Mohon tunggu...
Haydar Nabris Muhammad
Haydar Nabris Muhammad Mohon Tunggu... Shalat 5 Waktu -

Mahasiswa, Muslim, U.I.N. Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, Prodi Ilmu Komunikasi, Kelas C. angkatan 2015 UIN KOM 15

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Indonesia Negara Pencetak Shopist di Dunia

13 Juli 2016   21:29 Diperbarui: 13 Juli 2016   21:35 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Jika anda masih terjebak dalam Abad Kegelapan (Dark Age – Before Renaissance) anda mungkin akan mengatakan, ada yang salah dari makanannya, ada yang salah dari caranya berTuhan, bahkan mungkin dari keturunan orang tuanya?

Jika dipandang dari sudut psikologi anda mungkin akan berkata ini karena faktor belajarnya, lingkungannya salah, batas antara kebenaran dan kesalahan mulai kabur, model yang di jadikan acuan tidak tepat, dll

Dan banyak sudut pandang, paradigm, framing lainnya

Ya, mungkin kalian benar, mungkin tidak, kebenaran subjektif yang sering sekali kita perdebatkan seperti “Si A itu tidak korupsi! Membela yang benar! Omongan anda di jaga saya punya buktinya” melawan “Bukan agama saya, jangan masuk tempat ibadah saya”

Atau mungkin juga perdebatan antara “Pihak kerajaan itu Kejam, hanya memberi segini!” melawan “Kalian itu materialistis ya?! Mikirnya duit melulu! Bisa di dalam itu sebuah kebanggan tau!”

Perdebatan di atas mungkin yang membuat para pemikir hebat di zaman ini menyerah menghadapi humanity yang berantakan, sifat Shophist* dan perkatannya (saya tahu kok, halah udah tahu, dll.) yang berlawanan dengan pemikir hebat yang berkata “saya tahu bahwa saya tidak tahu”, *yang dengan mudahnya di ucapkan tanpa menimbang paradigm lain, dan merasa tahu ini mungkin adalah dasar kebobrokan dari semuanya.

Shophistik yang ditanamkan sedari kecil, membuat shophist pengajar menjadi makin gemuk dan buta akan kesalahan

Semakin besar shophist kecil ini menjadi ikut buta akan kesalahannya terhadap yang di bawah

Berlanjut, mengakar, menjadi partikel, yang menggelombang seperti sekarang ini, setelah menjadi gelombang, maka realitas kebenaranpun pudar karena banyaknya shophist yang bangga dengan ke shophistannya, buta akan kesalahannya

Setelah buta Shophist yang kini menjadi Shophist merasa dewasapun berani menyuarakan semua aspirasinya dan memperkosa demokrasi dari sudut pandangnya

Kasuspun kembali bermunculan “Negri ini harus meminta maaf kepada keluarga!” melawan “Nok Ri Harga Mati!”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun