Mohon tunggu...
Haydar
Haydar Mohon Tunggu... Pengacara - Mahasiswa Magister Ilmu Hukum

Saya suka menulis bidang keilmuan hukum

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Penyelesaian Tindak Pidana Penganiayaan melalui Restorative Justice

16 Juli 2024   09:28 Diperbarui: 16 Juli 2024   10:16 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Prinsip Umum Penyelesaian Kejahatan Melalui Konsep Keadilan Restoratif

Dalam sistem peradilan pidana, pemerintah menanggung beban pembuktian jika terdakwa tidak bersalah. Berbeda dengan pendekatan restoratif yang mengharuskan pengakuan bersalah terlebih dahulu, pendekatan ini merupakan prasyarat untuk menemukan solusi. Dalam pendekatan restoratif, hak terdakwa untuk tidak bersalah dapat diperluas hingga hak terdakwa untuk memilih persidangan formal, seperti mengakhiri proses rehabilitasi dan mengharuskan terdakwa untuk mengaku bersalah, menolak untuk mengakui bahwa kejahatannya mungkin dilakukan. berbeda dari yang lain. . diadili Jika terdakwa pergi ke pengadilan, kontrak yang dibuat dalam proses pembayaran berakhir.Dengan menggunakan pendekatan restoratif dalam peradilan pidana, pengacara dan penasihat hukum memiliki peran strategis dalam memperkuat kemampuan pelaku untuk membela hak-haknya melalui penasihat hukum.

Dalam proses peradilan pidana informal, penasihat hukum dapat memberikan informasi kepada terdakwa tentang hak dan tanggung jawab mereka yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan. Kalau kejahatan pada masa kini adalah kejahatan terhadap tubuh, maka kejahatan terhadap tubuh adalah perbuatan yang membahayakan harta benda seseorang. kehidupan Perbuatan yang merugikan badan atau tubuh manusia merupakan kejahatan berat, artinya akibat yang ditimbulkannya adalah melawan hukum dan mengancam (Anwar. 1994: 102). Jenis-jenis kejahatan terhadap badan adalah:

  • Penganiayaan Biasa, Pasal 351 (1) KUHP mengatur, "Penganiayaan biasa diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan dan denda paling banyak Rp4.500".
  • Penganiayaan Ringan, Pasal 352 (1) KUHP: "Pelanggaran selain yang tercantum dalam pasal 353 dan 356 yang tidak merugikan atau merintangi pekerjaan orang yang jabatan atau pekerjaannya dianggap dilakukan." melakukan pelanggaran ringan dan menghadapi hukuman tiga bulan penjara.
  • Penganiayaan yang Direncanakan, Pasal 353 KUHP, dan 353 ayat 1 "Dalam hal penuntutan pertama, ancaman hukumannya paling lama empat tahun penjara".
  • Penganiayaan Berat, 354 Pasal 354 (1) KUHP "Sengaja melukai seseorang diancam dengan penganiayaan berat dengan ancaman pidana paling lama delapan tahun penjara.".
  • Penganiayaan Berat yang Direncanakan, 355 Pasal 355 (1) KUHP "Penganiayaan berat yang dilakukan dengan sengaja, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun."
  • Penganiayaan biasa, merupakan tindakan ilegal, tindakan apa pun yang dilakukan seseorang yang berdampak pada dirinya. Pelecehan informal pada dasarnya adalah tindakan hukum yang disengaja. Kesengajaan ini berarti bahwa akibat dari perbuatan itu memang disengaja, dan hal ini terjadi apabila akibat dari perbuatan itu dimaksudkan untuk menimbulkan rasa sakit atau luka pada seseorang yang mengakibatkan kematian, namun tidak semua perbuatan itu dilakukan. pukulan yang menimbulkan rasa sakit dianggap serangan. Penjelasan dalam Pasal 351 (1) Undang-undang tidak mempunyai ciri pembeda kejahatan, hanya dicantumkan klasifikasi atau nama kejahatan. Penyiksaan pidana, sebagaimana didefinisikan dalam rancangan undang-undang, adalah tindakan yang secara sengaja menimbulkan penderitaan fisik terhadap orang lain dan dengan sengaja merusak kesehatan orang lain. Kata-kata itu kemudian menjadi sekadar penganiayaan, padahal penafsiran aslinya adalah sengaja menyakiti kesehatan orang lain. Suatu perbuatan yang merugikan kesehatan orang lain tidak dapat dianggap sebagai penganiayaan, artinya perbuatan itu dilakukan dengan maksud agar orang lain itu sakit atau sakit (ziekte), karena sakit (ziekte) artinya tidak berfungsinya seseorang. organ tubuh dalam tubuh manusia. Jika penganiayaan saja mengakibatkan cedera serius yang tidak disengaja, maka hukumannya akan bertambah. Tujuannya di sini bukanlah cedera serius, tetapi cedera serius terjadi di luar kemauan. Kematian orang lain bukan disebabkan oleh kemauan atau kemauan pelakunya. Ini merupakan perluasan dari arti penganiayaan. Kerusakan kesehatan yang disengaja atau kerusakan kesehatan dipahami sebagai dilakukannya suatu perbuatan dengan tujuan membuat orang lain sakit, sedangkan sakit adalah terganggunya fungsi organ-organ tubuh manusia.
  • Penganiayaan ringan merupakan kejahatan berdasarkan pasal 352 KUHP. Pelecehan ringan adalah pelanggaran ringan yang tidak menimbulkan rasa sakit atau gangguan pada korban di tempat kerja, dan dapat dihukum paling sedikit tiga bulan penjara. Pelecehan ringan adalah pelecehan yang didefinisikan sebagai: Kecuali sebagaimana diatur dalam pasal 353 dan 356 KUHP, kekerasan yang tidak menyebabkan kematian atau mengganggu pekerjaan atau kehidupan dianggap sebagai pelecehan ringan. Ancaman hukumannya paling lama tiga bulan penjara atau denda Rp. 4.500 Jika dia melakukan tindak pidana terhadap Anda atau pasangan Anda, dendanya ditambah sepertiga. Menurut R. Soesilo, tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 352 KUHP termasuk 'pelanggaran ringan' sepanjang tidak menimbulkan kesakitan, kematian, atau terlibat dalam kegiatan pidana.
  • R. Soesilo (1993: 245) memberi contoh penindasan yang sederhana. B kena stroke tiga kali Walaupun B sakit, dia tidak ada masalah untuk berangkat kerja setiap hari. Serangan sederhana memiliki batasan sebagai berikut:
  • 1) Tidak dimaksudkan untuk menyalahgunakan
  • 2) Tidak ditujukan kepada:
  • a) ibu atau ayah yang sah, istri atau anak.
  • b) kepada petugas dalam pelaksanaan dan/atau pelaksanaan tugasnya.
  • c) Penambahan bahan berbahaya atau menyehatkan pada makanan dan minuman.
  • 3) Tidak menimbulkan penyakit dan tidak mengganggu pekerjaan atau kehidupan.
  • Ketiga elemen ini, yaitu. unsur 2 dan unsur 3, terdiri dari beberapa unsur alternatif yang harus dipenuhi agar pelecehan dapat didefinisikan sebagai penganiayaan ringan. Dilihat dari ciri-ciri penganiayaan ringan, dapat disimpulkan bahwa dalam kasus tindak pidana seperti eksploitasi terencana dan eksploitasi terhadap orang-orang yang mempunyai ciri-ciri tertentu yang ditentukan dalam Pasal 356 KUHP, penyerangan ringan tidak dapat terjadi, meskipun eksploitasi terencana memang diperlukan. tempat benda tidak menimbulkan penyakit. atau hambatan dalam bekerja atau mencari nafkah.
  • Penganiayaan Terencana, merupakan akibat perbuatannya menimbulkan luka tubuh yang serius, pelakunya menghadapi hukuman tujuh tahun penjara. Jika seseorang melakukan tindak pidana maka tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Unsur perencanaan terlebih dahulu merupakan pemberatan hukuman. Pada perencanaan sebelumnya (R. Soesilo. 1993: 105).
  • Penganiayaan Berat, yang mengakibatkan Penyakit yang tidak ada harapan untuk disembuhkan dan mengancam kematian; Pekerjaannya belum selesai. hilangnya panca indera; Jika terdapat cacat berat, hamil atau lahir mati. Cedera berat adalah kesengajaan pelaku, maksud pelaku adalah perbuatan yang dilakukannya akan menimbulkan luka berat. Merencanakan penganiayaan serius, serangan serius yang direncanakan oleh penjahat. Orang yang melakukan penyerangan berat akan menerima hukuman 12 tahun penjara.

Penerapan Keadilan Restoratif dalam Penyelesaian Tindak Pidana Penganiayaan

Untuk penerapan keadilan restoratif dalam kasus-kasus tersebut, dalam kasus kejahatan penindasan, dibuat kesepakatan damai antara terdakwa dan terdakwa. Sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) BARESKRIM POLRI, perjanjian tersebut meliputi:

  • Untuk melaksanakan perjanjian damai, korban bersedia membuat laporan polisi.
  • Kedua belah pihak setuju.
  • Kedua belah pihak membuat pernyataan.
  • Selanjutnya, kedua belah pihak akan bertemu dengan anggota masyarakat dari kedua belah pihak untuk membahas masalah keadilan terkait penyelesaian masalah tersebut.

Dari surat rekonsiliasi tersebut di atas diketahui adanya gagasan dan hubungan damai antara kedua pihak. Menanggapi persidangan tersebut, pengadilan juga menyurati pelapor yang meminta agar laporannya dicabut. Berdasarkan pembatalan laporan tersebut, kedamaian dan kehidupan korban dicapai dengan menunjukkan adanya proses konsiliasi dan bukti terpenuhinya hak-hak korban. isi kembaliAtas permintaan dan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) BARESKRIM POLRI, selama penyidikan, penyidik akan melakukan tindakan sebagai berikut:

  • Penyidik akan melakukan penyidikan tambahan sebagaimana dijelaskan dalam berita acara penyidikan dan memperoleh informasi latar belakang apa pun. Penindasan terhadap pernyataan ini melemahkan bukti-bukti, khususnya kesaksian korban.
  • Menjelaskan kepada pihak-pihak terpilih dalam berita acara peninjauan.
  • Apabila diperlukan penyidikan lebih lanjut terhadap korban dan pihak lain, maka penyidik akan mengajukan permohonan untuk melanjutkan penyidikan perkara tersebut.
  • Peneliti menulis dan mengedit laporan hasil studi kasus.
  • Pemeriksa akan menerbitkan Surat Keputusan Akhir (SP3) dan Surat Keputusan Akhir Atas Dasar Hukum.
  • Dalam hal syarat penahanan dilakukan dalam sistem penjara, instruktur akan mengeluarkan perintah pembebasan orang yang ditangkap.
  • Instruktur mencatat penutupan kasus di Daftar Khusus Hakim Pemulihan dan menyatakan kasus tersebut telah diselesaikan.
  • Penyidik menerbitkan Surat Perintah Penundaan Penyidikan (SP3) dan memutuskan untuk menghentikan sementara penyidikan terhadap pelapor, korban, dan pelapor atau pelaku.
  • Penyidik mengirimkan surat pemberitahuan penutupan penyidikan yang dilampiri keputusan penutupan penyidikan kepada penuntut umum dalam hal surat pemberitahuan penutupan itu disampaikan kepada penuntut umum.
  • Penyidik mengirimkan surat (SP2HP-A5) kepada pelapor yang menyatakan hasil penyidikan A5 dan memberitahukan bahwa penyidikan terhadap perkara yang dilaporkan telah berakhir.
  • Penyidik akan memasukkan semua data perkara ke dalam Manajemen Penyidik secara elektronik.

Istilah restorative justice sering kita dengar di kalangan penegak hukum, namun dalam praktiknya istilah ini sering disalahartikan dan digunakan. Hal ini karena keadilan restoratif merupakan bidang peradilan pidana yang relatif baru. Lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia yang selanjutnya di sebut UU-Kepolisian hanya menjelaskan apa yang dimaksud dengan konsep tersebut. Namun dalam praktiknya, banyak anggota Poli yang enggan menggunakan kekuasaan tersebut, terutama jika menyangkut kasus pidana. Dengan membekali polisi dengan pengetahuan mengenai restorative justice, maka pengetahuan mereka juga harus diimbangi dengan konsep rasionalitas, karena rasionalitas dan restorative justice sangat berkaitan erat dalam proses penyelesaian suatu perkara pidana. Secara umum, penegakan hukum pidana merupakan hal yang penting. Pada dasarnya penerapan akal sehat adalah pengambilan keputusan dan pendapat berdasarkan asas-asas hukum. Tentu saja, menjadi lebih bijaksana adalah keputusan pribadi.

Dari paparan di atas penulis dapat menyimpulkan, menurut pendapat kepolisian yang tertuang dalam UU-Kepolisian, penyidik dapat bertindak berdasarkan pendapat dan keyakinan yang mengutamakan moralitas di atas pertimbangan hukum. penalti Akibatnya, dia akan dijatuhi hukuman penjara. Penelitian penulis menunjukkan bahwa polisi mempunyai kapasitas yang kecil untuk melakukan mediasi atau negosiasi untuk mencapai kesepakatan antara semua pihak. Namun model tersebut mulai melambat dan mulai mengalami perubahan kecil pasca diberlakukannya PERKAP No. 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Restorative Justice, yang menginstruksikan Kepolisian Indonesia untuk memahami hal-hal berikut: Kami menyelesaikan kejahatan dengan memastikan keadilan restoratif, yang berfokus pada pemulihan kejahatan ke keadaan semula. Waktu, keseimbangan perlindungan dan kepentingan mereka yang terkena dampaknya, atau mereka yang melakukan kejahatan yang kemungkinan besar akan dihukum, merupakan persyaratan hukum masyarakat.Terkait dengan UU Kepolisian RI no. 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Restorative Justice.

Menurut analisis penulis, keadilan restoratif hanya dapat terlaksana jika syarat formil dan materiil PERKAP No. 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Perkara Pidana terpenuhi, yaitu perdamaian di antara keduanya. Oleh karena itu, setelah menerima permintaan pelapor untuk membatalkan laporan ke polisi, polisi membuat perintah penangguhan perkara dan surat permohonan penarikan berdasarkan konsiliasi. laporanDalam hal ini, keputusan dapat diambil secara utuh meskipun dalam tahap penyidikan, jika Surat Pemberitahuan Inisiasi Penyidikan (SPDP) telah diterbitkan kepada pihak penuntut. Perkara yang diputus oleh Polres ditetapkan sebagai tindak pidana berat dan keadilan rehabilitatif tetap dapat diterapkan. Meskipun peran pengawas dalam proses mediasi atau perundingan sangat berpengaruh karena diskresinya, hak pemulihan, namun pengawas ikut aktif dalam proses mediasi atau perundingan untuk mencapai kesepakatan bersama, yang sampai saat ini belum terlaksana. Pekerjaan polisi sedang bekerja. Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, namun juga sesuai dengan kebijakan dan interpretasi. Untuk mencapai tujuan hukum yaitu kebahagiaan masyarakat, maka reformasi hukum harus dilaksanakan untuk mengatasi permasalahan hukum yang terjadi di Indonesia, dan pembenahan hukum harus dilakukan untuk mencapai tujuan hukum. keadilan (Sulaiman. 2022: 12).

By: Haydar
By: Haydar

Magister Ilmu Hukum

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun