Jika anda masih terjebak dalam Abad Kegelapan (Dark Age – Before Renaissance) anda mungkin akan mengatakan, ada yang salah dari makanannya, ada yang salah dari caranya berTuhan, bahkan mungkin dari keturunan orang tuanya?
Jika dipandang dari sudut psikologi anda mungkin akan berkata ini karena faktor belajarnya, lingkungannya salah, batas antara kebenaran dan kesalahan mulai kabur, model yang di jadikan acuan tidak tepat, dll
Dan banyak sudut pandang, paradigm, framing lainnya
Ya, mungkin kalian benar, mungkin tidak, kebenaran subjektif yang sering sekali kita perdebatkan seperti “Si A itu tidak korupsi! Membela yang benar! Omongan anda di jaga saya punya buktinya” melawan “Bukan agama saya, jangan masuk tempat ibadah saya”
Atau mungkin juga perdebatan antara “Pihak kerajaan itu Kejam, hanya memberi segini!” melawan “Kalian itu materialistis ya?! Mikirnya duit melulu! Bisa di dalam itu sebuah kebanggan tau!”
Perdebatan di atas mungkin yang membuat para pemikir hebat di zaman ini menyerah menghadapi humanity yang berantakan, sifat Shophist* dan perkatannya (saya tahu kok, halah udah tahu, dll.) yang berlawanan dengan pemikir hebat yang berkata “saya tahu bahwa saya tidak tahu”, *yang dengan mudahnya di ucapkan tanpa menimbang paradigm lain, dan merasa tahu ini mungkin adalah dasar kebobrokan dari semuanya.
Shophistik yang ditanamkan sedari kecil, membuat shophist pengajar menjadi makin gemuk dan buta akan kesalahan
Semakin besar shophist kecil ini menjadi ikut buta akan kesalahannya terhadap yang di bawah
Berlanjut, mengakar, menjadi partikel, yang menggelombang seperti sekarang ini, setelah menjadi gelombang, maka realitas kebenaranpun pudar karena banyaknya shophist yang bangga dengan ke shophistannya, buta akan kesalahannya
Setelah buta Shophist yang kini menjadi Shophist merasa dewasapun berani menyuarakan semua aspirasinya dan memperkosa demokrasi dari sudut pandangnya
Kasuspun kembali bermunculan “Negri ini harus meminta maaf kepada keluarga!” melawan “Nok Ri Harga Mati!”