Menarik mencermati dan membaca artikel demi artikel yang tersaji dalam ranah suatu blog online yang tersebar di seluruh jagat maya Indonesia. artikel dengan judul membawa nama Jokowi, dapat di pastikan bisa mendapat pembaca yang signifikan. dan kita tidak bisa menafikan hal tersebut.
Sebuah resiko dari pembawaan nama-nama di atas tentu harus tetap terkorelasi, atau mengandung keterkaitan satu sama lain, penulis mengambil contoh semisal " kereta cepat, Nama Jokowi harum terdengar jelas, ada yang memuji ada yang mencemooh, namun sang Mentri hanya sedikit tidak terangkat.( sedikit ) lalu kasus " papa minta saham, ' semua mengelu elukan bahwa hal tersebut bagian dari strategi Jokowi, selanjutnya ' terobosan kementrian KKP (Susy Pudjiastuti), juga yang sangat menonjol Jokowi. pembangunan Indonesia timur.( infrastruktur ) Jokowi juga yang leading terangkat, korelasi sebuah artikel akan menjadi baik dan fair apabila penulis tidak melupakan bahwa semua bisa terjadi karena sinergi Jokowi dan para Mentrinya. dalam arti lebih luas, Jokowi tidak akan sukses apabila tidak di dukung sang Mentri dengan baik, sebaliknya sang Mentri pun tidak akan bisa berkarya dengan fenomenal tanpa kebebasan kreasi dari Presiden. ( simbiosis )
Karena control dan balance yang seimbang tersebutlah hingga terobosan pembangunan serta birokrasi bisa tercapai dengan baik. walaupun kita tidak mempungkiri masih banyaknya kontadiksi kementrian dengan program Presiden.( masih ada Mentri yang tidak menuruti perintah Presiden.)
Kembali pada sebuah resiko ' semua karena Jokowi,
di karenakan penulis / pengamat dari sisi pemuja Jokowi, yang dengan gamblang memaparkan dan membuat keterkaitan-keterkaitan yang di paksakan dalam sebuah artikel ( baik ) untuk mengatakan " semua karena Jokowi. dan karena pembawaan nama Jokowi sangatlah sexy hingga membuat penulis ' pemuja Jokowi harus berusaha semaksimal mungkin mengaitkan, ( untuk mendulang pembaca.)
maka keterkaitan harus terus terjaga dalam baik dan buruk, ( apabila ingin terus mengaitkan dengan Jokowi ) jangan Kebijakan Mentri yang popular dan mendapat respon baik dari masyarakat serta berprestasi Jokowilah yang sukses, namun apabila kebijakan yang tidak populis dan tidak mendapat dukungan maka sang mentri lah yang menjadi " tumbal' si penulis. ( apakah fair )Â Seharusnya apabila kaum pemuja Jokowi selalu ingin bahwa Jokowi lah yang selalu memberikan ide, maka sudah seharusnya kegagalan pun sebuah resiko dari penulis tersebut untuk tetap membawa Nama Jokowi. jangan sisi baik Jokowi selalu di kaitkan, sisi buruk Jokowi di tinggalkan,
Kisruh parpol yang terjadi dengan cerdik pengamat / penulis mengatakan, karena hebatnya jokowi memainkan strategi, kisruh Freeport juga jokowi yang pintar, hingga kisruh-kisruh kecil yang tidak pantaspun,pengamat selalu mengaitkan dengan jokowi. apakah ini sebuah pembelajaran yang baik,? kemanakah para Mentri dari jokowi, di sisi lain apabila ada penulis yang non 'lovers ' membawa atau mengaitkan dengan nama Jokowi tentang kegagalan Mentrinya, maka para lovers berbondong - bondong mengkritisi dengan melupakan bahwa dalam diri penulis lovers juga memaksakan analisa yang selalu terkait dengan Jokowi.
Marilah bersikap lebih positif, Jokowi itu Presiden, dan Presiden itu ada Wakilnya,dan mereka punya para pembantu yang di sebut Mentri, seharusnya Mentri Mentri yang kurang baik tersebut yang harus selalu di kritisi, saya berfikir pasti Jokowi ikut senang Mentrinya di berikan kritik, karena Jokowi tidak takut kepopuleranya tersaingi sang Mentri. dan apabila memang Mentrinya wajar untuk mendapat pujian, maka sepatutnya berikan Porsi yang lebih dalam artikel.
kita semua harus mengetahui, dalam struktural eksekutif,legislatif, dan yudikatif mempunyai peran masing-masing dan mempunyai tugas masing-masing, ingat, dalam kebijakan anggaran, merekapun bersinergi untuk bersama merumuskan dan memutuskan, dalam suatu program pembangunan juga mereka mempunyai keterkaitan satu sama lain, eksekutif tidak bisa berjalan tanpa dukungan legislatif, ( apabila anggaran tidak di loloskan.) lalu apakah pantas jika eksekutif mengambil kebijakan lalu legislatif mengkritisi dan mencemooh,sedangkan dalam pemyusunan anggaran mereka saling mengetahui dan menyetujui.
apabila ada seorang ahli ekonomi yang mengkrtik hanya seorang Jokowi saja entah mengenai tol, mengenai pertanian, hingga hal-hal lainya, maka ekonom tersebut harus kembali belajar alur struktural keterkaitan kelembagaan, dan bila ada seorang awam yang hanya memuji jokowi terkait hal-hal yang terbilang sukses, maka orang tersebut harus belajar memuji juga para Mentrinya.
Marilah kita belajar menjadikan resiko kesuksesan dan kegagalan adalah milik bersama, karena sebuah negara berisikan Tim-tim yang di namakan eksekutif, legislatif dan yudikatif, dan kita sebagai rakyat wajib mengkritisi kesemuanya, kritisilah yang harus kita kritik, berikan pujian kepada yang berhak mendapatkanya.
Salam Siang.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H