya Novanto dan Infotainment "Politik" KPK

19 November 2017   04:22 Diperbarui: 19 November 2017   06:22 1422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Weekend ini Publik kita di suguhi pemberitaan yang overload, over capacity and maybe over confidence, bagaimana semua tidak berlebihan, Wong pemakai medianya tahu cara menggunakan media sebagai alat terbaik untuk melebih-lebaykan, jika saya menyebut Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK sebagai "Political Operator Noise" (pembuat kegaduhan politik) apa keliru? jika keliru maka "bukankah manusia tempatnya salah dan lupa". simple sekali.

Setya Novanto Vs KPK atau bisa juga KPK Vs Setya Novanto, itulah ending pemberitaan yang gegap gempita di minggu ini. Saya sendiri melihat dan membaca berita hingga berkali ulang menggelengkan kepala dan menarik nafas,... hufffft,...."heboh sekali ya.." Setya Novanto menjadi tersangka untuk kali kedua, dan Setya Novanto kini terbaring di Rumah sakit (kecelakaan kendaraan) dan KPK sudah menerbitkan Surat penahanan.

Terkait telah di terbitkanya Surat Penahanan untuk Setya Novanto , Pakar Hukum Pidana Prof Romli Atmasasmita, mengatakan : tidak ada alasan yang cukup untuk melakukan penahanan pada Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto. Karena alasan untuk menahan seseorang adalah, pertama, yang bersangkutan takut melarikan diri, menghilangkan barang bukti , atau mengulangi perbuatan, dan ini tidak ditemui dari seorang Setya Novanto. lebih lanjut Prof Romli mengatakan, "bahwa istilah pembantaran yang di gunakan oleh KPK tidak ada tertuang didalam KUHP, adanya ditahan atau tidak, atau penangguhan penahanan pada rutan maupun rumah sakit," menjadi wajar jika lagi-lagi Fachri Hamzah mengatakan "KPK menciptakan seolah-oleh situasi sedang gawat."

Apakah ada alasan untuk mengatakan KPK sedikit "melebih-lebaykan "atau mungkin banyak, bisa saja saya membuat alasan seperti ini, karena saya melihatnya seperti ini.

Pertama : KPK Lembaga hukum, bukan Lembaga politik.

Jika beberapa pimpinan KPK menyadari bahwa KPK adalah Institusi Hukum yang terhormat, seharusnya volume "corong" politiknya di hilangkan.bukan satu dua tokoh yang menyebut KPK telah berpolitik. sebut saja Megawati. Fachri Hamzah, dan banyak lagi yang mengatakan KPK berpolitik. Apakah mungkin tokoh sekelas Megawati dan Fachri Hamzah berbicara tanpa alasan? Jangan katakan  Megawati asal bicara dan fachri asal njeplak, karena Megawati sudah terbukti melahirkan tokoh fenomenal berkat polesan tanganya. Jika KPK adalah Lembaga hukum, maka produk yang di perdengarkan haruslah murni Hukum, bukan politik.

Kedua : KPK lembaga hukum, bukan Perusahaan media,

Mr Febry Diansyah, begitu politikus Fachri Hamzah menyebut Jubir KPK yang selalu datar dalam menyampaikan "humasnya". Saya sendiri terkadang bertanya di hati. Mas Febry ini sebuah "infotainment" terbaru yang sangat menarik, tapi saya sendiri bingung, menarik untuk siapa.? dan untuk sebagian orang menyebut berlebih- berlebay.

Ketiga : KPK Lembaga Hukum, bukan Lembaga Swadaya Masyarakat.

Semua dari kita mengetahui cara kerja dan cara Lembaga Hukum beretika, sebagai contoh Polri, mereka mempunyai tata cara dalam mengungkap kepada media, dan tahu porsinya, begitu juga dengan kejaksaan, bukan menggunakan media tersebut, walaupun mungkin beberapa kali ada yang mensinyalir mereka menggunakan media, tapi intensitasnya tidak berlebihan. Menggalang dukungan dengan menggunakan media adalah cara kerja kebanyakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Produk infotainment politik KPK

Setya Novanto adalah produk infotainment dari KPK yang bermain dengan cara politik. Bisakah KPK menjadikan Setya Novanto sebagai produk hukum tanpa menggunakan lanjur politik dan infotainment? kita akan menjawab bisa dan akan jauh dari prasangka KPK berpolitik jika KPK mampu menggabungkan rangkaian kasus tanpa perbedaan. berulang kali KPK membantah telah berpolitik. tapi beberapa masyarakat sudah cerdas dan bisa  melihat "perbedaan-perbedaan" penanganan kasus yang di lakoni KPK. bahkan beberapa kalangan menyebut KPK tebang pilih, (untuk ini mungkin ada benarnya juga).

Sudah banyak contoh dari pimpinan KPK yang membuat pernyataan padahal belum memiliki bukti serta keakuratan kasus, sebut saja "kasus Reklamasi Jakarta adalah Grand Corruption", lalu ada "kasus BLBI akan di tuntaskan hingga akarnya," dan "ada korupsi yang besar dan kakap." atas semua pernyataan itu publik tidak lupa. Apa salah jika Fachri Hamzah menyebut KPK omong doang.

Di dalam kasus bancakan proyek eKTP, Setya Novanto di sebut KPK sebagai "tokoh penting" pengatur korupsi. dan jika melihat nominal yang di permasalahkan KPK sebesar 2.3 Trilyun tentu bukan angka yang sedikit, namun apakah hanya Setya Novanto si tokoh penting tersebut.? bagaimana dengan Menteri keuangan saat itu? bagaimana dengan ketua DPR saat itu. dan bagaimana dengan ketua LKPP saat itu.? tidak ada protes dan tidak ada penghentian pada proyek e-KTP, pada tahun 2014 BPK di depan DPR hanya mengeluarkan audit penyalahgunaaan terkait pendistribusian, dan setelah itu barulah BPK, KPK , LKPP dan semua lembaga mulai meributkan dan ikut menyelidiki, komentar penting seorang kolega, Waoww,...ektp baru bisa di kasuskan pada tahun 2016 apa ada yang salah ya. dan "KPK menjawab melalui "infotainmentnya" semua butuh proses", kolega  saya kembali berkomentar "Kira-kira proses tersebut itu proses politik apa proses hukum." kini semua mata melihat bahwa produk dari proses itu adalah "politik,"

Sudah melakukan test the water.

Pada saat penetapan tersangaka pertama kali kepada Setya Novanto, KPK di mungkinkan dan besar kemungkinan sudah berkordinasi dengan "teman seperjuangan" itulah test the water pertama yang di lempar oleh KPK. hasilnya ternyata cukup menggembirakan KPK dan Teman Seperjuangan, bila saja hasilnya tidak menggembirakan, tidak akan mungkin KPK kembali menetapkan tersangka untuk kali kedua hingga menerbitkan Surat penahanan terhadap Setya Novanto. apa arti dari semua ini.? di dalam pojok logika mengatakan "Teman-teman Setya Novanto juga sudah takut."

Sesederhana itulah kita menganalisa. mari Kita lihat, siapa sesungguhnya yang telah meninggalkan Setya Novanto hingga "kalah berpolitik dengan KPK.? Seperti saya sebut di atas, KPK adalah lembaga hukum, mengapa bisa memenangkan pertarungan politik dengan DPR yang notabene adalah lembaga politik.

Sudah mungkin ada koalisi pengorbanan yang di langgar "Teman-Teman DPR" untuk ikut menghajar Setya Novanto, dan inilah politik, yang Baku untuk siapapun, yang harus di ingat bagi siapapun, bahwa tidak ada teman yang abadi didalam politik. Perhitungan teman-teman DPR di mungkinkan sudah tepat, mereka tahu kepada siapa harus  berteman pada saat-saat seperti ini.

Untuk saat-saat seperti inipun, saya sebagai warga biasa dengan meminjam istilah "Aku sih apa atuh,..." hanya berharap dan berharap Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK terus berjaya dengan tidak hanya berkutat pada kasus korupsi "infotainment" eKTP semata,

Jaya lah indonesia

Jaya lah Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun